1

24 3 0
                                    

It’s Hurt
Kopi hitam kusiapkan di atas meja kerjanya yang penuh sesak oleh helai kertas yang bernilai triliunan. Kepulan asapnya masih terlihat, aromanya semerbak menggoda. Ia menyeruput dengan khidmat sembari menikmati aroma kopi yang ku rasa sama saja, yang ku tahu akan pahit tanpa adanya gula. Kopi tetaplah kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin disembunyikan.
“Pulang dengan siapa kau semalam?” ia bertanya tanpa memandangku, seakan kopi adalah objek yang lebih elok.
Aku bertahan dengan keheningan, hanya ada suara pelembap ruangan yang berderu. Aku lelah, tepatnya batinku. Tanpa menjawab lekas saja aku keluar setelah membukuk hormat layaknya karyawan lain di hadapannya.
Prank
“Kenzi aku bertanya padamu!” suaranya meninggi menciptakan gema, hatiku tercabik namun kenapa wajah ini masih saja datar dan kembali menghadapnya dengan pandangan congkak walau tangan ini gemetar.
Kopi yang tadinya serasa ia agungkan sudah menggenang di pojok ruangan bercampur dengan kepingan gelas. Semudah itu kah ia mencampakan sesuatu? Apakah berlaku juga untukku?
“Maaf Tuan Lay ada yang bisa saya bantu? Lagi?” aku bertanya sembari melirik kekacauan yang ia perbuat. Mengabaikan tatapannya yang seakan menguliti.
Tak lama dengan langkah lebar ia menghampiriku, tangan kokoh itu mencengkram kedua pipiku yang ku rasa akan meninggalkan ruam kemerahan setelahnya. Aku memekik, menarik tangannya untuk menjauh namun tak ada hasil.
“Katakan! Siapa laki – laki itu!” tuntutnya, mengabaikan air mata yang sialnya mengalir. Hilang sudah ketegaran yang tadi kuciptakan.
Ketukan pintu mengalihkan perhatiannya, perempuan berpotongan baju pendek melenggang ibarat dirinya model diatas catwalk. Ia berhenti disampingku dengan pandangan menilai saat aku memalingkan wajah menghapus bukti ketidak berdayaanku dihadapan laki – laki yang sekarang sedang ia cumbu.
Lay menarik diri lebih dulu, meninggalkan bekas saliva bercampur lipstik merah maroon di ujung bibir. Dengan gestur menggoda perempuan yang ku tahu bernama Yein menghapus jejaknya dengan ibu jari.
“Kau sepertinya sedang kesal.” Ia berpura – pura menebak sambil memainkan kerah kemeja Lay.
“Sedikit.” Lay berkata dengan santai, soketnya melirikku yang sejak tadi tak mau menatap ke arahnya.
“Aku punya sesuatu yang bisa kau makan agar suasana hatimu membaik.” Tawarnya akan sesuatu, aku sangat mengetahui arah percakapan mereka.
Tanpa menunggu komando, aku memilih angkat kaki dari ruangan yang semakin membuatku sesak. Retakan hatiku terasa makin lebar dan dibubuhi garam.
Seseorang pernah bertanya padaku, “Untuk apa kau mempertahankan luka hati yang hanya membuat matamu berair?”
Aku sendiri juga tidak tahu.

TBC

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[Lay Fanfiction]It's Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang