.
.
.
.
.
Lima roh perawan suci yang meninggal dalam peperangan itu menari-nari di langit-langit asrama, mengiringi langkah namja yang tengah menenteng pedang besarnya, kelahiran namja itu yang membawa turut serta kelima roh suci itu dalam setiap langkahnya. Bukti bahwa dirinya adalah seorang pemimpin besar.Namja yang tengah kelelahan itu terlihat gusar, beberapa luka lebam dan sisa darah kering menghiasi wajah tampannya. Peluh membasahi tubuhnya seiring langkah kaki jenjang itu menapaki satu per satu anak tangga yang akan membawanya menuju loteng, tempat yang sebenarnya terlarang bagi seorang 'siswa' seperti dirinya.
"Hei Jung!"
"Jangan menggangguku Park!"
"Apakah si cantik itu mengalahkanmu lagi?"
"Jangan menggangguku!"
"Apakah..."
Srak! Bunyi gesekan logam itu terdengar begitu miris dan mengganggu telinga siapa saja yang mendengarnya, tidak terkecuali namja yang sedang memegang buku bacaannya. Terlebih ketika ujung pedang itu sudah menempel di atas permukaan kulit lehernya.
"Jangan menggangguku Park Yoochun!" ucapnya dingin.
"Aku hanya ingin mengatakan kalau si cantik itu sedang berada di loteng."
"Itu memang tujuanku!" usai menyarungkan pedangnya, namja bermata musang itu bergegas menapaki tangga kembali.
"Ck.... Saudara yang aneh."
"Hm.... Mereka seperti musuh bebuyutan." Sahut namja yang sedang memainkan bola apinya.
"Bukankah mereka memperebutkan tahta? Astaga! Menyedihkan." Namja jangkung yang sedang membersihkan tombaknya itu ikut menimpali.
"Mungkin hari keruntuhan Cassiopeia akan segera datang...." namja berpipi chuby itu berjalan mendekati meja dan meletakkan bukunya di atas meja, "Atau mungkin masa kejayaan itu akan kembali sekali lagi...."
.
.
Dak!
Sedikit kasar menendang pintu malang itu namun tidak menunjukkan raut penyesalan di wajahnya yang menunjukkan ketegasan dan kearoganan. Sepatu besinya menimbulkan irama tersendiri ketika berjalan menuju satu-satunya jendela di loteng yang sangat pengap itu, loteng yang menyimpan kumpulan buku terlarang yang tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang, namja bermata musang itu salah satunya.
"Kenapa kau tidak membunuhku, huh?!" bentakan itu keluar dari bibir berbentuk hatinya. Ingin sekali menebas namja yang sedang duduk di bibir jendela, namja yang sedang bermandikan cahaya senja itu, namja yang membuatnya harus memendam rindu dendam tidak terkira, namja yang ingin dibunuh namun juga sangat ingin dilindunginya.
Doeeyes kelam itu menatap mata setajam musang yang juga tengah memandangnya, menantangnya untuk bercumbu dalam kemarahan dan kebencian yang tersimpan dalam mutiara-mutiara kecoklatan itu, "Kalau kau marah setelah aku mengalahkanmu dalam duel tadi siang, aku mau melayanimu bertarung. Tetapi kali ini bukan di medan perang... kau tahu maksudku?"
Jemari kokoh itu mencengkeram kuat, menahan amarah yang sungguh sangat ingin dilampiaskannya pada sosok cantik namun kejam itu, ingin meremukkan sosok itu hingga menjadi butiran-butiran debu agar tidak lagi bisa mengganggunya, "Kau...."
Tiba-tiba saja hembusan angin kuat menghempaskan jendela loteng, membuat kaca yang terbingkai kayu jati dari Kalimantan itu sedikit bergetar, disusul oleh jeritan bersahut-sahutan dari siswa-siswa lain yang tengah lari pontang-panting menjauhi lapangan, terlihat jelas dari loteng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Dragon
Fanfiction"Kau boleh menikahinya Yun, bila kau ingin melihatku membantai keluarga mereka!" ucap Jaejoong sambil tersenyum manis.