[Dewangga; akhirnya tamat juga ini cerita!] Kesan dan Pesan

297 50 14
                                    



Halo semua. Angga di sini. Terima kasih saya ucapkan untuk kalian yang sudah tamat membaca Dewangga sampai selesai.  Mungkin kalian kaget karena saya update chapter terakhir beserta kesan-pesan langsung sekaligus.

Jujur, menamatkan cerita ini sudah jadi beban moral yang dari dulu selalu susah untuk direalisasikan.  Jadi bawaannya mau cepet selesai supaya bisa fokus nulis cerita lain.  Dan akhirnya.  Perjuanganku menamatkan cerita ini berhasil.

Oh ya, mungkin ini agak panjang, terserah deh kalian mau baca sampai akhir atau nggak. Your choice.

Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan di sini; ucapan mohon maaf, terima kasih, dan pemberitahuan.

Maaf yang sebesar-besarnya untuk banyak pihak yang secara tidak langsung dan langsung saya sebutkan dalam cerita ini.

Untuk fellow debaters, maaf kalau saya banyak salah dalam mengintepretasikan makna ataupun argumen dalam cerita ini. Mungkin kalian menyadari kalau semakin lama cerita ini berkembang, makin dikit pula bahasan-bahasan debatnya.

Kenapa? Karena selama saya menulis ini, saya sudah tidak lagi aktif dalam dunia debat.

Saya memutuskan untuk fokus persiapan kelulusan dan kuliah, saat itu. Tapi serius, ilmu yang didapatkan dari berdebat itu banyaaaak banget. Kalau ada di antara kalian yang masih menekuni perdebatan, saya ingin acungkan jempol.

Jujur, kangen lho ngerjain banyak mosi dan ngerasain sakit kepala pas adu argumen. Hahaha. I used to be the 1st and reply speaker, how about you guys?

Maaf juga untuk mahasiswa UNAIR di sini. Iya, saya ambil setting di kampus ini. Nggak semuanya karena ada bagian-bagian yang saya ubah, sih. Soal ospek juga ambil dari sana, kalau ada yang merasa tersinggung, saya minta maaf. Kurang ajar rasanya, saya tidak menuntut ilmu di sana tapi banyak mencomot referensi dari PTN kebanggaan Surabaya tersebut. Saya minta maaf.

(Ini kalo temen-temen saya yang kuliah di UNAIR baca, pasti pada ngetawain neh.)

Untuk pihak keluarga Keraton Surakarta dan Keraton Ngayogyakarta yang saya pinjam nama dan referensinya untuk membuat plot cerita ini berjalan, saya minta maaf.  Saya sengaja mau membuat canon yang berlatar bagus dan Indonesia banget, dan cerita yang berhubungan dengan keraton dan keluarga kerajaan adalah canon yang pas.  Kebudayaan yang arif dan lokal.  Yha, namanya juga canon, AU (Alternate Universe), jadi tentu ada hal-hal fiksi yang saya tambahkan dalam cerita.  Jadi, semua informasi mengenai keraton yang ada di sini tidak berarti semuanya benar.  Untuk para pembaca, please take it with a grain of salt.

Untuk para pembaca yang berlidah Sunda, maaf. Logat dan bahasa yang diucapkan Jinan sangat aneh (saya juga  tahu kalau semua itu salah) dan terkesan kaku. Ya gini nih, akibat orang yang tidak memiliki pengetahuan sama sekali dalam suatu hal tapi tetap keukeuh nulis tentang hal tersebut. Saya akan mengedit seluruh dialognya, kali ini dengan benar. Iya dong, kan saya sudah tinggal di Bandung dan punya banyak teman Sunda! Hehehehe.

Untuk para pembaca yang benar-benar mengikuti Dewangga dari awal, dari zamannya cerita ini pernah masuk rangking FF-, maaf dan terima kasih. Maaf karena dulu saya hanyalah anak picisan yang selalu merengek kala tidak mendapatkan vote dan comment.

Kalian sabar sekali :')

Mungkin kalian semua berpikir kalau mengingatkan untuk vote-comment adalah hal yang wajar. Well, saya punya prinsip sendiri sekarang.

Terserah mau vote atau tidak, mau comment atau tidak. Saya tidak akan keberatan lagi mulai sekarang. Banyak pembaca yang kesadaran moralnya tinggi, kok. Kalau menurut dia ceritanya bagus, ya saya percaya dia akan mengapresiasi bacaannya. Kalau cuma jadi silent reader, yaudah itu hak mereka.

Good stories will attract readers to read it by themselves. Good stories with good moral values in it will let the readers appreciate the work itself.

Itu prinsip saya.

Terima kasih karena sudah mengikuti cerita yang sangat jauh dari kata sempurna ini.

Cerita yang banyak memliki scene yang tidak mendukung plot, cerita yang sering tidak jelas, cerita yang banyak typography-nya, cerita yang (menurut saya) kelewat panjang dan sering dragging nggak jelas...

Cerita yang ditulis oleh orang goblok macam saya yang saat itu sedang sibuk-sibuknya kelas 12.

Saya sendiri juga mikir, kok bisa sih saya tetap menulis walau lagi banyak TO, ujian praktek, ujian sekolah, kelas tambahan, dll.?

Keinginan untuk menulis itu mengalahkan keinginan untuk belajar, i guess.

Terima kasih untuk kalian semua yang sudah membaca. Terima kasih.

Akhirnya, cerita yang umurnya satu setengah tahun ini selesai juga. Waktu yang cukup lama, bukan?

Terima kasih sudah membaca, perjalanan anda di dunia alternatif 'Dewangga' sudah selesai.

Sampai jumpa!




Apakah saya ada niat untuk membuat sequel cerita ini?

Tidak.

Apakah saya kepikiran plot atau scene kelanjutan cerita ini?

Ya.

Jadi? Fix dibuatin lanjutannya atau tidak?

Saya masih tidak tahu.

Silahkan berbagi pikiran di sini.

-Anggadextrous

Dewangga [Sedang Proses Revisi]Where stories live. Discover now