01

430 56 10
                                    

Siang itu, walau sinar matahari sedang terik-teriknya, seluruh murid rela berdesak-desakan untuk menonton sesuatu, yang terjadi di tengah lapangan basket. Di tengah kerumunan itu, ada sepasang manusia yang saling berhadapan.

Salah satunya menunduk, membiarkan rambut hitam panjangnya menutupi wajah yang sekarang ini telah merah, semerah tomat. Tangannya yang gemetar memegang rok sekolahnya yang berwarna abu-abu, guna menghilangkan kegugupan yang tengah melandanya kini.

Ia mendongakkan kepala, menatap sepasang bola mata hitam.

Ia menghela napas. "Aku... suka sama kamu. Kamu mau jadi pacarku?"

Semua orang tercenung, hening sejenak.

Laki-laki itu menggeleng, lalu tersenyum. "Maaf ya, tapi kamu hanya aku anggap teman. Maksudku, bukan berarti aku tidak menyukaimu, aku menyukaimu, tapi hanya sebatas teman."

Rata-rata yang menonton aksi nekat itu mencibir, mereka segera meninggalkan lokasi. Gadis itu menunduk, lalu berlari menuju kelas dan langsung pulang tanpa memerdulikan pelajaran sedikit pun.

                          ***

Keesokan harinya, berita pernyataan cinta itu merebak luas. Semua orang telah menjadikan berita itu menjadi top hot topic di seluruh penjuru kelas.

Si gadis yang tengah dibicarakan itu hanya bisa menunduk sambil berjalan menuju kelas tatkala mendengar berita yang telah berubah posisi menjadi gosip itu. Gadis yang mengenakan kacamata itu bernama Nesya Anindira Rosaline atau biasa dipanggil Rosa. hampir semua orang tidak mengetahui namanya, sebelum kejadian itu terjadi. Tapi, sekarang dia seperti artis panjat sosial di sosial media--biasanya, terkenal karena sensasinya--

Rosa berjalan semakin cepat, berharap tidak perlu mendengar pembicaraan memuakkan itu. Tapi hal itu memang masih bisa ia terima, karena ia sendiri juga mengutuk kesalahannya.

"Ini dia artis kita! Sensasimu sungguh luar biasa!" seru salah satu siswa.

Sebagian siswa lainnya turut menyambutnya dengan tawa sarkas, sedangkan sebagiannya lagi menutup telinga rapat-rapat. Rosa hanya bisa menunduk dalam dan berjalan menuju kursinya. Ia segera duduk dan langsung menelungkupkan wajahnya di atas meja, berharap waktu berjalan cepat agar ia bisa pulang dan melupakan semuanya.

Jam pelajaran pertama dimulai dengan mata pelajaran fisika. Guru wanita itu menjelaskan dengan suara sedang, membuat beberapa anak menganggap rumus-rumus fisika adalah sebuah nyanyian nina bobok. Sebagian lagi mendengarkan dengan serius sambil mencatat hal penting. Rosa adalah sekian dari murid yang tidak mendengarkan pelajaran itu. Pikirannya melayang pada kejadian kemarin di mana Rafael menolaknya di depan banyak siswa.

Tidak terasa, jam pelajaran telah berganti, tapi bergantinya jam pelajaran, tidak membuat suasana hati Rosa turut berganti. Suasana hatinya semakin buruk.

Bagaimana tidak?

Guru bimbingan konseling yang merangkap menjadi guru matematika itu telah membawa buku pelajaran serta senjatanya. Bukan senapan atau pisau, melainkan sebilah rotan. Rotan yang senantiasa ia gunakan untuk memukul murid yang berani tidur atau tidak memerhatikan pelajaran.

Begitu guru itu masuk, seluruh murid diam. Yang mengantuk segera melotot, yang siap belajar menjadi lebih siap. Bahkan, Rosa langsung melupakan patah hatinya seketika itu juga.

"Selamat pagi menjelang siang anak-anak." guru itu memilin kumis tebalnya.

"Tidak lupa kan? hari ini ada ulangan?" ia menyeringai lebar seakan akan ingin menerkam siswa-siswanya.

Semua murid meneguk air liur masing-masing, mereka bertatap satu sama lain, saling memberi kode untuk bekerja sama.

"Ingat, yang ketahuan menyontek, langsung keluar dan minggu depan akan remedial!"

Suasana semakin tegang, semuanya sontak mengambil alat tulis dan segala benda berisi sontekan. Mulai dari kotak pensil, penghapus, tangan, pensil, dan lain-lain.

Ulangan itu berjalan selama kurang lebih dua jam pelajaran. Beberapa dari mereka ada yang dibawa keluar karena ketahuan menyontek. Setelah ulangan itu usai, semua murid berhambur ke luar kelas.

Rosa tetap pada tempatnya, ia tetap menelungkup seperti semula setelah ulangan. Ia berencana untuk tidur sampai jam pulang tiba, karena setelah ini adalah pelajaran biologi dan bahasa indonesia, yang selalu berhasil membuatnya mengantuk.

                          ***

"Kamu mau tidur sampai kapan? Ini sudah waktunya pulang."

Rosa mengucek matanya dan menguap. "Jam berapa sekarang?"

"Jam tiga sore. cCepat! Aku mau bersih-bersih!" hardiknya.

Rosa segera memasukkan segala peralatan sekolah yang tergeletak di atas meja, lalu memasukkannya ke dalam tas. Ia beranjak, tapi dia tidak langsung pulang, ia berencana ingin mencuci wajahnya di wastafel toilet.

Usai mencuci wajah, Rosa berlari keluar dari sekolah dan menuju ke halte bis. Baru saja duduk dan menghadap ke depan, ia melihat pemandangan yang membuat sakit hati. Di sana, tepatnya di seberang jalan, Rafael dan Kirana—mantan temannya, tengah bersenda gurau sambil menikmati sebuah es krim. Dari kejauhan, Rosa melihat Rafael menyingkirkan helai rambut di wajah Kirana dan Kirana merespon dengan sebuah senyum manis.

Muak melihat itu, Rosa berlari kembali masuk ke sekolah yang masih sedikit ramai dengan murid yang mengikuti ekstrakurikuler. Ia terus berlari dan mengabaikan tatapan aneh orang, hingga ia berhenti dan menangis di depan danau berwarna biru gelap. Ia berharap bahwa ia bisa melupakan kejadian memalukan ini. Ia juga berangan-angan, jika suatu hari nanti ia bisa hidup bahagia dengan kisah cinta yang manis tanpa rasa sakit.

Ia mendongak dan terkejut. Sekarang ia ada di danau angker yang sering diceritakan orang-orang. Ia mundur perlahan, tetapi sayang, salah satu kakinya menginjak lumut yang membuatnya tergelincir dan terperosok masuk ke dalam danau. Rosa panik, ia tidak bisa berenang. Ia mencoba berteriak minta tolong, tapi terlambat. Air sudah ada di atasnya, membuatnya semakin tenggelam ke dalam danau.

TBC

Miraculous Lake [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang