"Hei, kau sudah lihat Ren-kun di majalah terbaru?"
"Sudah! Ya ampun, dia benar-benar keren!"
"Di majalah ini pun, dia juga sangat keren! Aku akan membelinya~"
Risa tidak bisa berkonsentrasi membaca sinopsis buku yang sedang dipegangnya. Telinganya tanpa sengaja mendengar percakapan beberapa siswi SMA yang sedang berdiri bergerombol di depan rak majalah idola bulanan itu.
Tanpa sengaja ekspresi wajah Risa berubah sendu. Jemari lentiknya mengembalikan buku yang tadi menarik perhatiannya kembali ke jajaran raknya. Nafsunya mencari buku untuk menunjang tugas akhirnya lenyap sudah. Pikirannya melayang pada seorang pemuda yang namanya dielu-elukan oleh siswi-siswi SMA tadi.
Risa berjalan keluar toko buku itu. Menyusuri persimpangan Shibuya yang dipenuhi lautan manusia. Pandangannya lurus ke depan tapi pikirannya sudah tidak berada di tempatnya.
"Yappari... Aitakatta.."
Gadis itu duduk di salah satu cafe kecil di dekat apartemennya. Suasana hatinya sedang tidak bagus, ia tak ingin semakin merasa sendirian ketika sampai di apartemennya.
Gadis itu menekan tombol pada ponselnya guna melihat foto yang digunakannya untuk lock screen. Matanya kembali sendu melihatnya. Foto itu diambil sekitar dua tahun yang lalu. Pertama kalinya ia dan seorang pemuda bersurai kecokelatan itu bertemu.
Kling
Sebuah notifikasi membuyarkan lamunannya. Sebuah pesan masuk dari orang yang sejak tadi memenuhi pikirannya.
Senyum gadis itu mengembang tipis. Sangat tipis. Tapi tidak mengubah tatapan sendu di netranya.
"Naa, Risa"
Hanya itu saja pesan yang dikirimkannya, namun hal itu sudah membuat kedua pipi Risa menghangat. Dengan cepat, ia membuka chat room dengan pemuda itu.
Display name kontak yang baru saja mengiriminya pesan itu ditulis dengan dua huruf hiragana yang terbaca, 'Ren'.
Belum sempat Risa membalas pesannya, sebuah panggilan masuk. Tentu saja hal itu membuat Risa terkejut bukan main. Sepersekian detik kemudian, ia menekan tombol hijau di layar ponselnya dan menempatkan benda pipih itu di sebelah telinga kirinya.
"Moshi moshi, Risa?"
"Ya, ada apa, Ren?" Jawab Risa dengan senyum hangatnya. Ren harus tahu betapa bahagianya gadis itu sekarang.
"Tidak... Euhmm... Aku hanya ingin menelepon. Apa aku mengganggu?" Suara ringan pemuda itu terdengar sedikit gugup. "Apa kau sedang mengerjakan tugas akhirmu?"
"Tidak. Aku sedang bersantai sebentar di cafe dekat apaato." Risa menarik nafasnya sebentar. "Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"
"Aku baru saja selesai pemotretan dan sedang bersiap untuk makan malam,"
"Sou ka..." Risa baru saja sadar jika dirinya juga belum makan malam, mengingat ia sejak tadi hanya berkeliling perpustakaan dan toko buku untuk mencari buku referensi yang cocok. "Sepertinya aku juga akan memesan makanan setelah ini. Apa kau akan pergi makan bersama yang lain?" Tambah gadis itu ketika ia hanya melihat semangkuk dessert yang terhidang di hadapannya.
"Ah! Aku...berencana untuk mengajakmu makan malam bersama..."
Risa terdiam sejenak. Sedetik kemudian, senyumnya mengembang sempurna. Menunjukkan deretan gigi putihnya dan membuat matanya menyipit.
"Kenapa kau tak mengatakannya lebih awal?" Risa tertawa kecil.
"Warii. Jadi, apa kau bisa menunggu ku? Aku akan segera menjemputmu."
Risa kembali tersenyum, "Tentu. Kalau begitu aku akan kembali ke apaato lebih dulu untuk bersiap,"
"Baiklah. Aku akan tiba dalam 20 menit."
"Wakatta,"
.
.
Risa tidak bisa menahan senyum lebarnya ketika ia melihat Porsche putih yang sangat dikenalnya itu berhenti di hadapannya.
Gadis itu segera masuk dan menyapa orang yang sudah lama sangat ingin ditemuinya.
Kedua pipi Risa bersemu merah ketika pemuda bersurai kecokelatan itu tersenyum padanya. "Hisashiburi..."
"Aitakatta yo, Ren~" Tanpa peringatan, Risa melingkarkan kedua lengannya pada leher Ren. Menenggelamkan wajahnya pada dada pemuda itu.
"Ore mo..." Jawab Ren dengan senyum. Sebelah tangannya terangkat, mengusap puncak kepala Risa.
Risa melepas pelukannya, menatap Ren yang tersenyum ke arahnya. Setengah tahun lebih mereka tak bisa bertemu karena Ren yang disibukkan dengan pekerjaannya. Ya, maklum saja, Ren baru saja memulai karirnya sebagai debuted Johnny's. Ren diwanti-wanti untuk tak banyak pergi menemui kenalan wanitanya guna menjaga reputasinya. Karena itu mereka memutuskan untuk tak bertemu untuk beberapa bulan. Bukan berarti mereka tak berkomunikasi sama sekali, tapi tentu saja di kala rindu menggebu, berkomunikasi melalui pesan singkat ataupun video call tidaklah cukup, bukan?
.
.
"Tadi sore aku bertemu tanpa sengaja dengan penggemarmu di toko buku,"
"Lalu?" Tanya Ren enteng sambil menyendok kembali dessert-nya yang di hidangkan setelah mereka menyelesaikan main course. Ia mengangkat kedua alisnya, "Kau cemburu?" Terlihat sebelah bibirnya sedikit terangkat.
Kedua netra Risa membulat sempurna. Pipinya kembali bersemu merah. "A-apa-apaan itu? Tentu saja tidak!" Gadis itu dengan cepat memenuhi mulutnya dengan sesendok es krim bubble gum.
"Hmmm~"
Risa takut-takut melirik pemuda di hadapannya. Ren tengah menumpu dagunya dengan tangan kanannya. Menatap Risa dengan pandangan 'sou ka~'. Senyum yang terkesan mengejek itu terpatri di bibir tipisnya. Membuat Risa semakin salah tingkah. Jika ia tak ingat sedang berada di restoran, ia pasti sudah menggigit kuat-kuat lengan kekasihnya itu sebagai luapan rasa kekesalannya.
"Jadi.. sudah berapa laki-laki yang mendekati mu selama kita tak bertemu?" Tanya Ren mengalihkan topik.
"Tidak ada satupun..." Jawab Risa cepat. "Kurasa."
"Jangan bohong."
"Harusnya kau tahu sendiri bertanya mengenai hal seperti itu tak akan membuahkan jawaban yang baik," Risa menggaruk pelipisnya yang tak gatal. "Aku tidak terlalu mahir untuk merasakan atau menangkap sinyal-sinyal yang orang lain berikan."
"Dasar tidak peka." Ejek Ren dengan cepat tanpa ekspresi.
"Hai, hai. Sumimasen." Jawab Risa menanggapi seadanya. "Jadi bagaimana menjadi debuted Johnny's?"
"Tidak enak."
"Eh?"
"Aku jadi tidak bisa bertemu denganmu sampai setengah tahun lebih."
Risa menunduk dalam, menyembunyikan rona merah di wajahnya. Di saat yang sama, gadis itu dapat merasakan Ren tersenyum penuh kemenangan menjahili dirinya.
"Mou~ Jangan menggodaku."
Ren tertawa renyah. Sudah lama ia tak menggoda gadisnya itu. "Gomen, gomen.."
"Bagaimana kuliahmu?" Tanya Risa penasaran. Usia Ren terpaut setahun lebih muda dibanding Risa. Tapi hal itu tak dipermasalahkan oleh mereka. Risa yang berada di tingkat 4, harus segera menyelesaikan tugas akhirnya. Sedangkan Ren yang berada di tingkat 3 juga masih disibukkan oleh beberapa tugas dan materi yang harus dikejarnya mengingat ia cukup sering -terpaksa- tidak hadir di kelas karena pekerjaannya.
"Biasa saja. Tidak ada yang istimewa." Jawab Ren ogah-ogahan. Pemuda itu cenderung menghindari topik kuliahnya karena hal itu membuatnya teringat materi-materi kuliahnya yang belum dibacanya. Membuat kepalanya pusing. Ia masih ingin menikmati waktunya dengan gadisnya sekarang.
"Hei..." Risa menggantung kalimatnya. "Apakah tidak apa-apa kita bertemu?" Gadis itu melirik sekitarnya. Takut-takut jika ada penggemar atau siapapun yang bisa mengganggu ketenangan—mereka—atau lebih tepatnya—Ren.
Ren tersenyum. "Jangan dipikirkan." Ren mengusap puncak kepala Risa dengan lembut. "Ini akan menjadi rahasia diantara kita berdua."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
END (?)
.
.
.
Gyaaahhh apa-apaan ini ;;A;;) ngga jelas banget ya kan. Endingnya aja ga jelas. Soalnya ini ditulis begitu saja tanpa tahu arah dan tujuan ;;-;;) gomennasai TTATT) yah pokoknya semoga ini bisa menjadi pelipur lara buat 'dia' (atau 'mereka' sih) yang selalu request pengen RenRisa balikan XDDDEits. Tenang saja. RenRisa aslinya benar-benar sudah putus kok. Oke? :p
Tapi ini mungkin bisa berlanjut lho :( coba kalian tinggalin request-an aja di komen kira-kira si RR ini enaknya diapain(?) x'D mungkin kayak dikasih konflik atau pengen RR ini plot nya dibikin gimana di chapter selanjutnya (kalau ada niat untuk nulis) :"))) aku udah lama ga nulis jadi semoga ini masih bisa dibaca :')
Terima kasih sudah membaca 💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Futari Dake no Himitsu
RomanceFanfic RenRisa yang pertama kalinya ku publish (ha-ha) Ceritanya ngga jelas :( mohon maaf