Senjani suka cokelat. Langit suka moka. Mereka berada di zona nyaman bernama persahabatan. Atau mungkin zona berbatas yang tak pernah menguntungkan kedua belah pihak?
Di penghujung musim kemarau, Senjani sudah tidak sabar bertemu hujan. Rasanya ia ingin cepat-cepat bermain di bawah rinainya, ia juga begitu merindukan aroma petrikor. Sedangkan Langit hanya tertawa mendengar hal itu.
"Jani, nanti kamu terasingkan kalau hujan datang." Ujar Langit sore itu ketika Senjani baru selesai menceritakan alasannya murung beberapa hari terakhir.
"Kenapa begitu?" Tanya Jani. Ia tidak mengerti perkataan Langit.
"Nanti Langitnya sedih karena nggak ada Senja." Ujar Langit sembari menekuk wajahnya.
Jani tertawa melihat wajah Langit.
"Aku serius, Senjani." Ujar Langit meyakinkan.
Senjani baru membuka mulutnya ketika ponsel Langit berdering. Sebuah panggilan telepon dari-- Raina.
Senjani diam. Ia memilih meraih cokelat panas di depannya yang sudah dingin. Langit yang melihat wajah tanpa ekspresi milik Jani memilih ikut diam beberapa detik sebelum mengangkat telepon itu.
"Hallo,"
"....."
"Apa? Di mana?" Langit mendadak mengarahkan pandangannya ke sekeliling.
"..."
"Di belakangku?" Sekarang Langit berdiri dari kursinya lalu membalikan tubuhnya.
Ia tak lagi menempelkan ponsel di dekat telinga. Yang Senjani lihat adalah seorang gadis dengan rambut sepunggung berjalan ke arah Langit lalu mereka berdua berpelukan mesra.
Senjani meringis dalam hati.
Sungguh Senjani ingin terbahak melihat pemandangan di depannya.
"Lang, aku kangen sama kamu."
Tiba-tiba saja hati Senjani terasa seperti terbakar. Panas.
"Kenapa tiba-tiba ke sini?" Mereka melepaskan pelukan.
"Kalau kangen harusnya aku aja yang ke sana." Lanjut Langit kemudian.
Senjani sudah berdiri dari kursinya berniat pergi.
"Eh, Jani mau ke mana?" Tanya Langit yang sadar pada pergerakan Senjani.
"Aku baru inget kalau besok aku ada acara. Aku duluan, ya."
Baik Langit atau Senjani sama-sama merasa berat hati jika obrolan mereka berakhir seperti itu. Tanpa ada kepastian dan terkesan menggantung.
Tiba-tiba saja Jani menyesal tidak mengucapkan perkataan, kamu serius soal Langit yang akan sedih kalau Senjani nggak ada? Yakin? Bukankah Langit bahagia jika yang selalu bersamanya adalah hujan?
Sejak peristiwa itu Senjani tidak lagi suka dengan hujan. Padahal hari itu masih musim kemarau. Kemarau yang panjang, yang gersang yang berhasil mengenyahkan harapan Senjani menjadi seperti debu-debu jalanan.
🍫🍫
Senjani bangun di pagi buta. Padahal matanya baru terpejam satu jam lalu.
Apa Senjani akan kehilangan Langitnya?
Senjani ingin Langit.
Pikiran Senjani sangat kacau. Ia tahu soal Raina. Gadis bernama Raina itu memang sedang dekat dengan Langit. Sejak kepulangan Langit dari Bandung tiga bulan lalu, Langit beberapa kali pernah menyebutkan nama Raina di sela obrolan mereka.