--
"Lin bilang sesuatu dong jangan diem mulu." Ucap Satria. Dia pacarku, saat ini hubungan kami telah memasuki bulan ke 6.
"Lin ayolah." Satria terus membujukku untuk berbicara. Namun aku enggan berbicara sepatah katapun padanya. Kesal! Sangat kesal! Dia berbicara seolah tak ada masalah dalam hubungan kami, padahal dia tahu alasanku tetap diam membisu.
"Lin, dia bukan siapa-siapa, dia cuman temen kok." Satria terus berbicara.
"Temen? Temen tapi demen maksudnya? Temen apa pake bilang sayang? Pake bilang nanti malem mau jalan kemana? Mau nonton apa? Itu yang namanya temen?".
"Ya ampun apa salahnya sih bilang gitu doang?"
"Kamu bener-bener nggak bisa bedain gimana chat ke temen gimana chat ke pacar?" satria tak menjawab, ia diam dan mulai memarkirkan mobil di parkiran sebuah super market.
"Yaudah kalo gitu maafin aku ya? Janji deh nggak akan di ulang lagi." Dia menyentuh daguku sambil memberikan jari kelingkingnya.
"Iya aku maafin." Aku melingkarkan jari kelingkingku pada jari kelingkingnya yang ia hadapkan padaku.
Tak aneh sebenarnya jika ia meminta maaf, tapi dia terus saja mengulang kesalahannya, tak pernah berfikir bagaimana caranya supaya tidak ada masalah untuk kedepannya. Bodohnya aku pula terus memaafkan tanpa memberi sanksi atau pelajaran.
"Yaudah turun yuk? Capekan pulang sekolah belum makan?" Dia berbicara sambil membuka sabuk.
"Aku hanya tersenyum lalu turun."
Kami menghabiskan waktu di super market sangat lama, aku sampai pulang maghrib saat itu,. Dia mengantarkanku sampai di depan rumah. Aku tak pernah mengajaknya masuk karna aku tahu mamah pasti marah melihat lelaki main ke rumahku sendiri pula. Terlihat sekali rasanya jika dia pacarku.
YOU ARE READING
Thank You Dear
RomanceBersamamu adalah impianku, memilikimu adalah inginku. Tapi, apalah dayaku jika dirimu harus pergi meninggalkanku.