Cinta Pertama

13.1K 597 44
                                    

Kami sering bertemu dikampus. Pertama kali mengenalnya, dia membantuku mengurus tagihan biaya kampusku yang tidak muncul di web. Dia Mas Suji, orang keuangan di kampusku.

“Yana, jangan minta jemput siapapun nanti. Aku yang akan antar kamu pulang.” Pintanya di suatu sore ketika aku baru saja sampai kampus, sedang duduk menunggu jam pertama dimulai.

Kami memang dekat sejak dia tidak sengaja melihatku terjebak hujan disuatu halte. Mengikuti kelas karyawan memang resikonya harus pulang malam setiap hari. Untung saja saat itu ada mas Suji. Dia menepi, dari balik kaca mobil menawariku pulang bersama. Matanya teduh. Senyumnya tulus dan suaranya… dari awal mula mengenalnya, suara Mas Suji adalah salah satu hal yang membuatku berhenti sejenak apapun yang sedang aku lakukan. Menenangkan.

**
“Yana, jangan order gojek. Hari ini saya jemput”
**
“Yana ayok makan bareng. Saya ke kantor kamu sekarang.”
**
“Yana, sudah sampai kampus? Temani aku di ruangan bisa? Aku ingin kerja sambil ngobrol. Masih ada waktu sebelum kelasmu mulai.”
**
“Yana kenapa baru angkat telepon?! Sudah malam! Kamu dimana sih? Kirim aku alamatmu. Ku jemput!”
**

“Iya mas.” Selalu jawabku mengiyakan tanpa paksaan. Malah senang.

Kedekatan kami, perhatiannya, waktu bersama, sukses membutku jatuh cinta. Mas Suji cinta pertamaku. Satu-satunya orang yang bisa sedekat ini denganku.
--
“Yannnnn, ayok nongki-nongki di kantin. Gue lapaarrrr." Fera sahabatku mulai menarik-narik tas yang kukenakan sebelum matanya melihat sesuatu dari belakangku. "Eh ada Pak Suji. Ayok pak ikut sekalian hehehe.” Fera menarikku menuju kantin. Baru jam setengah enam sore. Kelas baru mulai setengah tujuh. Masih ada waktu untuk makan sesuatu.

Tak lama kemudian, Fera menyenggol-nyenggol tanganku heboh. “Yan, yan, ads si bapak berwajah adem tuh yang sering lo bilang ubin musola lo.” Ocehan Fera merajuk pada lelaki yang sedang melintasi kantin. Dosen muda ganteng yang sering nongkrong di musholla. Adem banget memang liat Pak Jo, kayak lagi nempelin pipi ke ubin musholla.

Tapi sialnya, Fera mengoceh seperti itu didepan Mas Suji, membuatku tersedak sambil menahan malu.

Pelan, aku menoleh ke arah Mas Suju. Dia sedangmemperhatikanku dengan satu alis yang terangkat tinggi.

“Ck, kamu jangan suka genit gitu ah sama laki-laki. Aku gak suka. Dengar, akan sangat sulit menjagamu kalau ternyata kamu yang ganjen.”

“Dihhh aku gak ganjen, Mas. Itu Cuma candaan aja.”

Tangannya hinggap di atas kepalaku. “Bagus. Kamu sudah seperti adikku. Aku tidak mau kamu sakit hati karena cowok. Permudah aku menjagamu, oke?”
Iya. Aku, hanya adik dimatanya.
--

Karena Mas Suji, bulan-bulan terakhir ini aku merasa sangat bahagia. Terlepas dari dia yang menganggapku adiknya atau apapun, dia sangat menjagaku. Kadang perlakuannya membuatku berbunga-bunga, Sebelum semuanya menjadi abu-abu dan perih.

Kemarin, tiba-tiba saja ada yang menerobos masuk ke ruangannya ketika aku bertandang kesana. Seorang wanita dewasa yang sangat cantik dan anggun. Awal melihatnya saja aku sampai melongo mengagumi semua hal ditubuhnya.

Wanita itu memeluk Mmas suji di hadapanku. Mas Suji juga seppertinya melupaka keberadaanku sampai aku memutuskan keluar dari ruangannya.

Besoknya barulah dia telepon menjelaskan bahwa perempuan bernama Sechan itu adalah seseorang dari masa lalunya. Ada yang belum selesai di antara mereka, katanya.

Setelah telepon itu, aku tidak bertemu dengan Mas Suji selama tiga hari. Risau dan rindu jadi satu.

Aku duduk di teras rumah. Menikmatu suasana sore di hari minggu yanh cerah sembari menunggu kabar dari seseorang.

Cinta Pertama (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang