1

717 95 29
                                    

Jumat, 26 Januari.


Angin yang berhembus lumayan dingin karena sebentar lagi memasuki musim gugur. Akhir-akhir ini cuaca sedang tidak menentu, misalnya kemarin. Pagi hari tampak panas dengan matahari yang bersemangat memancarkan sinarnya, namun menjelang sore hari Seoul malah diguyur hujan sampai petang.

Tapi ketidakpastian itu tidak membuatku bolos dari rutinitas baru yang kujalani akhir-akhir ini.

Seorang wanita muda menyambutku ketika aku masuk ke perpustakaan. Aku sudah tahu, dia pasti memintaku untuk mengisi buku tamu yang wajib diisi oleh pengunjung. Hari itu aku tersenyum pada penjaga perpustakaan umum dan memuji pena berkarakter Shooky—yang kuyakin miliknya—untuk sekedar basa-basi. Kucantumkan nama dan alamat serta tanda tangan yang kemudian diserahkan kembali. Entah gunanya untuk apa, mungkin sebagai arsip atau jaga-jaga kalau terjadi sesuatu di perpustakaan ini.

Selesai dengan buku tamu, aku mulai menelusuri setiap rak buku. Perpustakaan di kota ini termasuk perpustakaan yang cukup lengkap. Jadi aku berada di sana untuk menemukan referensi untuk tugas kuliahku yang deadlinenya kritis.











Tapi itu maksud kedatanganku seminggu yang lalu.


Minggu ini aku datang dengan maksud yang berbeda.

Yaitu untuk menemui orang itu. Ah, bukan menemui juga sih. Mungkin lebih tepatnya melihat?



Aku mengambil beberapa buku untuk dijadikan kamuflase, kemudian mencari tempat duduk yang pas untuk mengamatinya dalam diam. Orang itu laki-laki, dengan kulit putih bersih, alis yang selalu mengerut saat membaca buku, bibirnya yang bergerak lucu kala membaca, dan tumpukan buku yang selalu ada di sisi kanan dan kirinya.

Sejak awal datang kemari, orang itu selalu ada di sana. Dengan tumpukan buku dan fokusnya yang membaca buku-buku itu, ia menarik perhatianku. Mungkin sedang mencari referensi? Dia selalu duduk di tempat yang sama. Awalnya aku hanya penasaran apa yang dia butuhkan sampai harus bergelut dengan tumpukkan buku itu? Tapi karena wajahnya yang selalu tampak sinis, aku urung bertanya.

Aku pun berakhir dengan selalu memperhatikannya dalam diam, sampai saat ini.

Bisa dibilang aku pengagum rahasia, bisa juga tidak. Apa aku bisa disebut pengagum rahasia kalau nama dan informasi lain mengenai dirinya saja aku tidak tahu?

Tapi kegiatanku ini bukannya tidak membuahkan hasil. Aku dapat banyak hal dari memperhatikannya beberapa hari terakhir. Dia sering pakai kaus oblong atau kemeja polos dipadu celana ripped jeans, terkadang dia memakai jaket. Dia juga sering pakai topi dengan dua ring dibagian depannya atau memakai topi rajut. Akhir-akhir ini aku juga menyadari bahwa ia punya beberapa tindikan di telinganya, kadang ada 2 anting di telinga kiri, kadang juga masing-masing memakai satu anting.

Apapun yang dia pakai, itu tidak mengubah presepsi cantik untuknya di mataku.

Saat aku melamun sambil memandangnya, tiba-tiba pandangan kami bertemu! Dia memandangku sekilas dengan malas, sedangkan aku terpesona dengan mata kecilnya. Wow, sudah kuduga dia tipe orang yang cuek.

NAMJOON'S DIARY [NamGi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang