Prologue

2 3 0
                                    

Bel masuk berdentang cukup horor bagi telinga para pelajar. Mereka berhamburan pergi ke kelas masing-masing. Selama menunggu guru mengajar mereka, banyak di antara para siswi yang berdandan ataupun bergosip. Bahkan ada yang berpacaran. Untuk siswa-siswa lainnya masih wajar lah, hanya sekedar melempar kertas remas atau pesawat kertas. Bukankah itu kerjaan tak berguna para pelajar laki-laki di kebanyakan negara?

"Woi! Kepala sekolah datang ke sini! Duduk yang rapi!" Teriakan salah seorang siswa meriuhkan murid-murid kelas 2-B ini untuk duduk di bangku masing-masing. Bagi siswa yang dari kelas lain, mereka keluar lewat jendela. Begitulah siswa-siswa kebanyakan di dunia nyata bila mereka terjebak di kelas.

Seorang pria tua berumur setengah abad dengan pakaian formalnya masuk ke kelas bersamaan dengan seorang siswi baru.

Mereka semua menelik sekujur tubuh siswi baru itu.
Seorang gadis berperawakan cukup tinggi dengan surai hitam pekat bergelombang. Iris mata biru saphire yang condong seperti isi lubang cannon terhalangi oleh lensa dari kacamata minusnya. Sebagian besar kacamata minus bentuknya persegi panjang, kan? Bahkan seragam sekolah yang dibilang terlalu formal malah semakin membuat paras cantiknya terpancar cerah.

Pantas siswa-siswa berdecak kagum.

"Selamat pagi, semua. Kali ini, kalian memiliki siswi baru yang bisa kalian jadikan sebagai seorang teman. Silahkan perkenalkan namamu," ujar kepala sekolah.

"H-hai, semua. Namaku Kamisaki Yuuta. Aku pindahan dari Sendai. S-senang berkenalan dengan kalian," ucap Yuuta gugup.

Banyak yang saling berbisik, sebagian kecil Yuuta masih mendengar bisikan mereka.

Soal nama yang terdengar seperti nama pria.
Apa yang mempermasalahkan mereka dengan namanya? Bukannya orang tua bebas menamai anaknya walau nama yang mereka berikan terkesan seperti pria?

"Baiklah, Yuu. Kau bisa duduk di sebelah sana," kata kepala sekolah menunjuki bangku kosong yang terletak di sisi kiri barisan ketiga.

Yuuta hanya mengangguk pelan lalu memerintah kakinya untuk melangkah menuju bangku kosong itu. Banyak hujatan dalam format bisikan memekakkan telinga Yuuta. Sampai ia menghempaskan bokongnya ke kursi pun mereka masih menatap aneh padanya.

"Kau tidak usah pusingkan hujatan mereka, Yuuta."

Saat Yuuta mengambil buku dan alat tulis di tas kopernya, spontan ia segera menoleh ke depan. Di depan bangkunya terdapat seorang siswi bertubuh pendek dan tampang seperti anak SMP kebanyakan tengah tersenyum ramah pada Yuuta. Memang suara yang ia depan berasal dari depan bangkunya, tapi ia masih ragu-ragu untuk membenarkan kesimpulannya.

"Oh, ternyata kamu yang manggil. Iya, setiap aku sekolah memang seperti itu kok," kata Yuuta terkekeh renyah.

Gadis itu mengulurkan tangannya sembari tersenyum ala anak nakal. "Namaku Kawata Kyouku. Senang berkenalan denganmu, Yuuta."

Ia menjabat uluran tangan Kyoku dengan gugup, sesuai dengan senyum kikuknya yang Yuuta sunggingkan. "S-senang berkenalan denganmu juga, Kyouku."

****

Bel istirahat mendentangkan hati mereka hingga bergetar riang. Semua siswa langsung mengemasi buku dan alat tulisnya, tapi tidak dengan Yuuta yang malah mengeluarkan sebuah buku tebal. Sampul buku tebal yang mempesona nan menyejukkan tertera sebuah kalimat 'While Love Became Gore …'. Setiap harinya, Yuuta takkan pernah melewati satu hari pun tanpa membaca buku pemberian ibunya selama wanita yang Yuuta sayangi masih berkarir sebagai penulis hingga akhirnya mati mengenaskan …

… oleh salah seorang pria yang ibunda benci.

"Baiklah, untuk saat ini kalian bisa istirahat. Sampai jumpa di sesi pelajaran berikutnya." Kepala sekolah yang mesti mengajar kimia segera keluar dari kelas 2-B.

Melihat pria tua dengan jabatan paling menakutkan yang telah pergi, semua pelajar mulai berhura-hura dengan istirahat yang bagai sebuah acara foya-foya. Sebagian besar siswi-siswi kembali membincangkan tentang Yuuta.

"Kalau penampilannya udah modis gini sih, ketiga pangeran sekolah ini bakal berusaha menggaet hatinya."

"Ini tidak bisa dibiarin. Kita yang sudah lama bersekolah masa kalah sama murid baru itu?"

Terus saja mereka menggosipkan tentang kecantikan Yuuta yang membuat mereka berdecak iri. Lagipula, Yuuta juga tidak tahu siapa ketiga pangeran yang mereka maksud. Gadis berkacamata itu hanya mengernyitkan dahinya, pertanda bahwa ia tengah bingung.

"Yuuta!"

Sebuah tepukan lembut di bahunya dan suara seseorang mengagetkan Yuuta yang sedari tadi pikirannya entah melayang ke segala arah. Refleks ia menoleh ke arah suara tadi. Ya, Kyouku tengah duduk di depan bangku Yuuta sembari membuka kemasan roti isi daging ayam cincang yang lezat akan bumbu spesial ala ibunya.

Sembari memberikan satu buah roti pada Yuuta, gadis bersurai biru pekat diikat back twintails segera melahap bekal makan siangnya. "Kau ingin tahu maksud tiga pangeran yang dibicarakan oleh mereka, Yuuta?" tanyanya dengan mulut penuh.

Yuuta mulai melahap makanan pemberian Kyouku yang kemasannya sudah Yuuta buka. "Iya. Aku penasaran dengan ketiga siswa yang mereka bincangkan. Apa yang istimewa dari mereka bertiga?"

"Kau sepatutnya tahu. Aku jelasin identitas mereka." Kyouku segera mengambil 3 lembar kertas ukuran 5×5 cm dari kolong mejanya dan meletakkan begitu saja di meja Yuuta. Tentu saja ketiga lembar itu adalah foto hasil potretan Kyouku dalam tugasnya sebagai ketua eskul pengawas sekolah.

Kyouku bisa diibaratkan pepatah kecil-kecil cabe rawit. Biar tubuh segitu kecilnya tapi jangan dikira, Kyouku sangat mahir kalau soal mata-mata. Ya, karena itu adalah cita-cita yang ia pendam sejak kecil.

Ia menunjuk foto paling kiri, tampak seorang pria bersurai merah pekat dengan model spike punk yang tengah menyesap rokok. "Dia adalah siswa paling brutal di sekolah ini, Mamoritsu Sugaki. Dari tampangnya saja dia sudah menakutkan, terlebih lagi jika dia menyukai seseorang. Dia akan selalu memanfaatkan orang yang Sugaki sukai untuk kesenangannya sendiri. Dia paling tertinggi kalau soal catatan BK. Selain itu, dia adalah ketua geng motor."

Jari telunjuk Kyouku beralih pada foto bagian tengah, di mana terpotret seorang pria bersurai pirang cerah yang cukup menghalangi wajahnya tengah membully seorang siswa berkacamata. "Ini namanya Nakajima Kirie. Kau harus tahu, dia adalah anak dari kepala sekolah ini. Mungkin saat kau bertemu dan saling mengobrol dengannya, nada bicaranya memang sangat ramah. Tapi perkataannya yang terlontar pada lawan bicaranya tidak akan main-main. Sekali kau mencoba untuk akrab dengannya, Kirie akan selalu bermain kekerasan. Salah satu buktinya adalah foto ini. Dia paling suka sama dunia psikopat."

Lalu foto terakhir yang paling kanan Kyouku tunjuki, seorang pria dengan surai coklat kusam panjangnya yang mencoba melepas seluruh kancing seragam. "Ini yang terakhir, Miyuki Dai. Dari tampangnya sih dia memang termasuk pria paling kalem. Tapi kau jangan tertipu dengan pria satu ini. Dai adalah salah satu pangeran sekolah paling berbahaya. Bila kamu terjerumus pada dunia Dai, pria ini akan selalu mengajakmu pada dunia gelap. Dunia gelap yang aku maksud bukan mengajak minum bir di club kebanyakan, tapi kau akan selalu dihujani oleh kekerasan. Karena dia adalah ketua gangster di dunia gelap."

Yuuta yang sedari tadi menyimak penjelasan Kyouku hanya bertopang dagu sembari menghela napas. "Sepertinya aku punya misi besar," gumamnya lirih.

"Ha? Maksudmu?" tanya Kyouku kembali melahap roti isi.

Yuuta mengekori Kyouku sendu. "Ya, aku mungkin akan terlibat dengan mereka bertiga. Bila ini terjadi, aku harus bisa membuat mereka tersadar dan mengajak mereka untuk menentukan pilihan terbaiknya. Mereka harus punya pendirian, free for death? Or love for death? Itu pertanyaan yang akan aku pendam untuk menyadarkan mereka."

Kyouku yang menelan kunyahan makanan dengan susah payahnya itu tak bisa mencerna apa maksud pilihan Yuuta yang sama-sama berujung pada kematian tersebut.

Free for death?
Or love for death?

IsshoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang