Tadinya Daisi sudah siap dengan pakaian sopannya yaitu rok span selutut dan kemeja berwarna biru gelap serta ditangannya menenteng blazer hitam dan langsung saja ditentang kuat oleh Justin.
Dirinya disuruh kembali masuk dan berganti pakaian yang lebih layak untuk anak SMA. Hell!! Dimana tidak layaknya?! Ia bahkan merasa biasa biasa saja tadi. Dan karena Justin ia harus memakan waktu yang lebih lama selama 30 menit. Karena saat ia keluar dengan mengenakan pakaian yang berbeda tadi Justin kembali menolak karena bajunya kurang bagus dan kurang menunjukkan usia Daisi. Bahkan Justin mengancam akan mendatangkan salon dan desainer agar dirinya mau mengenakan pakaian yang lebih baik dari pilihannya dan lebih cocok digunakan untuk berpergian seperti ini.
"Sempurna! Pakai ini saja."
Dan berakhir pada percobaan ke enam saat Daisi memakai crop tee yang menurutnya tidak pantas untuk kesekolah berbentuk kemeja kotak kotak berwarna merah dan hitam lalu memakai rok flare skirt pendek berwarna putih. Sepatu kets yang melekat dikaki nya yang lebih putih setelah di spa kemarin. Rambutnya yang berwarna pirang cerah ia gerai sesuai permintaan Justin. Ditangan kanannya terdapat jam dan 1 gelang kecil.
Ia duduk di jok belakang bersama dengan Justin yang sibuk dengan tabletnya seperti mengecek laba dan rugi dari perusahaannya. Tapi itu tak berlangsung lama,Daisi kembali tanpa sadar memandang wajah Justin dari samping. Benar benar jiplakan malaikat. Dengan senyumannya yang menawan,alisnya yang bertaut seperti sedang serius memikirkan sesuatu,rahangnya yang tegas. Haruskah Daisi mengulang kalimat pemujiannya lagi?
"Daisi..kuharap firasatku benar. Apa kau sedang memperhatikanku?" Justin menoleh memergoki Daisi yang sedari tadi menatap pria itu
Gadis itu mengalihkan pandangannya dengan cepat dan perlahan rona merah bersemburat pada pipinya seperti anak yang ketahuan berbohong pada orang tuanya.
"Tidak. Aku..hanya sedang..sedang ingin..ikut belajar perusahaan bersamamu. Ya itu saja pak."
Baik Justin maupun Daisi sama sama mengerutkan keningnya. Merasa ada yang aneh dalam ucapan Daisi.
"Kau aneh. Tapi aku menyukainya." Ujar Justin riang lalu kembali sibuk pada tabletnya
Beberapa menit setelahnya mereka sampai pada salah satu sekolah bertarah internasional yang dipilihkan oleh Justin sendiri. Mereka turun dari mobil dan tangan Daisi digenggam oleh Justin seakan menuntunnya kemana harus melangkah. Sebenarnya Daisi ingin melepaskannya karena merasa tidak enak,tetapi ia urungkan disaat suasananya yang tidak pas.
Mereka duduk dihadapan kepala sekolah yang tersenyum ramah kepada mereka berdua.
"Daisi Charleen." Kepala sekolah itu mulai membaca identitas Daisi kemudian meletakkannya dimeja,tatapannya masih ramah seperti tadi
"Bapak Justin say-"
"Tidak tidak! Panggil saya Justin saja." Justin segera menyela seakan tak suka jika dirinya dipanggil 'pak' yang menurutnya panggilan terlalu tua
"Ekhmm..baiklah. Begini Justin,di sekolah kami menggunakan sistem kami sendiri. Tidak semua orang bisa masuk kesini." Kepala sekolah yang masih muda dan terlihat berwibawa itu tersenyum kembali "Saya tidak bisa menjamin apa apa soal ini. Disekolah ini dituntut untuk bisa penggunaan bahasa asing,terutama bahasa inggris karena standar bahasa bukan lagi bahasa indonesia. Pelatih juga akan kami hadirkan dari beberapa negara dan tentu saja penguasaan bahasa bahasa asing sangat diperlukan disini.-" Daisi menoleh kearah Justin yang sempat menoleh kearahnya lalu tersenyum seakan mengatakan 'tenang saja,semuanya akan baik baik saja.' "Disini juga mengharuskan siswanya mengikuti beberapa ekstra dan pengembangan bakat anak. Bukannya saya bermaksud merendahkan,tetapi..dilihat dari pendidikan dan maaf, sepertinya..akan sedikit susah untuk memasukkannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisi Charleen
RomanceSetelah kematian ibunya,Daisi hidup sebatang kara dengan mencari uang sendiri untuk keperluan hidupnya. Ia pernah mencopet dan melakukan hal lainnya untuk bertahan hidup. Keterpaksaannya karena tidak memiliki uang membuatnya memilih untuk tinggal di...