1.

1.3K 186 27
                                    

Mark masih menunggu jawaban Jaemin. Pemuda bersurai coklat di depannya hanya diam saja sejak tadi dan tidak berekspresi apa-apa meski sudah ditanyai belasan kali.

Kemarin, Jaemin marah besar melihat Mark berdekatan dengan Kang Mina---mantan Mark saat kelas sebelas di acara perayaan hari ulang tahun sekolah mereka.

Jaemin yang saat itu sedang menyiapkan berbagai keperluan lomba (ia termasuk anggota OSIS yang mengurusi jalannya acara) melihat Mina duduk bersama Mark dan mencubit lengan pacarnya.

Bagaimana reaksi Mark?

Oh, bahkan anak itu tertawa lepas---terlihat sangat bahagia.

"Aku tidak tahu, Nana. Bisa kau katakan apa kesalahanku agar kita bisa menyelesaikan masalah ini segera?"

Yang lebih muda tertawa remeh, maniknya menatap Mark tidak suka. "Memangnya kakak mau ke mana buru-buru sekali?"

"Aku harus menemui temanku, ada hal yang harus kami bicarakan soal pemilihan ketua ekstra," jawab Mark yang sudah bersiap-siap untuk pergi. Jus yang ia pesan pun dihabiskannya dengan sedikit tergesa.

Sebenarnya, Mark masih ingin bersama Jaemin lebih lama lagi. Keduanya disibukkan dengan serangkaian kegiatan organisasi dan jarang menghabiskan waktu berdua di sekolah. Apa daya, janji Mark dengan teman-teman satu ekstrakurikulernya tidak bisa dibatalkan mengingat pemilihan ketua ekstra yang baru akan dilaksanakan besok.

Mark mendekat, berniat untuk mencium kening Jaemin seperti biasanya jika ia hendak pergi. Namun sebelum hal itu terjadi, Jaemin malah menendang kaki meja dengan cukup keras hingga membuat seisi kantin menatap ke arah mereka berdua dengan pandangan bingung.

"Baiklah, terserah!"

Mark melihat itu. Wajah kekasihnya basah karena air mata dan itu disebabkan oleh kesalahannya yang Mark sendiri tidak tahu apa.

Meski hatinya berkata untuk menahan tangan Jaemin agar tidak pergi, otaknya tidak demikian.

Mark membiarkan Jaemin pergi begitu saja. Mungkin Jaemin butuh waktu untuk sendiri.

✎✎✎

Sudah tiga hari Jaemin mengabaikan panggilan masuk maupun Line dari Mark. Tentu saja hal ini membuat Mark kalang kabut dan tidak fokus
belajar.

Omongan guru yang mengajar sudah tidak menjadi perhatiannya sejak hari itu. Bahkan tugas-tugas yang biasanya selesai dalam sekali mengerjakan pun ia abaikan.

Kesimpulannya, semua berjalan buruk tanpa kehadiran Jaemin.

Jika mereka berpapasan secara tidak sengaja, maka Jaemin berpura-pura tidak melihat.

Jika melihat Mark dari kejauhan, maka Jaemin akan putar balik dan memilih jalan yang lain agar tidak bertemu Mark.

Terhitung sudah tiga kali Jaemin menghindarinya hari ini. Pertama saat di perpustakaan, kedua di kantin, dan yang terakhir adalah sekarang---dimana Mark berdiri di samping Jaemin yang sedang kesulitan memasang tali helmnya.

Sedekat ini dan Jaemin masih mendiamkannya seperti kemarin? Mark jadi rindu pulang bersama Jaemin.

"Jaemin."

Jaemin berdecak. Mark menghampirinya.

"Kenapa tidak minta tolong jika kesulitan memasangnya?"

"M-minggir, j-jangan dekat-dekat."

Mark tidak mempedulikan perintah Jaemin. Bukannya menyingkir dan membiarkan Jaemin berusaha sendiri, tangan Mark malah terulur untuk membantu.

Wajah mereka benar-benar dekat. Bahkan Jaemin bisa merasakan nafas Mark menerpa wajahnya bersamaan dengan hembusan angin sore yang menenangkan.

"Pulang denganku, ya?"

Entah sadar atau tidak, Jaemin mencebikkan bibirnya mendengar permintaan Mark.

"Aku bawa motor, kau tidak lihat?"

"Memangnya kenapa kalau kau bawa motor? Tinggalkan saja motormu di sini," balas Mark enteng.

"Lalu bagaimana caranya motor ini bisa pulang, huh? Apa dia bisa berjalan sendiri tanpa ada yang mengendarai?"

Mark hendak menjawab jika saja Jaemin tidak memelototinya. Jaemin memang begini, ngomong-ngomong. Dia akan memelototi lawan bicaranya jika merasa omongannya dipotong.

"Lebih baik kakak minggir dan jangan menghalangi jalan!"

Mark terkekeh. Kedua tangan Jaemin yang mendorongnya untuk menjauh ia posisikan memeluk lehernya hingga mereka terlihat seperti sedang berciuman jika dilihat dari belakang Mark.

"Kau bisa menaruhnya di sini, okay? Supirku yang akan mengantarnya ke rumahmu."

"Kakak pikir aku sudah tidak marah ya sampai berani mengajak pulang bersama?"

Kening Mark berkerut samar. Justru ia mengajak Jaemin untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan mereka, kan? Mark Lee tidak sebodoh itu untuk mengira Jaemin sudah tidak marah lagi hanya karena ia tidak kabur saat melihatnya.

"Kau menyiksaku, tahu,"

"Aku rindu sekali dengan Nana," lanjut Mark sambil mengecup leher kekasihnya berkali-kali.

Jaemin yang mendapatkan perlakuan seperti itu di area sekolah pun tersentak kaget.

"Ya! Sialan! Mau meminta maaf atau hanya rindu dengan leherku saja sih?!"

Oh, ayolah. Anak tunggal keluarga Na itu malah terlihat semakin menggemaskan di mata Mark jika sedang mengomel.

Parkiran sekolah sudah sepi. Hanya ada beberapa siswa yang duduk lumayan jauh membelakangi mereka.

Tidak ada yang lihat, Nana.

"Kalau aku lebih rindu dengan senyummu---bagaimana? Hubungi ibumu dan katakan kau akan menginap di rumahku."

Jaemin menatap lekat mata Mark sejenak sebelum mengangguk pasrah. Lagipula ia juga merindukan Mark dan masalah ini harus cepat diselesaikan. Ditambah lagi, wajah kakak kelas sekaligus kekasihnya sejak enam bulan lalu itu terlihat sangat lesu karena diliputi rasa bersalah.

"Kalau begitu kakak harus memesan dua kotak pizza nanti malam!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jealous? | MarkminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang