Rumah yang tepat di depanku saat ini sebelumnya kosong. Sudah beberapa bulan tidak berpenghuni. Tapi pagi ini ketika aku bangun dari tidurku saat melihat melalui jendela, banyak orang dewasa yang berlalu lalang.
Keluar kamar, aku menemukan Mama sedang sibuk dengan alat dapurnya.
"Ma, di depan ada apa?" tanyaku.
Mama masih dengan pekerjaannya menjawab, "Ada yang pindahan. Tadi saat Mama keluar, Mama lihat mereka punya anak yang seumuran dengan kamu." Aku mengangguk-angguk.
"Apa dia akan bersekolah di tempatku juga?" tanyaku lagi.
"Mama gak tau. Udah, sekarang kamu mandi. Ini makanan sudah siap." Aku melakukan apa yang diperintahkan Mama. Bergegas kembali ke kamar untuk mandi.
Sudah tiga hari rumah yang sebelumnya gelap itu berubah menjadi terang benderang, dan tak sekali dua kali ada banyak suara dari sana. Dan sudah tiga hari juga aku tau kalau anak yang di katakan Mama kemarin tidak bersekolah di tempatku. Namun selama tiga hari ini, aku jarang melihatnya keluar rumah.
Seminggu kemudian, aku mendengar gelak tawa dari luar. Dengan penasaran mengintip keluar melalui jendela. Disana ada anak perempuan yang mungkin memang seumuran denganku. Sedang berbicara sesekali tertawa dengan laki-laki dewasa, yang mungkin itu ayahnya.
Lebar sekali senyumannya. Kira-kira apa yang dibicaran mereka? Aku penasaran, tapi enggan keluar. Karena aku belum sekalipun untuk menyapa tetangga baru yang... kenapa terlihat bahagia sekali?
Sebulan kemudian, aku baru mengetahui namanya, dia Hana dan memang seumuran denganku. Katanya ia bersekolah di dekat rumahnya yang lama. Dan setiap hari akan diantar jemput oleh ayahnya.
Setelah beberapa kali bertemu, aku jadi sering bermain dengannya. Cukup dekat hingga beberapa bulan setelahnya kami mulai menjauh. Semenjak aku mendengar kalau ayahnya meninggal, dia jadi jarang keluar rumah lagi.Padahal sebelumnya, setiap sore ia dan juga sang ayah akan duduk di teras, menghabiskan sisa sore dengan berbicara sambil sesekali bercanda.
Dua tahun kemudian kami mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Sibuk belajar untuk ujian nasional. Sibuk untuk mengikuti tes-tes yang ada untuk masuk ke sekolah di jenjang yang lebih tinggi. Dan lagi, ku ketahui kami tidak satu sekolah.
Enam tahun berjalan. Kami sama sekali tak saling sapa. Entah siapa yang memulai, tapi ketika berhadapan untuk senyum saja rasanya sangat canggung. Selama enam tahun ini, aku merasa masih sama seperti sebelumnya, akan keluar rumah untuk bermain di akhir pekan. Berkumpul di salah satu rumah tetangga yang kebetulan satu sekolah denganku.
"Ra, apa kamu masih bermain dengan Hana?" tanya Gina, rumahnya dua rumah dariku namun tidak satu sekolah.
Pertanyaan Gina membuatku terdiam sesaat, "Nggak. Kelihatannya dia sibuk. Aku hanya mendengar suaranya di pagi dan petang hari dan itu hanya sebentar."
Memang, sesekali aku masih melihat tetanggaku itu melalui jendela. Hana akan keluar rumah ketika jam masih menunjukkan pukul 6 pagi dan dia juga akan pulang pukul 6 sore. Dan Hana sudah bisa membawa motor, kalau aku tidak salah ia mulai belajar setahun setelah ayahnya meninggal.
Mengingat ia yang hampir seharian berada di luar rumah, membuatku bertanya, apa saja yang dilakukannya hingga membuatnya selalu pulang sore?
Lulus SMA merupakan harapan setiap murid yang sudah mulai bosan dengan pelajaran yang banyak dan mulai penasaran juga dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi, perkuliahan.
Pukul 6 sore aku sudah berdiri di jendela, dan tak lama setelahnya Hana datang dengan motornya. Dengan seragam putih yang penuh dengan coretan pilox, sayup-sayup aku mendengar percakapan Hana dan ibunya yang masih berada di teras.
"Aku lulus dong." ujarnya bangga.
Dari sini aku dapat melihat betapa bahagianya dia, pun dengan sang ibu yang tak menyembunyikan sorot bangga pada matanya.
Melihat senyum bangga dan jenaka yang terpatri pada Hana mau tak mau aku juga ikut senang. Senang kami sama-sama lulus. Dan perjuangan selanjutnya adalah tes untuk memasuki perguruan tinggi.
Dua bulan kemudian, aku mendengar berita tentang Hana. Yang entahlah, siapa yang memulai, berita itu menyebar sangat cepat.
"Ra, kamu udah tau cerita tentang Hana?" Tiba-tiba Mama bertanya saat kami sedang duduk-duduk sambil menikmati acara tv.
Aku menoleh pada Mama kemudian menggeleng, "Nggak, memang cerita apa?" sama sekali aku tidak mengetahui apa yang sedang dibicarakan oleh orang-orang. Aku terlalu fokus belajar untuk ujian tulis, berhubung untuk jalur undangan aku tidak lulus, meskipun dari awal aku sudah pesimis dengan jalur undangan.
"Katanya Hana lulus jalur undangan. Tapi gak diambil. Padahal kesempatan emas loh. Jarang yang dapat kesempatan bagus." Aku hanya diam sama sekali tidak menanggapi.
Kemudian Mama kembali bersuara, "Katanya lagi, gara-gara nggak ada biaya. Kasian ya, Ra."
Diam, hanya itu yang aku lakukan.
Setelah mendengar berita itu. Aku mulai menyadari, Hana mulai jarang keluar. Padahal aku benar-benar yakin kalau dia berada di rumah. Karena samar-samar aku masih mendengar suara sumbangnya bernyanyi.
Dua bulan kemudian aku mulai sibuk dengan kuliahku, dengan segala persiapannya. Dan selama itu Hana tidak menampakkan hidungnya.
Dan lagi, cerita Hana kembali singgah di telingaku.
"Itu akibat gak tau dirinya."
"Udah di kasih kesempatan. Tapi malah di sia-siakan."
"Makanya sama Tuhan nggak di kasih lulus."
Dan banyak sahutan lagi, yang dapat kusimpulkan kalau Hana tidak lulus di tes tertulis perguruan tinggi.
Hana semakin mengurung diri. Bahkan aku sama sekali tak melihatnya, dan akhir-akhir ini nyanyian sumbangnya sudah tidak ku dengar.
Apa dia masih berada di rumah yang berada tepat di depan? Apa dia pindah? Bagaimana keadaannya? Apa semua yang dibicarakan oleh orang-orang itu benar? Bagaimana perasaannya?
Entahlah, setelah aku masuk dunia perkuliahan. Aku sama sekali tidak mendengar berita tentang Hana. Gadis itu menghilang. Rumah itu kembali kosong. Dan seperti kebiasaanku, sesekali aku mengintip melalui jendela, melihat rumah yang beberapa tahun belakang berpenghuni, sekarang sudah kosong lagi, sunyi, dan sangat sepi.
Gadis yang sebelumnya kuketahui memiliki senyum yang lebar, bibir yang tidak hentinya bergerak, pembawaan yang ceria. Perlahan mulai memudar , dihukum oleh lingkungan yang bahkan baru di kenalinya.
Hana, sekarang apa kabarmu?