❅──────❅ •°•✷•°• ❅──────❅
ㅤ
ㅤ
"Apa dia baik-baik saja?""Aku harap..."
Yiyang memusatkan energi yang terkumpul di telapak tangannya untuk mensensor keseluruhan tubuh Hina yang terbaring.
"Tidak ada luka serius, hanya luka gores ringan—yang sudah ku tangani—dan kelelahan," tutur Yiyang begitu selesai dengan sensornya.
"Tapi ku rasa lebih baik kita segera ke sebrang, di sini juga sama tidak amannya," lanjutnya.
Jaemin mengangguk setuju dan berbalik keluar ruangan. Tak sampai lima menit, Ia kembali bersama Jeno dan Taeyong. Tanpa banyak bicara, Taeyong mengulurkan tangannya seolah menggambar sebuah lingkaran di tengah ruangan, lalu mengulur satu tangan yang lain pada yang terdekat, Jeno.
"Oh- Haruskah kita melakukan ini?"
Taeyong melayangkan tatapan jengah, memaksa Jeno untuk menyambut uluran tangannya. Disusul Jaemin dan Yiyang yang menggenggam tangan Hina. Lalu detik selanjutnya mereka menghilang.
ㅤ
***
ㅤHina POV
Terang. Terang sekali sampai semuanya nampak putih. Tidak ada yang lain, hanya aku.
Ayah?
Ibu?
Mereka sudah pergi dan tinggal aku disini. Sendiri. Lalu untuk apa aku hidup? Aku tidak punya alasan lagi untuk bahagia ketika yang ku miliki hanya diriku sendiri yang tak bisa berbuat apapun.
"Kamu harus hidup."
Eh?
Aku melihat ke sekeliling, tapi hanya putih yang ku tangkap. Mungkin aku salah dengar.
"Kamu harus bertahan, Hina."
Ibu? Apakah itu suara ibu? Aku menyahutinya, namun kenapa aku tidak mendengar suaraku sendiri? Aku berteriak, tapi suaraku tetap tak terdengar. Aku berusaha lagi dan lagi untuk berteriak, bukan suaraku yang ku dengar namun cahaya yang semakin terkikis hingga perlahan kegelapan yang mengurungku.
ㅤ
Author POV"IBU!"
Hina berteriak, Ia baru saja sadar dari tidurnya. Ia memindai sekelilingnya sambil mengatur napas.
"Ternyata mimpi..." monolognya.
Hina turun dari tempat tidur. Sedikit terkejut mendapati tubuhnya telah terbalut gaun tidur yang jelas tidak ia miliki.
Ia meneliti keadaan sekitar. Kamar tempat Hina berada terlalu luas untuk satu orang. Desain ruangannya seakan menggambarkan sesuatu yang mewah, terlihat dari beberapa ornamen yang berlapiskan emas.
Ada sebuah pintu kaca yang sebagian tertutup tirai berwarna peach. Tampaknya pintu tersebut mengarah ke balkon. Begitu Hina membuka pintu tersebut, benar saja, Hina telah disambut oleh pemandangan yang asing namun..... indah.
Halaman luas dengan tanaman yang rimbun membentang di sekitar bangunan tersebut, tembok yang menjulang tinggi membentenginya dan jauh di sana perbukitan hijau tampak asri.
"Suka pemandangannya?"
Hina terlonjak kaget. Jaemin berdiri disampingnya, entah muncul dari mana.
"Kenapa kamu ada di-"
Kalimat itu belum sempat selesai ketika otak Hina terlebih dahulu memproses ingatannya tentang kejadian kemarin, ketika Sora menyerangnya dan seseorang yang menolongnya.
Jadi orang itu Jaemin?, pikir Hina.
Jaemin keheranan melihat Hina yang mendadak diam.
"Hina?" Jaemin menepuk pelan pipi si gadis.
"Y-ya?" Hina secara reflek menambah jarak diantara mereka.
"Maaf kalau aku kurang sopan, aku kira kamu tidak sadar."
"Oh, ya. Tidak apa, aku hanya kaget. Tapi kenapa kamu bisa tiba-tiba ada disini? Kita.... dimana?"
Kekehan kecil terdengar dari Jaemin. Entah mengapa menurutnya wajah bingung Hina telihat lucu.
"Kamu akan tahu nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dan berganti pakaian, semua sudah disiapkan di dalam lemari. Aku harus keluar sekarang, sampai ketemu nanti," tutur Jaemin, meninggalkan Hina dalam kebingungan.
ㅤ
ㅤ
ㅤto be continued....
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Neraida [Hina]
FanfictionGong Hina, seperti remaja pada umumnya ; bersekolah di SMA Seoul, punya orang tua yang super sibuk, dekat dengan beberapa teman, hobi nonton film dan menghabiskan kuota. Kehidupannya normal seperti kebanyakan remaja. Sebelum ia dihadapi kenyataan b...