Hempasan ke dunia lain

90 7 5
                                    

Tak pernah kukehendaki ini. Namun sebuah hempasan cepat tiba-tiba sudah membuatku berada di sini.

Aku seperti digerudug rombongan besar kehidupan yang arusnya begitu kuat, sehingga aku terseret diantara orang-orang penuh masalah.

Demikianlah, akhirnya aku ikut menjadi bagian dari masalah itu sendiri.

Dan karena dunia ini terlalu sempit, aku tidak bisa menghindar.

Tak pernah kubayangkan jika aku akan hidup dalam dunia yang seperti ini.

Dunia yang kotak.

Di ke empat sisinya berbatasan dengan tebing curam yang bila kita terjatuh akan langsung terlempar ke langit lepas.

Dalam dan tak berbatas.

Sekali jatuh tak akan bisa kembali. Berada di sini semuanya terasa jauh lebih sempit.

Tak ada tempat menghindar, apalagi melarikan diri, karena di tempat ini, hidup merupakan tumpukan dari segala hal yang pada awalnya kita sukai namun akhirnya kita benci, selalu begitu, sehingga segala hal, dimanapun atau kapanpun bisa jadi merupakan sesuatu yang tak kita ingini.

Itu masalah yang berat.

Cobalah bayangkan! Dendam, kepalsuan, kekejaman, ancaman, selalu bertabaran.

Setiap orang tidak bisa hidup dengan tenang.

Mereka merasa wajib mempertahankan diri mereka dengan caranya masing-masing.

Bahkan jika perlu, ada yang rela menjadi orang lain guna terhindar dari masalah.

Bagaimana caranya bertahan hidup dalam dunia yang berakhir dan berujung ini.

Aku seperti dihimpit keterbatasan tempat, tak bisa lari kemanapun suka, sebab dimanapun berada akan selalu disini juga.

Mau tak mau. Setiap hari aku harus bertemu orang bertampang badut, orang dengan rambut kaku seperti pedang, orang dengan tubuh setinggi tiang listrik, perempuan dengan lidah terjulur panjang, dan dengan orang yang lain-lain lagi, yang mungkin karena entah, termasuk orang dengan bentuk seperti manusia biasa yang ternyata hanya merupakan penyamaran dari orang atau sesuatu yang tak kumengerti.

Dan selalu, begitu kutebak namanya, ternyata dia sudah menjadi orang yang lain lagi. Merekalah mayoritas orang yang hidup di sini.

Dari waktu ke waktu, aku semakin memahami kemelut yang terjadi dalam dunia yang kotak ini.

Suatu hari, kusaksikan sendiri seorang badut memperdayai orang dengan tampang seperti kawan baikku. 

Terlambat sedikit saja mungkin kawanku itu sudah terkapar tak berdaya dibantai oleh badut itu.

Untunglah aku datang tepat waktu membantunya, sehingga badut itu tak jadi meneruskan kesadisannya.

Segera kutolong kawanku itu, lalu kutanya bagaimana kondisinya seperti layaknya sahabat yang sedang khawatir.

Dia mengucapkan terima kasih padaku, tapi mendadak bingung, kok di dunia yang sudah sadis ini masih ada orang yang perduli pada orang yang tak dikenal.

Tiba-tiba aku dihantam rasa tak percaya.

Melihat wajah orang yang kutolong benar-benar wajah kawanku terasa sangat aneh jika dia berkata seperti itu.

Dia tampak tidak sedang kenapa-napa, dan kupikir tidak juga amnesia, masak dia bilang aku tak mengenalnya.

Ah, jangan-jangan ada yang salah.

Bukannya aku yang tak mengenalnya, tapi dia yang mulai pikun dan lupa sama aku. Lalu kucoba membuatnya mengingatku.

“Hah kau. Ini aku si Tobu.”

Dunia yang Kotak (apdate Lengkap Bagian Tiga: Pagi Abadi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang