Yoongi membasuh pisaunya dengan sedikit air untuk membersihkan darah yang menempel pada benda yang kini dipegangnya dengan jemari beruratnya.
Bukan pisau tipis datar dengan mata pisau menghadap ke bawah seperti pisau pada umumnya, melainkan pisau yang memiliki tiga sisi tajam yang digabung dan diputar spiral serta memiliki ujung yang sangat runcing.
Cairan merah yang diserap kain itu berteman dengan noda kemerahan yang sebelumnya sudah menghiasi helai putih tersebut dan membuat warnanya semakin kentara. Setelah kering, ia memasukkannya ke dalam sarung pisau hitam mengkilapnya dan disimpannya di saku bagian dalam jaket parasut tebal hitamnya.
Benda sepanjang tujuh inci ini merupakan barang yang selalu Yoongi banggakan. Bagaimana tidak, pisau tri-edge bernama Jadgkommando yang masih digenggamnya ini merupakan model edisi terbatas dari desain khusus Marfione dan belati taktis yang hebat.
Sebelum melangkahkan kakinya ke arah pintu, ia mengantongi headset yang tadi hampir ia lupakan membawanya. Tak lupa ia menutupi wajah pucatnya dengan masker hitam yang terlihat cocok dengan surai hitam pekatnya. Mata sipitnya sedikit terlihat di sela-sela poni panjangnya. Merasa tak ada yang kurang, ia membuka kunci pintu apartemennya, keluar dari ruangan itu dan membiarkannya terkunci otomatis.
Yoongi siap pergi membantai.
Devion
Pengantar Satu
©Maquia
Yoongi menyeduh kopi instannya dan duduk di kursi yang telah disediakan di depan minimarket, kemudian bibir tipisnya menyesap kopi kurang gulanya itu dengan mata yang melihat seseorang di dalam minimarket dibalik topi yang menghalangi matanya agar tak terlihat orang.
Tak lama, wanita dengan blazer hitam dan rok hitam selutut keluar dari minimarket tersebut, dan berjalan menyusuri jalanan sepi, hendak menuju rumahnya yang berjalak dua blok dari minimarket tersebut. Yoongi pun meletakkan gelas plastik berisi kopi yang belum habis ke atas meja dan berjalan lima meter di belakang kekasihnya. Ia memang tipe yang enggan jalan berdekatan. Bicara pun jarang, lihat saja, bahkan belum ada sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Gadis yang menjinjing kantong kecil belanjaan tersebut belok kanan di pertigaan, jalanan semakin gelap disana karena hanya ada satu lampu jalan. Yoongi mempersempit jarak antara dirinya dengan gadis itu seraya merogoh saku di bagian dalam jaketnya, kemudian mengeluarkan benda sepanjang tujuh inci tersebut, membuka sarung yang membungkusnya dan mempercepat langkah, hingga hanya tersisa jarak sebesar sepuluh sentimeter antara bahunya dan punggung gadis itu.
Entah karena minimnya pencahayaan, entah gadis itu yang kurang peka, entah Yoongi yang terlalu pandai menyembunyikan hawa keberadaannya, hingga ia tidak menyadari bahwa Yoongi sudah terlalu dekat dengannya.
Yoongi mengayunkan tangannya cepat, hingga pisau yang digenggamnya itu tidak meninggalkan sekedar sayatan biasa, namun lubang yang cukup dalam-khas Jadgkommando, pada nadi di leher kekasihnya.
Ξ
"Ini bayaranmu," ucap Hoseok, menyerahkan kertas berisikan bukti transaksi kepada Yoongi.
"Hm. Terimakasih," Yoongi mengambil kertas bertuliskan pengiriman uang senilai duapuluhjuta won tersebut kemudian memasukkannya ke dalam saku dalam jaket. "Apa ada misi untukku lagi?"
"Kau memang langsung mengambil misi setelah misi yang satu selesai, ya," ujar Hoseok dengan seringai kecil terpatri di bibirnya, mengambil sebuah kertas dari dalam lacinya.
YOU ARE READING
Devion
Fanfictioneκμηδένιση, pemusnahan. Tentang mudahnya Yoongi memusnahkan targetnya, tentang pahitnya Jimin memusnahkan masa lalunya, dan tentang mereka yang harus memusnahkan cintanya.