Erza menjatuhkan pandangan kearah bangku disebelah kiri ketika teman satu sekolahnya berseru keras dari tempat duduk ke arah lapangan bola. "Ayo terus, majuu."
Erza meringis. Menatap kearah depan. Melihat teman lamanya sedang mengiring bola mengelabui lawan, yang notabe pemain dari sekolahnya.
Ia mengendus kesal ketika teriakan teman-temannya semakin menjadi-jadi. Ia mengedarkan pandangannya ke kanan, kiri, depan, belakang. Meneliti satu persatu teman-temannya.
Erza kembali menggertakkan giginya ketika mendapati teman satu SMPnya dulu, Arif yang berteriak keras tepat di telinga kanannya.
Erza menghela nafas panjang, baginya semua yang hadir disini tak lagi menarik perhatiannya. Ia ingin tempat yang tenang. Oh tidak, bukannya ia tak sadar diri, buat apa ia merasa kesal hanya karena orang-orang berteriak kencang, karena tak heran lagi ketika melihat pertandingan bola pasti semuanya berteriak menyemangati tim unggulan masing-masing. Ia menyukai permainan bola, namun itu dulu. Kalian bertanya kenapa Erza berada disini jika dia hanya menyukai bola sedia kala? Jawabannya adalah teman satu SMPnya yang sedang teriak-teriak ga jelas. Padahal yang bertanding bukan dari sekolahnya tapi jiwa bolanya sangat kuat. Erza mengakui, ia sedikit menyesal telah ikut menonton bersama Arif. Tapi tak mengapa toh. Setelah ini Arif telah berjanji kepadanya untuk mentraktirnya cappucino cincau yang ada di sebrang depan sekolah.
Erza menundukkan pandangan menatap kakinya yang tak terhalang apapun. Ia sengaja melepas sepatunya ketika ditarik secara paksa oleh Arif tadi jauh sebelum pertandingan ini dimulai. Mengapa? Karena baginya lebih enak sama sekali tak beralas kaki dari pada memakai alas kaki. Ini pertandingan futsal persahabatan antara sekolahnya SMAN 1 Pangkal Pinang dengan MAN 1 Bangka Barat dan pertandingan basket persahabatan antara SMK 1 Bangka Barat dengan SMAN 3 Pangkal Pinang. Pertandingan persahabatan ini sering terjadi beberapa bulan sekali, tentu lawannya selalu berbeda beda setiap tahunnya. Namun baginya yang baru menginjak kelas 10, ini baru kala pertama baginya melihat secara langsung pertandingan persahabatan, dan itu artinya ia melihat pertandingan antara sekolahnya melawan sekolah teman lamanya. Kemarin ia sudah menyangka jika pertandingan persahabatan ini akan berlangsung menyebalkan. Namun ternyata firasatnya meleset. Baginya pribadi ini pertandingan ini amat sangat menyebalkan.
Erza memalingkan wajahnya ke depan ketika teriakan gol mengaum ditelinganya. Ia melihat teman lamanya dikerumuni tim-timnya. Berjoget-joget ria. Skor imbang 2-2 menjadi semakin sengit ditambah waktu terus berjalan. Erza tersenyum miring ketika melihat wajah teman lamanya itu yang tampak serius, namun raut kesenangan tercetak jelas di wajahnya.
Sungguh ini bisa membuat Erza gila. Erza kembali menundukkan kepalanya tak ingin mengikuti arah arus pertandingan.
Seandainya, waktu itu tak terjadi, mungkin bisakah ia kembali menyukai bola? Adakah niatannya kembali bergabung dengan klub bola? Apakah bisa ia berhenti menyakiti diri untuk hal sesederhana ini. Tidak. Jawabannya tidak. Untuk hal itu tak akan pernah bisa untuk kembali digenggam. Ahh..
"Laksana Erza Wibowo-"
Erza menoleh kearah sumber suara. Ia mendapati Arif yang sedang memandang lurus kedepan. Raut wajah Arif susah ditebak, sehingga Erza tak dapat menebak apa yang selanjutnya akan dilontarkan oleh Arif.
"Jangan jadi pengecut."
Erza menahan napasnya. Dapat ia dengar dengan jelas bahwa Arif melontarkan pernyataan dengan tegas. Tidak main-main.
"Jadilah Erza yang gue kenal. Bukan Erza yang sekarang. Lo mungkin akan bilang pada semua orang kalo lo fine. Mungkin semuanya akan ngira gitu. Tapi Lo ga bisa bohongi hati lo sendiri za. Ada gue, dan yang lainnya. Balik ke klub za. Lewati bersama-sama. Lo pasti bisa-" Arif menahan kalimatnya. Matanya menatap lurus kearah lapangan, masih mengontrol arah jalannya pertandingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once×Again
Teen FictionJangan lari lagi, kumohon. Jika ada masalah katakanlah. Jangan lagi. Sekali lagi, jangan.