04

163 38 7
                                    

Memangnya, Pangeran Rakai itu, siapa?

Suara langkah kaki terdengar mendekat. "Pangeran... Yang Mulia memanggilmu ke ruangannya," ucap seorang prajurit yang tadi melangkah mendekat.

Rosa melupakan lamunannya dan segera bangkit untuk membereskan perlengkapan berpedang milik Pangeran.

"Pangeran. Biar saya bawa perlengkapannya," ucapnya sopan.

Pangeran memandangnya dengan tatapan hangat sambil menahan tawa, "Mau sampai kapan kau berbicara formal padaku? Apa perlu aku berlutut di hadapanmu sambil memohon agar kau tak melakukan itu lagi?"

Pipi Rosa memerah. "Tentu tidak Pang-- makusdku Rakai."

Pangeran tertawa dan berbisik pada Rosa. "Anggap saja aku pangeranmu dan kau orang yang spesial untukku, jadi jangan begitu lagi ya."

Pangeran Rakai berlalu sambil menahan tawa, sedangkan Rosa tak dapat mengontrol detak jantungnya sendiri. Apa iya, ia jatuh cinta dengan pangeran? Tapi, hal itu sangat mustahil, mengingat ia bukanlah siapa-siapa, ditambah lagi statusnya yang belum jelas asal usulnya.

***

"Rakai."

"Ada apa ayah?"

"Hari ini, ayah ingin berbicara serius padamu. Bisakah?" tanyanya dengan senyum hangat.

Rakai mengernyit. Ia tidak pernah dengar ayahnya bertanya terlebih dahulu untuk memulai pembicaraan yang serius. Lalu ia mengangguk pelan.

Tiba-tiba pintu masuk yang bewarna coklat dengan ukiran flora yang indah itu terbuka. Empat orang mulai masuk. Dua di antaranya, Rakai yakin mereka adalah prajurit kerajaan, satu lagi seorang Raja mereka dan yang terakhir, seorang Putri jelita dengan berpakaian kebaya merah yang indah  dan terlihat mewah. Sesaat, ia menyita perhatian Rakai, namun detik berikutnya Pangeran muda itu sudah tidak tertarik lagi, Putri itu memang cantik namun wajahnya terlihat ketus.

"Aah, kalian sudah datang. Silakan duduk," ucap Ayah Rakai dengan sopan, mempersilakan Raja dan Putri itu duduk di tempat yang telah disediakan.

Mereka duduk. Raja juga menyuruh Rakai duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Sang Putri.

"Langsung saja ke intinya, tanpa berbasa-basi lagi. Putriku sudah tahu semuanya, jadi tinggal menunggu keputusan Putramu." Raja itu menyela saat Ayah Rakai hendak berbicara.

Pria paruh baya itu menghela napas panjang. "Rakai, Ayah akan menjodohkanmu dengan Xylorina. Kau mau, kan?"

Rakai masih berusaha mencerna keaadaan yang menimpanya ini. Benarkah?
Ia akan dijodohkan?
Dan apa-apaan pertanyaan Ayahnya yang barusan?

Hei, itu bukan pertanyaan, itu lebih terdengar seperti sebuah pemaksaan.

"Bisa beri aku waktu? Ini terlalu cepat."

Sang Raja tertawa. "Baiklah anak muda. Tapi sebaiknya jangan terlalu lama. Karena kalau aku jadi kau, mana mungkin aku menolak menikah dengan Perempuan secantik Putriku ini?"

Rakai hanya tersenyum paksa. Lalu ia membungkukkan badan dan melenggang keluar dari ruangan itu. Menyisakan tiga orang disana dengan suasana sunyi.

Ayah Rakai tersenyum. "Mungkin aku harus menyusul putraku dan menasehatinya agar pilihannya tidak salah dari yang kita inginkan," ujarnya sambil terkekeh.

Ia pun turut pergi dari sana.

Tiba-tiba, Xylorina menggebrak meja dengan tangannya yang mengepal erat. "Kenapa dia ragu-ragu sekali?!"

Raja di sebelahnya tertawa. Ia mengelus puncak kepala Putrinya sambil berkata, "Sabar saja, Putriku. Aku yakin ia tidak akan menolakmu, tapi lihat saja kalau itu terjadi. Maka kerajaan mereka akan hancur!"

***

Rakai berjalan dengan tergesa-gesa di lorong kerajaan. Kepalanya pusing untuk menghadapi semua kenyataan ini. Tiba-tiba ia dijodohkan begitu saja dan harus cepat mengambil keputusan.

Tanpa sadar, ia tidak melihat dan menabrak seseorang. Rakai langsung mundur benerapa langkah dan mendapati seorang gadis yang baru saja ia tabrak.

"Rosa!"

Rosa menoleh. Ia menatap wajah cemas Rakai. Perlahan ia menarik senyum. "Aku tidak apa-apa, Rakai."

Rakai menghela napas lega. Namun raut cemasnya masih tercetak jelas disana dan mengundang rasa heran Rosa.

"Ada apa?"

Mau tidak mau, Rakai terdorong untuk langsung jujur kepada gadis itu. "Tiba-tiba Raja dan Putri kerajaan sebelah datang. Ayah bilang, ia akan menjodohkanku dengan putri itu."

Tubuh Rosa tercengang. Ia hampir tidak percaya. "Bagaimana denganmu?"

"Sebenarnya aku tidak mau. Karena..."

"Karena?" tanya Rosa.

"Karena aku sudah punya orang yang kusayang," balas Rakai lirih.

Entah kenapa Rosa merasa dadanya sesak. Namun ia mencona tersenyum. "Lebih baik kau pergi ke kuil saja. Mungkin dewa bisa menjernihkan pikiranmu dan membantumu untuk memilih."

Rakai mengangguk. Lalu meninggalkan Rosa di sana dengan perasaan yang berkecamuk.

***

Siapa yang menyangka, orang yang sedang tidak ingin Rakai temui, sekarang malah ia temui.

"Nak, apa kau sudah menentukan pilihanmu?"

Suara Rakai terdengar nyaring. "Ayah! Apa maksud Ayah tiba-tiba menjodohkanku?!"

"Jangan begitu. Sebenarnya ayah juga tidak mau melakukan ini, tapi tidak ada pilihan lain. Ini demi menjaga perdamaian antar kerajaan."

Mendengar hal itu Rakai langsung diam. Ia tahu posisi kerajaannya yang sedang lemah sekarang ini, mudah sekali untuk kubu musuh menyerang. Dan entah kenapa hatinya tergerak begitu saja untuk memilih demi kebaikan semuanya.

"Baiklah," balasnya lalu ia melenggang pergi dari sana tanpa mengucap sepatah kata apapun lagi.

Sang Raja mendongakkan kepalanya sambil menutup matanya, angin meniup. Ia berharap ada yang bisa membantunya di posisi seperti ini. Pangeran Rakai melangkah menuju Kuil untuk berdoa. Meminta petunjuk tentang langkah apa yang harus ia pilih, saat ini.

TBC

Miraculous Lake [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang