Awalnya,

13 1 0
                                    


matahari bersinar terik, menerangi siang yang tak berawan sama sekali. dedaunan pohon sesekali tergoyang oleh terpaan angin yang lewat menggoda. Dikursi itu duduk seseorang yang sedari tadi membaca buku tanpa memperdulikan keriuhan yang ada disekitarnya. "Hei, kau tidak jenuh membaca buku terus?" ia menoleh ke arahku, "hahaha,tidak. Aku sangat suka membaca buku novel seperti ini" ujarnya.

Akupun duduk disebelahnya, dan lagi ia masih saja fokus membaca bukunya. "Buku itu, rasanya aku pernah melihatmu membacanya", ia terperangah heran "eh, tau darimana?" Sambil menoleh ke arahku lagi. Aku diam tak menjawab, sembari menikmati terpaan angin yang datang.

Akhirnya ia selesai membaca buku itu, lalu berkata "eh, aku duluan ya." Sambil berlalu pergi dari hadapanku. Aku melihatnya pergi dengan perlahan, dan memikirkan sesuatu. "Ternyata kau masih saja belum mengerti,"

angin bertiup kencang sekali, ranting ranting pohon yang biasanya bergoyang perlahan kini tergoyang sangat kencang seakan sebentar lagi akan patah. Aku pergi ketempat itu lagi, kali ini aku duduk sendiri dikursi itu sembari sesekali melihat langit yang kini ditutupi awan hitam, lalu sepersekian detik kemudian air hujan mulai turun setetes demi setetes hingga tetesannya air hujannya tak bisa kuhitung lagi, tapi aku masih tetap duduk dikursi itu membiarkan air hujan membasahi baju dan tubuhku. Tiba-tiba dari belakang ada siluet seseorang, ia memayungiku. "Kau sudah bodoh ya? Hujan hujan begini masih saja disini bukannya berteduh!" , ternyata dia. Akupun berdiri dan diajaknya berteduh didekat rumah kosong yang ada disekitar kursi yang kududuki tadi. "Kenapa kau bisa kesini?" Tanyaku saat ia sedang berusaha melipat payungnya, "aku tadi baru saja dari swalayan disuruh ibuku membeli kecap dan aku melihatmu "mandi hujan" disana" sambil melihatku dengan tatapan jengkel, "hahaha, tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu." "Memang apa yang kau pikirkan disaat angin kencang dan dibawah hujan deras seperti itu?". Angin bertiup semakin kencang, dan mencipratkan air kearah kami berdua. Aku melihatnya berbicara perlahan, kesal karena bajunya basah terkena air cipratan itu. Tak lama kemudian, cuaca kembali bersahabat awan gelap sudah lelah menurunkan air hujan dari atas sana dan bersamaan dengan itupun ia pamit segera pulang ke rumahnya, "aku pulang dulu ya, udah ditungguin nih kecapnya sama ibuku. Oh iya, kau jangan lupa untuk mandi dan minum minuman hangat dirumah biar tidak demam" ia mengucapkan itu dari kejauhan, sambil melihat ke arahnya aku tersenyum. "Terima kasih,"

hari berganti hari, dan kini aku tengah duduk sendiri diatap rumah sambil melihat ke atas. genit sekali bintang diatas sana berkelip menggodaku yang tengah merindu. Ya aku rindu dengannya, karena beberapa hari ini aku tak dapat pergi ke tempat itu untuk bertemu dengannya karena beberapa alasan. termenung mengingatkanku kembali akan kenangan saat pertama kali berjumpa dengannya,

siang ini memang terasa sangat menyebalkan, entah kenapa pekerjaan yang sudah kukerjakan dengan sangat keras malah diminta diperbaiki lagi padahal sebelumnya aku sudah memeriksa secara seksama laporan itu. Entah karena angin yang membawaku ke taman itu atau karena aku sudah berjalan tak tentu arah selama beberapa menit. Akhirnya aku putuskan untuk duduk disalah satu kursinya, sambil mengelah napas "kupikir,laporan tadi sudah benar tanpa ada salah apapun" keluhku. Sambil memejamkan mata kucoba untuk meredam emosi yang masih tersisa, tiba-tiba terdengar suara. Tak kugubris, namun suara itu lagi-lagi terdengar. "Permisi mas, saya boleh duduk disini?" Sambil menunjuk celah kosong dikursi yang sedang aku duduki. Kubuka mata dengan kesal, namun setelah melihat sosok dari suara tersebut. Aku terkesima, wanita muda berjilbab dengan senyum tipis dibibirnya menatapku heran. Ah iya, dia menanyakan apakah ia bisa duduk disebelahku "oh iya silahkan mba," otak ku mulai kembali berfungsi setelah tadi membeku menatapnya. Dan ia pun mulai duduk, dan membuka tasnya lalu mengeluarkan sebuah buku serta mulai membacanya. Aku kembali ke dalam lamunanku. Memikirkan deadline laporan yang harus segera kuperbaiki itu, tanpa sadar ia memperhatikanku. "Sedang ada masalah mas?" Aku menoleh kearahnya, "ya begitulah mba, laporan pekerjaan yang sudah kubuat dengan teliti malah diminta untuk diulang kembali karena ada beberapa kesalahan" dia tersenyum mendengar jawabanku, dan entah mengapa senyum itu malah membuat emosi yang sedari tadi ada, menguap begitu saja entah kemana. "kamu sering duduk disini?" Kucoba bertanya, hanya untuk menghilangkan suasana canggung dan senyap diantara kami berdua. Ia menutup bukunya, "ya begitulah mas terkadang aku akan kesini untuk membaca buku. Aku suka suasana disini, teduh dan tidak terlalu ramai." "Jadi ini adalah kursimu?" Candaku. "hahaha, tidak. Ini hanya kursi favoritku. Tapi bukan kursi yang kubeli" ia tertawa kecil, setelah percakapan itu kami sama-sama terdiam, dia sibuk dengan bukunya sementara aku sibuk memikirkan deadline perbaikan laporan tadi, dan yang perlu kalian tahu kali ini aku memikirkannya dengan tenang tidak seperti tadi. tak terasa, langit berubah warna. Matahari sepertinya sudah lelah bertengger ditengah langit dan ingin segera istirahat "oh iya mas, sudah hampir sore. Saya pamit pulang." Sambil memasukkan buku yang tadi dia baca kedalam tasnya dan beranjak dari kursi ini, "namamu siapa?" Tanyaku saat ia hendak berlalu, "suci mas, salam kenal". "namaku priya" ujarku memperkenalkan diri, ia hanya tersenyum lalu berjalan pergi

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 15, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Untukmu,Where stories live. Discover now