#BAB 2 PAMIT#

4.2K 190 4
                                    

Jepret!

Suara shooter  dari kamera DSLR itu mengabadikan jalanan malioboro yang seperti tidak pernah kehilangan nyawanya. Kaki Gista seolah diseret untuk terus melangkah mengabadikan kota yang banyak memberikan kesan dan rasa untuknya. Sampai akhirnya, langkah kaki itu berbelok dan terhenti di sebuah toko bunga. Tempat yang selama hampir beberapa tahun ini masuk dalam list tempat yang harus dia kunjungi.

Wangi tempat itu tidak pernah berubah. Hanya saja susunan bunga yang selalu terlhat berbeda dari hari ke hari. Manusia dibalik meja kasir itu pun tidak pernah lepas dari jangkauan mata Gista. Ya... mbak Kinan. Pemilik tempat ini.

"Pesanannya seperti biasa kan?" tanyanya saat aku mendekati meja kasir

Aku membalas dengan senyuman dan menjawab

"Mba nggak pernah lupa pesanan Gista. Padahal nggak sering juga kesini dan pesan itu." jawabku

"Tidak sering, tapi kamu selalu datang dengan hal yang sama. Itu mudah banget buat aku ingat. Oke, sebentar ya aku siapin dulu." katanya sambil pamit ke belakang untuk mengerjakan pesananku

Setelah dia pamit, aku tidak lantas bisa berhenti untuk menelusuri toko ini. Setiap inchi dari toko ini selalu menjadi bagian favoritku terutama sejak aku menjadi lebih rutin mengunjunginya. Bunga-bunga yang berjejer selalu nampak segar dan indah dipandang. Perpaduan warnanya selalu membuat mataku sejuk memandangnya.

Sekitar 15 menit, mba Kinan kembali dengan pesananku. Dia menyerahkan sekantong besar yang berisi dua kantong bunga tabur dan empat botol air mawar. Tidak lupa juga dua buket bunga lili.

"Totalnya seperti biasa." katanya sambil memberikan pesananku

Aku menyerahkan tiga lembar uang seratus ribuan sekalian berpamitan dengan mba Kinan.

"Oh iya mba, sekalian aku mau pamitan ya," kataku pada mba Kinan

"Lho, mau kemana Gis?" tanya mba Kinan dengan ekspresi bingungnya

"Alhamdulillah ibu mulai hari ini dipindah tempat kerjanya. Jadi aku sama abang harus ikut pindah juga." jelasku

"Ohhh, yah nanti nggak ada lagi dong yang mampir kesini buat ambil pesanan kaya biasanya" ucap mba Kinan dengan ekspresi sedihnya

"Hahahaha, jangan sedih dong mba. Nanti aku usahain sering main kesini deh. Jengukin toko ini." balasku berusaha untuk tidak sedih. Jujur, aku pun pasti akan merindukan suasana kota dan toko ini.

"Ya udah, karena ini hari terakhir kamu disini, mba kasih semua ini gratis. Free! " katanya sambil mengembalikan uang yang aku serahkan tadi.

"Eh, beneran ini mba?" tanyaku memastikan.

"Iya, beneran. Mumpung aja kan kamu hari terakhir disini. Semoga di tempat baru nanti betah ya, inget jangan lupa buat sering-sering kesini." balasnya

"Hehehe, siap mah kalo itu mba." jawabku mengambil uang tadi

"Ya udah, aku pamit ya mba." sambungku sambil berjalan keluar toko

Mba Kinan membalas dengan lambaian tangan dan senyum manisnya.

Ku langkahkan kembali kaki menelusuri tiap jengkal dari kota ini. Jengkal demi jengkal yang akan membawaku pada tempat terakhir yang harus aku datangi sebelum pergi. Gerbang kokoh itu menyambutku. Aku terus masuk dan mencari. Mataku terhenti dan menemukannya. Aku berjongkok dan mulai memandang nisan di depanku. Tertulis nama orang yang tidak akan pernah asing untukku. Aku mencabuti rumput liar yang tumbuh subur. Mulai menyiram nisannya dan menabur bunga diatasnya. Terakhir, aku letakkan bunga lili di makam itu.

"Yah, Gista pamit ya. Gista, ibu, abang, harus pindah. Alhamdulillah ibu dapat kerja yang lebih lagi dari ini. Ayah baik-baik ya, Gista selalu doain buat ayah. Nanti Gista juga bakal sering kesini." kataku sambil mengelus nisan itu. Tidak terasa air mata perlahan mulai menetes. Berat rasanya harus meninggalkan ayah di kota ini. Tapi hidup harus terus berjalan. Tidak ada waktu yang sudi menunggu kita.

Setelah berpamitan dan mencium nisannya, aku melanjutkan langkahku melewati beberapa makam. Mataku langsung tertuju pada satu makam ini. Kakiku menyelip di sela-sela makam itu. Aku cabuti rumputnya dan melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan pada makam ayah.

"Gue pamit, lo jaga diri disini. Jogja emang kasih banyak luka, tapi gue nggak akan pernah lupa sama lo kok. Hari ini gue pamit ya, besok gue harus pindah dari sini." kataku sambil mengusap nisan bertuliskan nama Sabila Putri Wardani itu.


Hari ini tugasku untuk menikmati semua kenangan yang tersisa sudah selesai. Buku ini sudah sampai di halaman terakhirnya. Dengan si tokoh utama yang memilih untuk tidak menyerah dan terus berjuang. Tokoh utama yang berusaha sekuat tenaga untuk keluar dari segala kesulitan. Kini, si tokoh akan mengisi lembar baru dalam bukunya yang baru. Yang harapannya, akan banyak bahagia daripada sedih yang dia terima.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ada Cinta Di Pramuka (REVISI BESAR-BESARAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang