Chapter III - Meeting Room

48K 4.1K 62
                                    

Miss Alessandra,

Selamat menikmati hadiahmu.

"Aku gila. Aku pasti udah gila!"

Sandra beberapa kali menggeleng-gelengkan kepalanya sampai pusing untuk menjernihkan pikiran. Benaknya akhir-akhir ini terus dibayangi oleh kado dan ucapan yang dikirim Marco. Padahal itu sudah dua hari berlalu!

Ya ampun, rasanya Sandra seperti orang yang gagal move on. Apalagi teman-teman sekantornya masih penasaran dengan sosok misterius yang kirimin kado itu.

Namun demi kenyamanan, Sandra bersikeras merahasiakan identitas Marco. Dia tidak mau orang-orang malah mengiranya tidak profesional. Apalagi kalau sampai digosipkan punya affair sama klien.

Sandra menarik napas dalam-dalam dan kembali menggelengkan kepalanya.

Oh ayolah, ini bukan kali pertama dia mendapat hadiah dari seorang laki-laki. Sandra mengenal cukup banyak teman laki-laki dalam hidupnya dan beberapa juga pernah memberi hadiah.

Dan ini pemberian Marco Fernandez. Sandra bisa menduga Marco pasti hanya bersikap seperti biasa. Predikat playboy nyangkut pada laki-laki itu bukan tanpa maksud. Tentu saja Marco sudah sering tebar pesona dengan hal semacam ini.

Lalu kenapa Sandra malah baper seperti anak abege yang mendapat kado dari gebetannya?

Oh, demi Tuhan! Sandra merasa konyol.

Taruhan, Marco paling hanya memperlakukannya seperti perempuan-perempuan lain yang dimodusinnya. Atau laki-laki itu sekedar menghibur Sandra karena sudah menembus terik matahari ke Kuningan.

Tatapan gadis itu kemudian tertuju ke cermin yang ada di wastafel toilet perempuan. Dia melihat pantulan bayangannya sendiri yang memakai kemeja biru pucat berpadu rok sepan putih. Rambut cokelatnya yang makin panjang dalam keadaan rapi terkuncir di atas kepalanya dan menyisakan sedikit poni di kening.

Hari ini ada meeting dadakan dengan kantor Marco. Pak Fahri yang biasanya datang lebih siang darinya juga sudah kelihatan senewen sejak pagi. Tapi, Sandra belum sempat bertanya karena pria itu keburu menyuruhnya macam-macam.

Setelah memastikan penampilannya prima untuk meeting, Sandra bergegas keluar dari toilet dan menuju tempat meeting. Tak berselang lama, Sandra mengetuk pintu kaca sebelum memasuki ruang serbaguna kantornya.

Ruang serbaguna itu tidak besar dan hanya diisi sebuah papan tulis berukuran sedang serta meja berkapasitas empat hingga enam orang. Dindingnya dilapisi kayu yang kedap suara hingga orang-orang di ruang sebelah tidak bisa mendengar pembicaraan di ruangan itu.

Kemudian Sandra melempar senyum malu-malu ketika mendapati orang-orang sudah menunggunya. Gadis itu berderap menuju kursi di samping Pak Fahri.

Mata Sandra melirik Marco yang duduk di seberang Pak Fahri.

Laki-laki itu memakai kemeja slimfit berwarna biru dongker yang membentuk tubuhnya dengan sempurna. Alis tebal laki-laki itu sesekali bertaut serius sedangkan bibir tipisnya terkatup rapat-rapat. Mata hitam Marco tertuju ke iPad yang sedang dipegangi laki-laki lain yang duduk di sampingnya.

Sekilas, Sandra menyadari wajah Marco tampak kaku dan tegang. Raut yang sama juga ditampilkan oleh Pak Fahri yang duduk di samping Sandra.

Ada apa sebenarnya dengan orang-orang ini? pikir Sandra bingung.

"Bisa dimulai rapatnya sekarang?" Laki-laki di samping Marco menegakkan posisi duduknya dan menatap tajam orang-orang di ruang rapat itu.

Tatapan laki-laki yang duduk di sebelah Marco itu seperti menembus hingga tulang-tulang. Suhu AC di ruang rapat itu juga mendadak makin dingin. Seketika tubuh Sandra berjengit.

You've Got (Love) MailTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang