Rintik Pertama

47 1 1
                                    

Hujan, titik-kan rintik pertama. Lantas, pantaskah benci berbunga?

(1)

******
Mentari mulai memijar, menapaki bumi bagian timur dengan gagah. Percik sinarnya menembus awan abu-abu sisa hujan kemarin malam. Rintik hujan menjamahi bumi yang sudah satu bulan tak basah, menimbulkan aroma yang khas. Pagi ini bumi benar-benar megah , bersolekan langit biru dan surya yang mengintai dibalik awan putih, dibubuhi pelangi setengah lingkaran, bak mahkota Putri diraja. Sangat manis. Semanis garisan yang melengkung di wajah Biru hari ini. Tepat dihari ini, Biru berhasil melepaskan jubah putih merahnya dengan predikat sempurna yang membuat ia menjejakkan kakinya di Sekolah Menengah Pertama yang ia inginkan.

Pagi ini, siswa-siswi berpakaian olahraga, lengkap dengan ornamen-ornamen yang unik, memenuhi lapangan SMP Wina Karya. Masa Orientasi Sekolah sudah memomoki mereka. Segelumit kegiatan- kegiatan yang ditata rapi oleh panitia yang mayoritas senior membakar semangat siswa-siswi yang baru merangkak keluar dari zona nyaman mereka. Zona dimana mereka selalu dibuai dengan jeritan-jeritan lembut wali kelas, zona dimana mereka selalu dipapah ke jalan terang, serta kenyamanan-kenyamanan lainnya yang tak lagi mereka temukan hari ini. Mereka dipanggang berjejer dibawah matahari yang menjilat ganas, hingga bercucurlah air tubuh mereka. Dari puluhan siswa yang berjejer rapih, Biru diantaranya. Tampak ia sedang memancing angin dengan menampar-nampar udara di sekitar wajahnya, berharap panas yang membakar wajahnya segera padam. Tanpa ia sadari sosok pria bertubuh kecil dengan kulit sawo matang mendekati Biru.

" Dik, Biru kah?" Senyumnya merekah hingga menyentuh telinga.

" Iya, ada apa kak?" Tanya Biru yang berhasil menebak bahwa ia seorang senior.

" Aku Hujan, kakak pembina kelompok sebelah" Ujarnya manis, sembari memberikan sebotol air mineral kepada Biru lalu pergi meninggalkan Biru dengan tatapan yang penuh tanda tanya.

"Dia siapa? Dari mana ia mengenaliku? Batinnya.

Tiba-tiba Biru dikagetkan oleh tepukan lembut dipundaknya.

"Hey, ayo istirahat. Kita hanya diberi waktu 5 menit untuk ini" Sapa perempuan berwajah ayu dengan rambut ikal yang dikucir kebelakang. Tanpa basa-basi ia menarik tangan Biru ke bawah pohon rindang yang tumbuh di sudut lapangan.

" Nih untuk mu" Katanya sambil menyodorkan sebungkus roti sobek.

Biru hanya terdiam tanpa kata, matanya bergantian melirik roti dan perempuan itu.

" Kamu kenapa?" Tanyanya sambil menatap Biru

" Tenang, aku gak bakalan racuni kamu" Sambungnya sembari memegang tangan Biru

" Eh, bukan. Em aku, aku bingung kenapa hari ini aku menjumpai orang-orang yang baik seperti kalian" Tututrnya lirih

Perempuan itu tersenyum. "Itu karena kamu indah" Sambungnya

"Indah? Maksudmu?"

Belum sempat dijawab pertanyaan Biru. Pekikan senior membuat siswa-siswi menghentikan istirahatnya dan berhamburan menuju lapangan.

" Oke, semuanya. Kalian mengerti?" Teriak ketua panitia setelah panjang lebar menjelaskan apa yang harus mereka persiapkan besok.

"Siap, mengerti" Jawab mereka serentak.

" Bagus. Sekarang bubar barisan, grak" Teriaknya lantang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Puing-puing BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang