● Chapter 21

194 32 12
                                    

Will

Sejak pra remaja, berbisnis sudah termasuk bagian hidup. Banyak yang sedia menjalin kerjasama dengan perusahaan ini yang berstatus eminensia*. Tapi, gua gak pilih sembarang orang. Anak gadis yang dulu perlakuin gua seakan dewa, yang mana terlalu tergila-gila dengan pribadi yang bahkan selalu menyiksanya; telah menjadi tangan kanan dan partner gua di perusahaan ini.

Hanako Yuuki, setelah saham orangtuanya mengalami penurunan drastis dia memutuskan untuk mengolah modal melalui perusahaan ini. Sifatnya berpendirian, gigih, tapi pintar bukan licik. Dalam dunia penuh persaingan dibutuhkan keberanian dan ide licik. Tapi Hana kurang itu.

Dulu gua panggil dia Yuuki, sama seperti yang lain. Tapi semenjak dia jadi partner gua, panggilannya jadi Hana. Sebagai cap untuk dirinya yang baru, dimana sifat pemaksa dan obsesi berlebihannya sama gua sudah hilang. Dia bukan teman masa lalu lagi, gua gak mungkin anggap dia sahabat layaknya dulu kala. Bukan gua yang putusin relasi kita, tapi dia sendiri. Hatinya yang menolak gua jadi sahabatnya.

Intinya hubungan kita hanya rekan bisnis; datar. Otoritas kita gak sejajar, terkadang dia bisa dijadikan budak kapanpun karena terlalu patuh dan mudah diperalat.

"Di restoran, saya melihat Daisy dengan pemilik rumah sakit Medic Center. Ini fotonya," Hana memberinya. Menjadi mata-mata adalah mandat ringan baru.

"Cuma ini yang didapat?"

"Saya tidak mungkin menyusup ke ruang kerjanya, pak. Terlalu banyak kamera pengintai."

Will terkekeh dan merobek lembar foto pemberian Hana. "Ini nggak guna!" Will segera berusaha berdiri. "Anda seharusnya tetap istirahat, jangan memaksakan diri lagi. Fisik anda masih lemah--"

"Berisik! Sana hadirin rapat! Gua lagi gak bisa." Will angkat kaki dari ruang rawatnya. Dari belakang Hana menghela nafas dan tersenyum masam.

○○○

Kerja keras Daisy dan Darrel membuahkan hasil. Setelah berganti pasien karena konflik Henry, mereka beroperasi kembali. Sempat terhambat karena tangan Daisy gemetaran hebat. Tapi ada Darrel yang mencegah kendala datang. Saat Daisy sudah mulai tenang dan menyesuaikan diri, disaat itulah dia menunjukan kepandaiannya.

Setelah selesai, mereka duduk sembari menikmati jus buah di atas rooftop dan menunggu matahari terbenam.

"Kau jenius," puji Darrel sambil melepas kacamatanya dan menghela nafas lega. Daisy tertawa dipenuhi haru. "Berkatmu! Hahh..." ia merenggangkan tangannya dan berdiri dengan semangat. "Kesuksesan pertamaku, aku sangat bahagia! Terima kasih ya sudah percaya padaku."

Darrel tersenyum dan berdiri pula. Detik selanjutnya tampak sunset yang indah. Mereka berdua terkesima. Hanya sesaat untuk Darrel, karena ia lebih suka memperhatikan wajah Daisy. Kornea coklatnya yang pekat, bulu mata tebal, pipi penuh rona dan bibir merah merekahnya, membuat daya tarik yang memabukkan bagi setiap lelaki. Betapa sempurna Tuhan menciptakan fisiknya.

"Nanti, akan aku antar kau pulang. Gantilah pakaian dan kita akan pergi makan malam sebagai perayaan keberhasilan kita. Bagaimana, apa kau mau?" Ajak Darrel. Terlepas dari kacamata justru membuat aura bijaksananya berganti menjadi misterius yang terkesan keren. Daisy tersenyum lebar penuh gembira, "tentu saja!"

Daisy kembali terkagum memandang langit bergradasi orange dan kuning. Matanya berbinar-binar dan mengkilau. Sangat cantik.

Tatkala Daisy sangat takjub, Darrel menarik bahu Daisy agar mendekat dan memangkas jarak diantara mereka. Tangannya mengusap puncak kepalanya perlahan, mata tajamnya menyiratkan kesenangan dan keseriusan.

Kinji Rareta AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang