sunlight \ˈsən-ˌlīt\
(n.) merek sabun cuci piring
[i]
yang jeongin menyapukan telapak tangannya pada tirai kelas yang berayun tertiup angin. jingga serupa jeruk mandarin memenuhi kelas, terpantul pada lensa bundarnya, dan tiada menyipitㅡmemang tak menyilaukan.
di bawah sana, sekelompok lelaki saling mengoper bola, tertawa nyaring serta peluh bercucuran. enggan menyudahi permainan meski nantinya matahari akan tergelincir jauh, hingga guru yang sedang piket datang menegur.
pandangan jeongin tertambat pada salah seorang remaja, yang helaian surainya dipoles warna lavender (sekolah memperbolehkan muridnya untuk mengecat rambut), lengan kemeja disingkap sebatas siku, celana panjang tak menjadi penghalang gerak lincahnya, pun manik kembarnya berkilat, menunjukkan masa muda penuh semangat. sungguh berkilau.
rona tipis menghiasi pipi, membuat dada jeongin terasa sesak oleh sakit. mengerjap sedikit saja, tetes airmata pasti berjatuhan.
ia tidak tahan.
[ii]
musim panas tiga tahun lalu, jeongin melihatnya untuk pertama kali.
seorang lelaki meringkuk di antara pot-pot bunga matahari yang berantakan, seperti bekas diinjak. batangnya patah, sedang kelopak rontok, menyatu dengan tanah. selang di bagian pojok masih lancar mengalirkan air, mencipta genangan pada humus.
"kau ... tidak apa-apa?"
jeongin melawan rasa takut walau getaran terdengar dari nada pertanyaannya.
sepuluh menit kemudian, lelaki itu tak kunjung merespons. tubuhnya masih tergeletak di atas kumpulan tangkai yang rusak. kala jeongin menyentuhkan jemari pada kaus cerah bernoda, ada lengan yang berayunㅡmenampik uluran pertolongan.
"jangan sentuh aku."
[iii]
keesokan harinya, jeongin tahu bahwa pemuda itu bernama bang chan.
pindahan dari australia, masih kesulitan menulis maupun berbahasa korea. ia juga sering memanggil guru tanpa honorifik (mungkin hanya dibalas gelengan maklum, tetapi sebagian murid mencercanya terang-terangan). dari hinaan ringan, terus merambat sampai penindasan.
jeongin selalu memperhatikannya. buku-buku dicoreti, sepatu digunting menjadi serpihan, uang saku dicuri, lalu dituduh pencuriㅡdigebuki hingga timbul luka di sekujur tubuh.
disinilah ia, berlutut kembali di sekeliling bunga-bunga matahari. jangankan wajah, pakaiannya kotor diselimuti tanah basah, bercampur merah kaburㅡandai bisa disamakan dengan keadaannya.
"jadwal piket hari ini ... bukan giliranmu, kan?"
chan masih bergeming di sudut, menarik napas dan mengembuskannya perlahan.
"kenapa kau mau mengerjakan giliran piket mereka?"
tentu jeongin mengetahui jawabannya, tetapi keegoisan mencekik tenggorokan. ia sama penasarannya dengan bocah-bocah besar kepala, ingin mengetes seberapa besar keberanian chan.
"kenapa?"
pemuda luar itu memutar pertanyaan. di balik uliran poninya, ada sepasang manik nyalang menyala.
"kau tidak takut kalau nanti akan ditindasㅡsepertiku?"
[iv]
meski dilihatnya chan bersujud di hadapan para penindas, jeongin sekadar menyilangkan lengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNLIGHT / CHANJEONG.
Fanfictionyang jeongin singgah di hati bang chan, untuk sementaraㅡdan selamanya. 2018 © ONGZARELLA