Let You Go | Part 1

156 13 0
                                    

BRAK!!

"Della pingsan, Dan!"

Teriakan salah satu siswa di bangku depan kelas XI IPA 1 membuat orang yang dipanggil namanya secepat kilat meloncat dari bangkunya di belakang dan bergegas menuju arah depan.

Della yang tadinya menawarkan diri untuk mengambil kertas hasil ulangan harian beserta beberapa buku panduan, kini tergeletak tak berdaya di lantai.

Danny perlahan mengangkat tubuh gadis itu ke pangkuannya, lalu berjalan dengan langkah lebar menuju UKS. Raut wajahnya sangat kentara bahwa laki-laki itu khawatir, seakan ia takut kehilangan gadis itu.

Sementara itu, di sudut ruang kelas seorang siswi memperhatikan kepergian Danny dengan tatapan sendu. Menahan sesak yang bergemuruh di dadanya.

Dia Ara, tunangan Danny.

Bukan sekedar pacar biasa, karena kedua keluarga mereka sudah menjodohkan mereka sedari kecil. Hubungan mereka tidak sepenuhnya bisa disebut perjodohan karena mereka berdua juga saling menyayangi. Setidaknya itulah yang Ara percaya selama ini.

Ia dan Danny sudah menjalani hampir semua suka duka dalam hal berpacaran. Mulai dari tertawa karena lelucon garing, ngedate ke tempat-tempat yang sedang hits, dinner romantis, liburan keluar kota bersama keluarga besar, hingga putus-nyambung hanya karena masalah sepele. Namun sejauh ini, semua masih terkendali dan baik-baik saja. Bahkan teman-teman di sekolahnya memberi mereka gelar the perfect couple.

Sampai akhirnya di tahun ajaran baru saat mereka naik ke kelas XI, sosok yang bernama Della itu muncul. Gadis bertubuh semampai dengan wajah pucat yang selalu 'menempel' pada Danny. Danny tidak mempermasalahkan hal itu karena Della adalah teman masa kecilnya.

Ara tak tahu menahu soal itu, karena saat Ara kecil hingga tamat SD ia berada di Australia. Saat SMP barulah ia mulai mengenal Danny dan menjalin hubungan hingga detik ini.

Della.

Nama gadis itu mulai mengusik kehidupan Ara. Ia sadar perlakuan baik Danny hanya bentuk empati dan sayang sebagai seseorang sahabat, sehingga tak sepantasnya Ara cemburu. Apalagi setelah ia tahu bahwa gadis itu menderita sakit leukimia meskipun baru stadium awal, ia jadi tak sampai hati kalau harus membatasi gerak-gerik tunangannya sendiri.

Karena dari awal Della selalu berada di dekat Danny, ia akhirnya tak punya teman dekat lain. Jadi setiap gadis itu pingsan, orang langsung meneriaki nama Danny untuk segera datang dan membantu.

Itu sudah terjadi berulang kali.

Jika Danny tiba-tiba membatalkan janji dengan Ara, itu berarti laki-laki itu harus mengantar Della berobat, berhubung Ibu Della adalah single parent yang bekerja siang malam untuk biaya pengobatan putri tunggalnya.

Awalnya Ara tak mempermasalahkan hal itu, namun lama-kelamaan hal itu malah mengusiknya. Waktunya bertemu dengan Danny jadi semakin terbatas. Untuk sekedar mengerjakan tugas sekolah bersama saja Danny sampai tak ada waktu. Hingga perlahan ia merasa hubungannya dengan Danny terasa semakin memudar.

Pantaskah jika ia merasa Della sebagai pengganggu?

Meskipun kata itu terlalu kasar untuk dipikirkan, karena ia yakin Della juga tak ingin menerima sakit separah itu di usianya yang masih muda.

Hanya saja sekali lagi Ara melakukan pembenaran diri, mengapa Della selalu membawa-bawa Danny dalam setiap kelemahannya? Tidak bisakah ia mengurus dirinya sendiri atau berusaha tidak merepotkan orang lain yang sudah memiliki tunangan? Apa gadis itu tak mengerti bagaimana perasaan Ara saat orang yang ia sayangi berulang kali menggendong gadis lain di pelukannya.

Ara menghelas nafas panjang saat bel pulang sekolah sudah berbunyi. Ia merapikan buku pelajaran dengan malas dan memasukkannya ke dalam ransel putihnya. Ia melirik sekilas ke bangku Danny yang masih kosong. Laki-laki itu masih belum kembali ke kelas semenjak mengantar Della ke UKS.

Gadis dengan perawakan mungil itu akhirnya memutuskan untuk menyusul Danny. Ia menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga untuk menyembunyikan rasa gugupnya. Entah kenapa, ia hanya takut bahwa kali ini Danny akan mengabaikannya lagi.

Baru saja ia berniat mengintip ke dalam ruangan, Danny sudah terlebih dahulu membuka pintu. Laki-laki itu mengusap wajahnya kasar.

"Dan, udah bel pulang. Aku nggak bawa mobil, aku bareng sama kamu ya?" Pintanya diiringi senyum tipis.

Danny terlihat berpikir sejenak. "Ra, kamu pulang sama yang lain ya atau order taxi aja,"

Lagi?

Ara berusaha mengatur raut wajahnya agar tak terlihat kecewa. "Kenapa Dan? Della masih sakit? Bukannya udah ada suster ya?" Ara memang melihat sekilas bahwa ada seorang suster yang berjaga di dalam. Jadi bukannya tugas Danny untuk menjaga Della sudah selesai?

"Aku harus pastiin dia baik-baik aja, terus anter dia sampai rumah. Aku takut dia tiba-tiba pingsan lagi. Dia nggak bisa aku tinggal sendiri."

Aku juga nggak bisa sendiri, Dan.

Ara menghalau rasa kecewanya dengan memaksakan segaris senyum di bibirnya. "Ok. Semoga dia baik-baik aja. Kabarin aku kalau kamu udah di rumah ya?" Ucapnya kemudian.

Meskipun ucapannya hanya dibalas anggukan kecil dan senyum samar oleh tunangannya sendiri.

Ara berbalik dan melangkahkan kaki menjauhi ruangan itu. Ia tak sadar bahwa airmatanya sudah jatuh membasahi pipinya.

Untuk kesekian kalinya, Danny lebih memilih bersama Della daripada dirinya.

---



Let You Go [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang