"DIAM bukanlah sebuah tindakan, DIAM itu menunda sesuatu yang seharusnya datang"

17 2 0
                                    

          Kau harus belajar apa itu antara. Sesuatu yang bisa kau miliki dengan sesuatu yang memang untukmu.
Sesuatu yang bisa kau miliki --belum tentu itu untukmu.
Sesuatu yang memang untukmu --sudah pasti akan kau miliki; meskipun suatu saat nanti.
"Kau memang selalu menerimaku, namun hanya untuk membukakan pintu. Kau tidak pernah menunjukkan di mana seharusnya aku berada di dalam ruang hatimu".

          Karena diam bukan suatu tindakan, itu hanya menunda sesuatu yang seharusnya datang. Tidak semua orang akan mendukungmu saat kamu memilih suatu pilihan. Maka kamu tidak perlu menjelaskan siapa dan bagaimana dirimu mencapainya. Hal yang seharusnya kamu lakukan adalah terus bekerja keras, konsisten, dan komitmen atas pilihan itu. Termasuk dalam hal cinta. Biarlah nanti hasil dari segala jerih payah dan kerja kerasmu yang menjawab apa-apa yang belum mereka ketahui, mengapa kamu memilih jalan itu.

          Luka fisik itu bisa dilihat. Dan kita bisa tahu persis seberapa parah lukanya. Tapi luka hati? Tidak bisa dilihat. Dan kita juga tidak tahu seberapa dalam lukanya. Seperti diriku yang mencintai laki-laki seperti kamu --Elang!
Mencintai luka yang meradangi dada, hingga bernanah dan membuat aku; wanita lemah sepertiku. Lumpuh sebelum dapat kucoba mengobatinya.
Maaf, Elang ... aku belum bisa mengendalikan rasa. Itu sebabnya aku masih saja berusaha bertahan dengan orang yang sama, yaitu. KAMU.
Tak bisakah dirimu berhenti mencari? Bila kau selalu mencari. Sebaik apapun yang sudah kau genggam --tidak akan pernah cukup bagimu.

            Sore itu, ia teguhkan hatinya untuk kembali melakukan sesuatu yang  sudah lama ia ikrarkan dalam hati; untuk tidak mengharap kembali. Meskipun Via tidak pernah benar-benar melupakan lelaki yang begitu sangat dicintainya sejak duduk di bangku kelas satu SMA. Bahkan, tidak ingin ia bermaksud melupakan Elang. Meski sekian lama tik tak waktu berlalu, detik menjadi masa lalu, maupun detak jantung yang menerus lari menuju lelaki itu.
Bagaimana mungkin dirinya merasa ingin melupa, sedang nomor ponsel Elang masih saja dirinya rawat dalam backup-an setiap akun sosial media miliknya.
Dan hatinya kali ini membawa dirinya kembali pada memori dan harapan pada Elang. Tapi ...?
Bayangan lelaki yang Via harap-harapkan itu tidak lagi berada di tempatnya dahulu; dalam relung kalbu.

             Perempuan lemah sepertiku, wajar, bila aku khawatir akan hari-hari yang baru. Karena hati ini masih hati yang lama --yang sudah lama menyimpan satu nama. "Siapkah aku jatuh cinta lagi?!" bisik hati kecilnya.
Aku tak tahu.
Hari esok itu bagai raksasa, dirinya merasa tidak berani menghadapinya, dirinya tidak berani membayangkannya. Manakala di masa depan ada cinta yang disediakan untuk dirinya; cinta yang baru. Pun, Via tidak berani menghadapi cinta yang baru. Via masih begitu nyaman sama yang lama.

              Awalnya, kuyakini yang aku rasakan adalah cinta mati. Berangsur, rasa itu luntur. Laun, diriku seakan tidak peduli dengan apa-apa yang dahulu kuanggap sebagai sebuah harap.
Kini ... aku tidak lagi tergiur!
Kita telah asing dari kemasing-masingan. Kita sibuk dengan keseharian yang kita anggap begitu penting untuk hidup kita. Sehingga, sebuah sapa hanya bisa geming di dalam bathin.
Dan diriku barulah tersadar setelah sekian lamanya perasaanku terdampar di sebuah lembah cinta yang teramat hambar.
Namun, keyakinan yang aku miliki goyah, sesaat teringat kembali akan kata-kata yang pernah Tante Fania tegaskan menyoal perasaan.
"Jika cinta mematahkan hatimu, tidak pantas kamu membenci cinta.
Bencilah dirimu sendiri karena terlalu menggantungkan harapan pada cinta itu".

              Sekarang ..., aku tidak dapat lagi menjadi teduhmu, tidak dapat lagi menjadi angin sejukmu, tidak dapat lagi menjadi deburan ombak lembut yang menenangkanmu.
Kini aku hanyalah badai petir --angin kencang yang siap meluluhlantahkan segala.
Jika kau mencari aku yang dulu, tanyakan pada dirimu. Di mana kau membungnya? Bagaimana kau mengabaikannya? Dan, semudah apa kau meninggalkannya?

I R O N ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang