Senin pagi, harusnya menjadi awal baru untuk memulai masa-masa SMA yang menyenangkan, harusnya menjadi hari yang bersejarah, karena hari ini adalah hari MOS pertama SMA Nusa Bangsa, SMA ter-elite di kota ini. Tapi tidak bagi gadis pecinta pikachu itu, dia masih berguling-guling ria di kasur pink kesayangannya. Menurutnya, berlama-lama di kasur lebih menyenangkan dari pada harus berangkat ke sekolah barunya. Sampai seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamarnya, membuka tirai di kamar serba pink itu. Membuat gadis pemilik wajah cantik yang masih tidur itu mengeliat, mengerjapkan mata beberapa kali karena cahaya matahari menerobos masuk kamar, sedikit mengganggunya.
"Non Dara.. sudah jam setengah 6 non. Ayo bangun, non Dara nanti terlambat."
"Ah bibi.. 5 menit lagi, please.." kata gadis itu dengan suara serak khas orang bangun tidur, menarik selimut pikachunya menutupi seluruh kepala.
.
.
.
"Non Dara bangun non, sudah jam 6 non!" Bibi kaget saat melihat Dara yang masih tertidur pulas. Padahal semalam gadis itu mewanti-wanti bibi untuk membangunkannya lebih pagi, karena pembukaan MOS SMA Nusa Bangsa akan diadakan jam 06.30 pagi.
"Yahhh bibiii.. Kenapa nggak bangunin aku dari tadi sihhh?" Masih dengan kesadaran yang belum utuh, gadis itu berlari menuju kamar mandinya, tergesa-gesa. Bisa dibilang dia hanya mandi bebek, karena dia hanya mandi sekedarnya saja, berburu dengan waktu.
Darayana. Umurnya sudah 17 tahun, tapi dia belum bisa diakui kedewasannya. Punya kepribadian 4D, salah satu cirinya yang tidak bisa dipisahkan dengan gadis itu. Dara adalah orang yang banyak tertawa, dia juga suka melakukan hal-hal di luar kebiasaan orang normal. Akan tetapi, gadis pecinta makanan pedas ini wajib diacungkan jempol dalam hal kecerdasannya. Dia sudah berulang kali menjadi perwakilan sekolah-sekolahnya dulu untuk mengikuti berbagai olimpiade, dan pulang sebagai juara. Maklum, Dara adalah hasil pertemuan antara dua orang cerdas yaitu mamanya, dokter spesialis bedah jantung dan papanya, CEO perusahaan IT ternama di negeri ini. Dengan orang tua yang masing-masing sibuk dengan dunia pekerjaannya, Dara hanya bertiga di rumah yang besar dan luas dengan pembantu dan sopirnya. Tapi jangan salah, orangtua Dara sangat menyayangi anak semata wayangnya itu, jadi mereka pasti sesekali pulang untuk bertemu dengan putrinya.
Dara sampai di aula sekolahnya dua menit sebelum acara pembukaan MOS dibuka. Ini merupakan rekor tercepatnya untuk tiba di sekolah dalam waktu 30 menit dimulai dia bangun dari tidurnya. Jelas cepat, karena tadi di jalan dia memaksa pak sopirnya untuk terus menambah kecepatan mobil agar cepat sampai di sekolah. Dan sekarang, Dara duduk manis di aula bersama para murid baru lainnya yang tidak dia kenal. Dara celingak-celinguk mencari seseorang yang ternyata tidak dia temukan, dia tersenyum kecewa. Sampai seorang gadis cantik menyapanya, membuat dia tersadar dari kegiatan melamunnya.
"Permisi, boleh aku duduk disebelahmu?"
"Iya gapapa duduk aja." Kata Dara mempersilahkan gadis yang barusan menyapanya.
"Eh iya, aku Nova. Nova sabila, kamu?"
"Aku Dara. Darayana."
"Salam kenal, Dara." Nova tersenyum sambil mengulurkan tangannya. Dara menjabat tangan Nova sambil terkagum-kagum dengan kecantikan teman barunya ini. Mereka berdua lalu mengobrol ala teman baru, saling cerita pengalaman sekolah mereka sebelumnya.
Sementara seorang pemuda tampan bertopi hitam di pojok aula sedang tersenyum menatap Dara penuh arti.
Didepan, sang ketua OSIS, Wahyu Pratama masih menjelaskan tentang Masa Orientasi Siswa (MOS), tata tertib sekolah itu, dan lain lain. Sedang panitia MOS yang lain berjalan mengontrol kondisi para murid baru untuk memastikan mereka mendengarkan penjelasan didepan, tidak mengobrol sendiri. Disini, para Panitia MOS memulai aksinya, memasang wajah sok galak di depan adik tingkatnya. Karena itu dua orang yang sejak tadi sibuk berkenalan, yaitu Dara dan Nova menghentikan kegiatannya sebentar.
YOU ARE READING
Fall and Love
Fiksi RemajaMempersembahkan kisah kasih masa SMA dalam dekapan takdir. Ucapan terima kasih, permintaan maaf, pengakuan cinta, segalanya tidak akan cukup. Bahkan masih dalam dekapan cinta, mereka saling menggenggam persahabatan. Mereka bukan Tuhan, mereka hanya...