1. ruang sekolah

67 5 9
                                    

#based on true story#

Seseorang mengayunkan pergelangan tanganku.

"hey antar aku ke ruang guru untuk mencetak surat," ujar Ann sambil berlalu keluar kelas tanpa menunggu sebuah jawaban. tanpa merasa dirugikan aku menuruti saja dan segera mengekor dibelakang Ann.

"bukannya ruang guru disini? kau mau kemana?" ucapku pada Ann yang malah melewati ruang guru begitu saja.

"sebentar, aku pinjam dulu laptop. komputer di ruang guru sedang tidak bisa dipakai." ucap Ann tanpa berhenti melangkah menuju satu-satunya ruang kelas yang masih ramai sore ini.

sambil menunggu Ann kembali aku berusaha mengintip siapa saja guru yang belum meninggalkan ruangan itu. hanya ada satu bapak guru didalam sana. aku tersenyum melihat guru tersebut.

"kau mau mencetak surat atau modus?" ujarku sembari melempar senyum penuh makna sambil menatap Ann yang berjalan kearahku dengan tangan kosong. Ann tersenyum salah tingkah dan memukul pundakku pelan lantas mendahuluiku masuk ke ruang guru.

"bapak permisi ya, saya mau cetak surat dan izin mengambil laptop bapak Fatih di mejanya." izin Ann tanpa menghentikan langkahnya menuju meja yang bertuliskan Fatih Diyaz S. Pd. diatasnya. Ann terlihat berusaha menutup-nutupi sesuatu. mungkin debaran jantungnya? entahlah.

"silahkan, sudah dapat izin?" jawab satu-satunya bapak guru yang berada diruangan itu sambil menatap Ann yang sudah memunggunginya untuk mengambil laptop pak Fatih. sedangkan aku berusaha mengabaikan saja mereka berdua berinteraksi satu sama lain sembari membaca buku yang menganggur diatas meja rapat. kubalik sampulnya, kata Firman tertera disana. buku itu milik guru ekonomi.

"sudah, aku pinjam untuk mencetak surat," kata Ann sambil membawa laptop tersebut mendekati mesin cetak yang kebetulan mejanya bersebelahan dengan meja guru yang membuat Ann salah tingkah.

"bisa tidak? perlu bapak bantu?" tawar pak Yana sambil memperhatikan Ann yang sibuk mencari kabel sambungan mesin cetak ke laptop.

"bisa, bisa..." jawab Ann cepat, terdengar seperti salah tingkah. "eh, bapak! kabelnya yang ini 'kan?" sahut Ann cepat meminta perhatian dari pak Yana yang baru saja akan meninggalkan mejanya.

Ann dan pak Yana terlihat sibuk berdua, dari awal oeranku hanya menemani jadi aku diam saja memperhatikan dari balik buku yang pura-pura asik kubaca. 

tak lama setelah mesin cetak berhasil membuat modus Ann berjalan lancar, pak Yana terlihat mengenakan jaketnya. entah apa yang mereka bincangkan aku hanya bisa tersenyum menonton mereka dari balik buku yang jelas, Ann terlihat berusaha bersikap wajar sedangkan pak Yana–guru dengan sikap asiknya–tak bosan-bosannya melemparkan candaan bertubi-tubi pada Ann. aku yakin sekali Ann susah payah menata hatinya agar tak meledak jika saja pak Yana berdiri terlalu dekat dengannya.

tas terpasang sempurna di punggung pak Yana. tangan kirinya memegang helm motor, "Ann, bapak duluannya," itu salam perpisahan untuk Ann. "Sky, bapak pulang ya" kemudian pamit ketika melewati aku yang sukses berpura-pura membaca buku dari awal hingga akhir tontonan menyenangkan ini.

"hati-hati pak!" teriakan Ann menyusul dengan lambaikan tangan untuk pak Yana yang sudah benar-benar keluar dari luar ruang guru.

"siap! terimakasih," Jawab pak Yana tak kalah kencang dari suara Ann.

begitu punggungnya sudah tak terlihat lagi dari balik jendela ruang guru, aku baru mendekat kepada Ann, "duh, bahagia nih. modusnya lancar jaya!" ujarku seraya melepas tawa yang tak tertahankan lagi.

"ish, diam! nanti terdengar!" Ann meninju bahuku kencang. "tolong bantu aku mencetak beberapa surat lagi. aku mau memanggil Zahra sebentar." sahut Ann berjalan menuju ke luar ruangan. "oh! tolong dibenarkan juga ya beberapa penulisan yang salah dalam suratnya!" katanya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.

sekarang hanya ada aku di ruang guru itu sembari sibuk membenarkan beberapa susunan yang masih terlihat sangat acak di layar laptop. ketika bersiap untuk mencetak surat yang selesai diperiksa dan dibenarkan, Ann sudah kembali lagi ke ruang guru tanpa Zahra. cepat sekali. pikirku lantas melepas pandangan dari layar laptop beranjak berdiri dibalik jendela yang langsung menghadap ke halaman parkir sekolah. seluruh halaman parkir terlihat jelas dari jendela ini, karena letaknya berada di lantai dua dan tepat di bagian tengah gedung. kulihat punggung pak Yana masih berdiri di samping motornya. terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"sudah, biar aku saja yang menyelesaikan mencetak suratnya, kau lihat doi pulang saja." ujarku setelah beberapa saat berpikir kemudian merebut laptop dari hadapan Ann. diluar dugaan, Ann menjerit kegirangan dan buru-buru melongokkan kepalanya ke jendela.

"lho, mana doi? motor byson-nya masih di sana, tapi orangnya tidak di sana tuh?" kata Annie cepat.

secepat itukah pak yana meninggalkan lapangan parkir? kemana dia? batinku dengan kedua alis yang saling beradu, sedikit kecewa niat baikku tak berjalan selancar itu. tak kalah cepat dari pikiranku seseorang justru berujar dari arah pintu ruang guru.

"wah, wah siapa doi Ann yang menggunakan motor byson  itu?"

celaka!

pak Yana tengah berdiri diambang pintu ruang guru tak kurang sedikitpun dari yang terakhir kulihat melalui jendela. dari pada itu, pak Yana terlihat seperti sudah berdiri sejak lama disana. senyumnya mengembang sampai menyipitkan kedua matanya. Ann membeku ditempatnya, rasa-rasanya ia tak ada ide untuk menyangkal. 

aku justru penasaran apa yang membuatnya bisa secepat itu kembali ke ruang guru hingga sudut mataku terkunci pada amplop berwarna coklat tebal bertuliskan 'Soal Ujian Tengah Semester kelas 12' tak jauh dari sikutku, kawasan meja pak Yana.

...


some part of this story has been changed and disguise to keep the true story confidential.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

all your storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang