"Kamu nunggu siapa Ra?"
"Eh? Nunggu Adit," jawabku saat tahu ternyata Binul, gadis yang beberapa bulan ini aku kenal.
"Wah masih betah saja sama si posesif. Oh, duluan ya, udah dijemput," kata Binul, berlari sambil melambaikan tangannya.
Aku menghela nafas, Adit si posesif, itu yang mereka tahu tentang cowok yang sudah aku kenal beberapa tahun ini.
Aku yang yatim piatu semenjak SMP bertemu dengan Adit dan keluarganya saat aku duduk di bangku kelas tiga SMA. Adit memaksa kedua orang tuanya untuk membiayaiku meneruskan pendidikan yang lebih tinggi, sebagai imbalan mereka aku harus bersikap 'baik-baik' pada Adit, cowok yang mengaku sudah jatuh hati padaku semenjak pandangan pertama.
Adit sangat memanjakanku meski aku jatuhnya selalu tidak enak pada dirinya dan kedua orang tuanya meskipun Tante Reni dan Om Joshua tidak keberatan mengingat mereka memang mendukung hubungan kami, dan mereka mengatakan sayang pada diriku sudah seperti anaknya.
Adit, cowok itu memang baik hingga aku pun berhasil jatuh hati hingga menjatuhkan diriku sendiri ke pelukannya, hanya saja mereka yang menganggap kami sebagai pasangan paling lengket dan lurus-lurus saja tidak tahu bahwa hampir setiap malam aku selalu dibuat lemas di pelukan Adit, cowok yang 'katanya' tidak seimbang denganku mengingat kata mereka Adit yang biasa-biasa saja tidak terlalu tampan dan diriku yang merupakan si kutu buku dengan wajah lumayan cantik. Meski begitu, bagiku Adit merupakan cowok tertampan, ia sudah menolongku saat sekarat di pinggir jalan. Pertama kali kami bertemu memang di pinggir jalan, dengan diriku bersimbah darah dan Adit menangis meminta orang tuanya membawaku ke rumah sakit serta meminta diriku untuk tinggal dengannya. Saat itu kulihat wajah Adit yang terlihat polos diusianya yang menginjak 18 tahun, hanya kelihatannya saja, nyatanya Adit adalah cowok paling mengerikan yang pernah aku kenal. Cowok itu bagai jelmaan singa, mengendalikanku, mengungkungku, namun sialnya aku menyukai singa tersebut, menyukai bagaimana dirinya terlihat terus semakin mencintaiku, menyayangiku dan melindungiku. Melindungiku dari yang lain, bukan dari dirinya sendiri. Ia kerap kali menerkamku, dan kuakui semakin kesini aku semakin pasrah diterkamnya.
"Sayang?" Panggilan tak asing yang kerap Adit gunakan untuk memanggilku. Aku putar kepalaku, Adit sudah berdiri di sebelah tempat yang aku duduki. Tangannya yang jahil membawa tanganku dengan tusukan bakso ke dalam mulutnya. Nyammm, kudengar ia menggumam kecil.
"Laper?" Tanyaku sambil kembali menyuapkan butiran bakso berukuran kecil, aku telah hafal bahwa kekasihku ini pecinta bakso.
"Belum, tapi aku suka disuapin kamu. Lagi dong," kata cowok yang memang pandai memanjakanku namun juga kerap kali tak kalah manja seperti anak kecil padaku. Aku tersenyum, kembali menyuapkan butiran bakso hingga butiran terakhir pada Adit. Aku suka melihat dirinya makan dengan lahap, teringat jika ia tengah merajuk ia tidak akan makan seharian sebelum aku membujuk dirinya dengan keras.
"Ayo pulang," ajakku. Adit menganggukan kepala, membawaku ke area parkir. Tidak ada yang tidak tahu siapa Adit, anak dari pebisnis kaya raya.
Aku kerap kali merasa minder jika bersisihan dengan Adit, hanya saja jika aku sedikit saja 'menjauhinya' ia akan mengamuk dan mencari penyebab aku berlaku demikian. Aditku memang seperti jelmaan Hulk, maka dari itu aku kerap kali memanggilnya Hulky dan ia akan pura-pura merajuk untuk mendapatkan kecupanku.
Aku melirik Adit yang tampak menggumamkan sebuah lagu? Matanya menatap lurus ke padatnya jalanan. Ia terlihat lebih tampan sore ini, penampilannya yang terlihat sedikit berantakan membuat dirinya terlihat seksi di mataku, mungkin di mata orang lain terlihat bagai gembel. Menurut mereka semua, Adit hanya sedikit mewarisi ketampanan sang papa dan hal itu hanya karena luka pada pelipis Adit yang memang menjalar sedikit panjang, luka itu ditimbulkan saat dirinya terjatuh dari sepeda motor saat masih duduk di bangku SMP. Namun, dirinya tidak berniat menghilangkan bekas itu, bagi dirinya ia terlihat jauh lebih baik dan beruntung akibat luka tersebut. Hanya anggapan biasa, kupikir agar dirinya percaya diri meski ada luka itu di pelipisnya. Katanya sih agar cewek-cewek berpikir ulang untuk mendekatinya.