Aroma coklat panas menguar tertiup semilir angin malam itu. Di balkon kamar sebuah rumah lantai dua seorang gadis sedang duduk dengan kacamata dan novel tebal di tangannya. Sesekali, diseruputnya coklat panas itu. Sampai akhirnya, dia tiba di salah satu halaman novel yang menariknya untuk masuk kedalam satu ingatan di masa lalu. Cepat-cepat dia tutup novel itu. Seolah enggan untuk ditarik kesana. Dia berdiri dan melangkahkan kakinya. Menyentuh besi pembatas balkon. Menutup mata dan menghirup dalam-dalam udara malam itu. Ada banyak ingatan yang menelusup dalam kepalanya. Seolah mengisyaratkan bahwa kota ini adalah tempat sesungguhnya dia pulang. Tempat yang tidak akan pernah dia temui dimana pun. Seolah ingatan itu tidak rela membiarkannya untuk mengangkat kaki dari kota ini.
Tapi baginya, semua yang ada di kota ini sudah membeku. Seiring rasa yang ikut mati dibuatnya. Kota ini seolah hanya memberi luka dan kesakitan luar biasa. Maka, pergi dan melupakan adalah jalannya. Dia sadar, bahwa waktu tidak pernah mau menunggunya. Bahwa kesakitan hanya akan membelenggunya dalam ruang kesepian. Hidupnya akan terus berputar. Tidak akan pernah peduli dengan keadaannya. Sejenak menghilang dari kota ini mungkin akan jadi jalan yang bisa dia ambil. Menyembuhkan segala luka dalam dirinya. Hingga saat dia butuh tempat pulang, kota ini tidak akan lagi membawa pilu untuknya. Tapi, akan jadi rumah yang paling nyaman.
Sedetik kemudian, kepalanya mengadah ke atas. Lengkungan tipis tercetak di bibir gadis itu. Seolah dirinya sedang menatap seseorang dari atas sana. Seperti ada komunikasi dua arah yang terjadi antara jiwa yang merindu dan tubuh yang tidak lagi bisa direngkuh. Selaput air mulai menggenang di mata gadis itu. Ingatan ini yang seolah memintanya untuk tetap disini. Menahannya sekuat tenaga untuk selalu terjebak dalam kesedihan yang sama.
Cepat-cepat diusapnya air mata itu. Dia harus mengenyahkan semua luka itu. Bibirnya perlahan terbuka dan berkata
"Gista pamit. Kalian baik-baik ya, nanti Gista pasti pulang kesini. Karena kenangan manis tentang kalian cuma ada di kota ini." ucapnya
Gista berbalik. Meraih novel dan gelasnya. Melangkah masuk ke dalam dan menutup lagi pintunya. Malam ini, terakhir kali langit malam Jogja jadi teman tidurnya. Besok, hari terakhir kakinya menapak kota istimewa ini. Hidup barunya akan di mulai. Meninggalkan ingatan pahit dan membawa sebagian kenangan manisnya.
Hallo, alhamdulillah setelah sekian lama aku istirahat dari dunia nulis kali ini aku kembali. Untuk menggarap ulang cerita ini. Seperti yang dulu pernah aku bilang kalau cerita ini akan aku rombak besar-besaran. Akan ada nama-nama baru yang menggantikan tokoh lama. Aku harap, kalian yang follow akun ini dan baca cerita ini dari lama, tetap bisa membaca dan menikmati cerita ini. Aku kembali minta supprot dan dukungan untuk cerita ini. Semoga kedepannya aku bisa memaksimalkan semua hal untuk cerita ini. Dan ya, kenapa aku putuskan untuk rombak besar-besaran cerita ini, karena ada keinginan untuk menulis sedikit tentang apa yang aku alami selama cerita ini aku tinggalkan. Naskah ini pun belum menemukan rumahnya. Karena itu juga, aku memutuskan untuk memperbaiki ini. Dengan sedikit ilmu yang aku dapat dari seminar kepenulisan yang aku ikuti. Iya, ngga kerasa setelah lama akhirnya bisa ikut acara kepenulisan. Harapanku, aku bisa menyelesaikan ini. Mohon doa dan dukungannya ya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Cinta Di Pramuka (REVISI BESAR-BESARAN)
Teen FictionDua manusia dengan luka masa lalunya. Anugerah Dewa Ale Kuncoro(Dewa) Tak ada rumah yang benar-benar rumah. Baginya, hanya ada kesakitan dan luka disana. Kebencian akan sosok ibu yang meninggalkan dia sejak kecil. Hidup berdua dengan ayah yang memb...