Setiap kali Yoongi terbangun di kamarnya, tenaganya habis. Kelasnya dimulai semenjak subuh dan semua motivasinya menguap begitu saja setiap kali ia mengingat tentang tanggung jawab yang ada pada bahunya. Dan perasaannya semakin buruk setiap ia melihat langit yang tak kunjung cerah.
Kerajaan aneh yang selalu dirundung hujan. Kerajaan aneh yang akan Yoongi pimpin nanti.
Yoongi menghela napasnya dalam. Tiba-tiba saja, menghela napas menjadi hal yang paling ia sukai, dan setidakenaknya ia ketika Taehyung dan Jimin—pengawal pribadinya— memandang Yoongi dengan wajah bersalah saat waktu makan, ia tetap tidak bisa menyembunyikan wajah letihnya. Yoongi merasa tertekan, dan perasaan Yoongi yang menolak semua takdirnya hanya membuat dirinya semakin sulit untuk menerima keyataan.
Selain kamar, ruang belajar dan ruang latihannya, Yoongi tidak tahu apa-apa soal istananya sendiri. Seorang pangeran adalah seorang tahan. Tahanan atas tanggung jawab, tahanan atas mahkota di kepalanya. Namjoon, guru sastranya, pernah berkata demikian, dan Yoongi sangat setuju dengan pernyataan tersebut.
Pagi ini Yoongi terlalu letih, ia tak tahan kalau harus menghabiskan waktunya belajar tentang ini-itu yang hanya akan membuatnya mual. Jadi setelah dengan sengaja mengabaikan wajah khawatir Jimin dan larangan bolos Taehyung, Yoongi akhirnya berhasil kabur, berjalan pelan setelah menipu mereka berdua, ke sebuah kebun yang keberadaannya bahkan tak ia ketahui sebelumnya.
Ia mendecak kagum sesaat setelah kakinya melangkah mendekati sebuah rumah kaca yang besar. Ia mendesah kecewa saat mendapati pintu rumah kaca tersebut terkunci. Baru saja ia ingin meminta kunci ke pelayan di sekitar saat cicitan burung mencuri perhatiannya. Yoongi tertawa pahit ketika melihat seekor burung merah, kecil dan cantik, terkurung dalam sebuah sangkar besi berwarna emas.
Yoongi mengangkat tangannya, "Ada apa? Kau merindukan langitmu?" Katanya pada burung itu.
Jujur saja, sebenarnya itu adalah pertanyaan untuk dirinya sendiri, dan ia sama sakali tidak mengharapkan respon apa pun. Oleh karena itu ia terkejut ketika tiba-tiba saja burung itu gelisah dan Yoongi merasakan hawa seseorang di belakangnya. Ia menengok tepat saat orang itu berbicara padanya. Seorang lelaki.
"Anda menakutinya, Your Highness."
Yoongi tidak menjawab, ia malah bergeser, membuka jalan agar lelaki itu bisa mendekati sangkar di depannya.
"Anda mau mencoba memberinya makan, Your Highness?" Tanya lelaki itu. Yoongi terdiam seraya mengamati wajah lawan bicaranya. Cantik. Wajahnya cantik, terutama mata berkilaunya. Suaranya pun terdengar merdu. Dan ia tersenyum—dengan senyuman yang sama indahnya—, menunggu jawaban dari Yoongi.
Mendapati Yoongi yang terlihat ragu, lelaki itu memutuskan untuk membuka sangkar, menjulurkan jarinya agar burung itu bisa keluar. Belum sempat Yoongi membuka mulutnya untuk bicara, lelaki itu menunjukkan beberapa buah kering ke arahnya.
Meski masih ragu, Yoongi mengambil segenggam. Dengan perlahan tangannya ia ulurkan ke arah burung yang bertengger di jari lelaki di hadapannya. Awalnya burung itu diam. Tapi lama kelamaan ia mulai melangkahkan kakinya mendekati tangan Yoongi. Lelaki di hadapannya perlahan-lahan menarik jarinya, sampai akhirnya burung itu bertengger di tangan Yoongi sepenuhnya. Lelaki itu akhirnya melangkah mundur, membuat harum bebungaan hilang dari indra penciuman Yoongi. Hal ini membuat Yoongi berpikir, "Dia harum."
YOU ARE READING
Breathless
Fanfiction[Terjemahan Bahasa Indonesia dari Breathless by bluemixtape] Jarak antara Pangeran Yoongi dan Jungkook-satu-satunya sumber kenyamanannya- lebih dari jarak antara langit dan bumi: berat mahkota, maaf yang tak tersampaikan, penyesalan tak berujung. Ke...