Erlangga "PROLOG"

29 3 0
                                    

Si Badut

Saat solekannya terhapus
Perca-perca derita terlihat
Malam ini,
ia memilih untuk mendirikan sebuah kota airmata

Di atas hamparan nur
Isyak makin pekat
Doanya makin ligat
Dan dia semakin penat
Lalu di akhiri segala taubat
dengan pertanyaan yang tersirat.
"Selama ini,
aku buat mereka tertawa.
Maka,
siapa pula yang bisa buat aku tertawa?"

Sore itu, senja makin tenggelam ditelan langit yang kian temaram. Namun Elang, sosok pemuda yang telah lama hidup dengan kerinduan akan kasih sayang seorang Ibu, masih terpatri di sebuah batu yang berada di atas perbukitan Taman Kota, tempat biasa dirinya melepaskan kepergian senja.
Bagi Elang, di sanalah tempat ternyaman dan tenang untuk melepaskan penat hati dari kebisingan kota yang penuh akan orang-orang yang bersandiwara.

"Di saat kita mengetahui sesuatu yang membuat kita sakit hati. Berhentilah untuk mencari tahu. Kalau kamu orang baik, maka Tuhan tidak akan mengijinkan orang buruk menjadi teman hidupmu. Begitu pun sebaliknya."
Selalu menjadi perihal yang terus Elang pikirkan ketika dirinya menyendiri; seperti saat ini.
Dirinya berceloteh pada alam tentang kehidupannya yang kerap membuatnya sangat merasa kehilangan. Sesuatu yang dirasa sebagai 'kebahagiaan' telah dicuri dari hidupnya.
Ada hal-hal yang terasa berat sekali untuk dilalui, tapi tetap harus dilalui. Terasa sulit sekali diterima, tetapi harus diterima. Hidup kadang suka kelewatan memberi sesuatu.

Ada satu pertanyaan yang begitu amat mengenai sasaran di dada Elang. Jika kau tahu sesuatu akan berakhir buruk, sanggupkah kau menghentikannya saat masih terasa indah? belum ia dapatkan sebuah jawaban akan pertanyaan itu, meski pertanyaan tersebut bukanlah ditujukan kepadanya. Yang Elang tahu, "Kehidupan ini telah dipenuhi dengan sandiwara dan tipu daya. Di dalamnya, tak ada yang benar-benar tulus, setia, maupun jujur. Hidup sudah menjadi tradisi bikin sakit hati."
Dirinya berusaha membuat orang lain tertawa, tapi tak seorang pun yang bisa membuatnya tertawa. Dirinya berusaha keras menjaga perasaan orang lain agar tidak sakit hati. Namun, ia lupa menjaga hatinya sendiri. Tak ada seseorang pun yang memahami bahwa ada lara di hatinya yang sulit sekali untuk diobati.

Semesta sudah melahap habis seluruh senja. Kini, yang tampak di hadapan Elang hanya rembulan yang tak utuh dan beberapa bintang yang terlihat jauh --begitu kecil dan hanya memancarkan satu rona warna; putih saja. Sedang angin perbukitan di tempat dirinya terdiam, semakin dingin menusuk tulang.
"Serapuh apapun perasaanku, hati harus tetap menjadi kuat, ia harus terlihat kuat. Karena tidak ada orang lain yang bisa membuatku terlihat kuat selain hati ini sendiri" gumamnya pada langit malam. Lalu berdiri dari tempat semula dirinya duduk, dan beranjak meninggalkan tempat ternyamannya tersebut.

Rumah, tak melulu harus mewah. Cukup ketika aku pulang; aku lupa punya masalah.
Tak ada sapa hangat yang menyambut kepulangannya di dalam rumah. Beberapa orang di dalam rumah terlalu sibuk dengan diri mereka masing-masing. Perihal yang wajar bagi Elang. Sebab, semua masih terasa asing akan keterikatan yang secara mendadak begitu saja terjadi. Mereka adalah saudara-saudara tiri Elang, serta Ibunya yang selalu riuh dengan hal-hal sepele tentang tugas-tugas rumah.
Aku memang bukan orang baik. Sehingga merasa pantas untuk menulis dan merangkai berbagai hal tentang kebaikan. Aku pun bukan orang yang sempurna tanpa cela. Lantas menganggap diri layak untuk mengajak orang lain berbuat kebajikan" bisik Elang dalam hati.

"Elang, kalau mau makan. Lauknya ada di dalam lemari, ya?"

suara wanita paruh baya itu dengan suara keras dari depan pintu kamar Elang. Maksud yang menawarkan Elang agar segera makan tanpa harus mencari-cari letak makanan itu nantinya.

"Iya, Bu! terima kasih" jawab Elang dari dalam kamar.

Manusia itu makhluk yang beremosi dengan berbagai macam emosi. Semakin tinggi pengalaman, akan mempengaruhi hilangnya emosi.
Masih tak disangka-sangka buat Elang. Seorang perempuan yang usianya tidak terlalu jauh selisihannya dengan Elang harus menjadi Ibu baginya, perempuan yang kini menggantikan posisi Ibunya. Namun, dalam hati Elang. Tidak ada seseorang pun yang akan bisa menempati posisi tersebut, sebaik apapun perempuan itu terhadapnya.
Sebagian orang tidak peduli prosesmu, mereka hanya menilai: kau bisa membuat dia senang atau tidak. Kau bisa sesuai keinginannya atau tidak.
Tujuanmu adalah manfaat apa yang bisa kamu ambil dari sesuatu itu --kau berhak merasa bisa, berkewajiban merasa tak bisa.

Tujuanmu adalah manfaat apa yang bisa kamu ambil dari sesuatu itu --kau berhak merasa bisa, berkewajiban merasa tak bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I R O N ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang