Chapter 1

7 1 0
                                    

CHOI JIAH

Bulan September datang terlalu cepat. Rasanya baru kemarin, beberapa hari setelah pesta tahun baru abeoji mengatakan aku harus menyelesaikan pesta dan kembali ke rumah. Aku menganggapnya mabuk dan mengatakan hal konyol. Bagaimana bisa beliau memintaku kembali ke rumah, jika di detik beliau mengatakan itu aku jelas-jelas sedang berada di rumah. Aku membutuhkan waktu satu jam untuk menyadarinya. Aku harus kembali kesana. Rumah yang dikatakan oleh abeoji.

"Bagaimana kamarnya?" Suara seseorang mengejutkanku. "Kau suka?" tanya eomeoni.

Aku tersenyum untuk menjawab pertanyaannya. Mereka mengubah tata letak dan warna kamarku. Suasana ruangan ini sama seperti kamar yang kutempati selama tiga tahun terakhir. Abeoji dan eomeoni tentu akan melakukan apapun untuk menahanku tetap berada di Seoul.

"Dimana Junho?" tanyaku.

"Sebentar lagi dia pulang. Sangshik sedang siap-siap untuk menjemputnya. Apa kau mau ikut? Kau bisa sambil melihat sekolah barumu."

"Ah... tidak perlu, eomeoni. Masih sekolah yang sama," tolakku.

"Ya sudah... kalau begitu, lebih baik kau beristirahat dulu. Nanti aku siapkan makanan kesukaanmu untuk makan malam".

Aku mengangguk sambil tersenyum tipis pada eomeoni yang menghilang di balik pintu. Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur kemudian menatap kosong ke langit-langit.Interior ruangan ini sangat persis dengan kamar yang kutinggalkan. Bahkan bintang-bintang di langit-langitpun eomeoni lukis di tempat ini. Dan semua hal ini bukan hanya memberatkan hatiku, tapi juga mataku.

KIM SUHO

Akhirnya perjalanan ini selesai. Sepertinya badanku akan remuk setelah ini. Abeoji dan eomma selalu mengajakku dan Mirae dalam perjalanan bisnis mereka. Eomma bilang untuk mengenalkan kami pada lingkungan kerja abeoji. Padahal kupikir kami tidak perlu sampai ikut mereka hanya untuk belajar.

"Suho-ya, apa kau ingat yang eomma bilang minggu lalu?" tanya eomma.

"Ya?"

"Kau tidak ingat?" tanya eomma lagi.

Aku menggeleng pelan menimbang-nimbang apa yang sedang beliau coba sampaikan padaku.

"Aku bilang juga apa, anak laki-laki kesayanganmu itu memiliki kepala batu. Kau tidak bisa mengharapkan dia mengingat terlalu lama", sambung abeoji sambil tertawa.

"Oppa, kau benar-benar tidak ingat?" tanya Suyeon, adikku

"Apa?" aku balik bertanya.

"Tentang itu...... ah, sudahlah! Kau bodoh sekali, oppa!" kata Suyeon.

Mereka bertiga tertawa melihat wajahku yang menunjukkan ekspresi bingung. Aku hanya bisa ikut tertawa bersama mereka. Entah karena melihat mereka tertawa atau karena menyadari kebodohanku sendiri.

CHOI JIAH

Namaku Ji Ah. Cha Ji Ah. Aku baru saja pindah dari Busan. Aku anak biasa. Tidak ada yang istimewa. Aku mengulangi kata-kata itu di dalam kepalaku berkali-kali.

"Terima kasih, ahjussi", kataku ketika sampai di lobby.

Beliau berdeham, membuatku segera melihat ke sekelilingku. Banyak yang memperhatikanku. Bagaimana tidak? Beliau mengantarku dengan setelan jas serba hitamnya. Tapi kemudian, aku menyadari baru saja aku memanggilnya ahjussi. Cha Jaesook adalah ayahmu, Jiah... Jangan lupakan itu.

"Hati-hati di jalan", kataku singkat sebelum melambai pelan lalu berjalan masuk ke pelataran sekolah.

Aku berjalan lurus tanpa mempedulikan setiap mata yang menatapku. Dalam kebungkamanku, aku merasa sangat puas dengan hasil karyaku merendam seragam yang kukenakan dengan berbagai cairan pencuci pakaian agar warnanya pudar. Sayangnya designer keluarga Choi selalu melakukan pekerjaan mereka dengan baik. Meski sudah kurendam berkali-kali, seragam ini masih kurang terlihat pudar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 25, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

They Who Belong to That PositionWhere stories live. Discover now