Prolog

11 1 0
                                    

Surai hitam itu berkibar diterpa angin hangat musim panas . kakinya yang bergantung, tak berhenti berayun. Mata indahnya terpejam menikmati angin yang menerpa wajahnya. Perasaan tenang yang sungguh dia dambakan dalam setiap harinya.

Matanya terbuka kala menyadari matahari yang mulai tenggelam, berganti dengan gelapnya malan. Helaan nafas berat terdengar dari bibir mungilnya, dia sadar sekarang dia harus pulang. Kakinya terangkat naik menjejak tanah dan mulai melangkah dengan langkah pelan, seolah enggan pergi

.
.
Sebuah rumah yang amat megah, rumput hijau dan bunga-bunga tampak sangat asri dipandang. Taman hijau menyerbakkan bau bunga, membuat siapapun seakan terpanggil untuk berbaring disana, sangat tenang dan damai.

Ternyata kedamaian itu hanya ditemukan pada halamannya saja, nyatanya saat ini, perang dunia tengah terjadi didalam rumah megah tersebut.  "PRAAANGG!!" suara pecahan gepas itu menggema keseluruh penjuru, terlihat para pelayan menunduk takut saat sang majikan meluapkan amarahnya.
"Dasar lelaki gak berguna! Enyah kamu dari sini! Kamu hanya bisa minum dan menghabiskan uang-uangku, tapi meninggalkan semua tanggung jawabmu. Lalaki macam apa kamu ini!?" marah sang majikan pada sang suami yang kini tengah duduk bersandar disofa kebesarannya dengan sebotol minuman yang tak henti ia teguk. "Apa kamu bisa diam? Berisik! Aku ingin istirahat" racaunya. Mendengar itu sang istri kembali tersulut emosi, dia melemparkan apapun yang ada dihadapannya, hingga kegaduhan tak dapat dihindari.

Gadis itu berjalan dengan santainya, menaiki tangga dengan kaki mungilnya. Seolaj kegadihan yang dia dengar dan dia lihat tak pernah terjadi. Telinganya seolah telah kebal dengan semua suampah serapah dan suara pecahan gelas yang dilempar sang ibu. Ini sidah bagaikan rutinitas hariannya, dia terlalu lelah untuk sekedar menghentikan pertengkaran yang seolah tak berujung itu.

Gadis itu segera melempar ranselnya keatas ranjang, berjalan kepojok ruangan, duduk sembari menekuk lututnya, menenggelamkan wajah cantiknya dibalik poni panjang yang membingkai wajah seputih susu itu. Telinganya mulai menangkap suara-suara dari lantai bawah, dimana mereka yang tak berperasaan terus bertengkar tanpa menyadari putrinya telah pulang. Air matanya mengalir seiring teriakan dan suara pecahan yang kian keras, isakannya tak lagi dapat terdengar, dia terlalu lelah memperdengarkan isakan memilukannya. Setiap kali hatinya merasa seakan teriris mendengar semua yang dikatakan sang ibu dan sang ayah hanya diam, terkadang dia merasa kenapa dia harus ditakdirkan mengalami semua ini? Apakah Tuhan begitu membencinya? Bisakah ia bertahan dengan semua ini, atau dia harus mengakhirinya? Mengakhiri semuanya.
Gadis malang itu hanya dapat menikmati semua yang telah dan akan terkadi, meski hatinya seakan ditikam ribuan pisau yang siap membunuhnya kapan saja.




♣♣♣♣♦♣♣♣♣
Ini pertama kali aku buat atau mungkin post cerita
Sorry kalo ada kesalahan dipenggunaan kata, tanda baca atau yg lain
Aku masih blajar dan butuh bgt masukan

So...
Don't forget to Voment plus follow
Insya Allah cerita ini bakal post 1 minggu sekali
Karna aku jg sibuk sm skolah
Tp klo lg mood langsung lanjut
Intinya aku butuh Voment kalian
LuvYou😘😘
R_SngPenggoresTinta

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Merajut Hati Yang LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang