Prolog

42 2 1
                                    


Bulan Agustus dua tahun yang lalu aku dinyatakan tewas.

Seseorang datang tanpa diundang ke rumahku pada tengah malam di musim panas dan membunuhku dan tunanganku. Semua terjadi begitu cepat, mulai dari ketika aku terbangun dari tidurku di sofa ruang keluarga sampai kemudian aku tergelatak di lantai dengan darah segar mengalir dari tubuhku. Aku tidak ingat apakah aku menjerit saat itu—atau apakah itu merupakan jeritan tunanganku—semua begitu kabur dan berlangsung dalam sekejap. Mungkin bukan sekejap hanya saja saat itu aku bahkan tidak punya waktu untuk mengambil pistol yang tersembunyi di laci meja di kamar tidur kami. Aku tidak jago menembak, sejujurnya aku tidak pernah menembak siapa pun, tapi setidaknya mungkin seharusnya aku dan tunanganku masih hidup andai saja salah satu dari kami dapat bertindak lebih cepat.

Hal terakhir yang kulihat malam itu adalah genangan darahku sendiri. Saat peluru itu menerjang tubuhku aku tidak merasakan apapun, beberapa saat setelah tubuhku menghantam lantai kayu rumahku barulah aku merasakan rasa sakit yang teramat sangat di sekujur tubuhku. Kupingku berdenging dan dadaku terasa terbakar, bahkan aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang kurasakan saat itu. Aku tidak ingat secara detail apa yang terjadi tapi aku ingat dengan seksama apa yang kurasakan saat itu hanya saja aku tidak bisa menggunakan kata-kata untuk menjelaskannya. Akan tetapi, aku bisa menjelaskan apa yang ada di benakku saat itu.

Aku akan mati.

Aku tidak pernah menyangka bahwa kematian akan terasa sesakit ini. Bahkan saat tubuhku tidak lagi dapat bergerak, mataku tidak dapat melihat, dan telingaku tidak dapat mendengar, rasa sakit itu tidak juga mereda. Dalam benakku beberapa saat sebelum akhirnya aku kehilangan kesadaranku, aku mengutuk siapa pun yang telah membunuhku.

Siapa pun yang membuatku menderita seperti ini akan mendapat balasannya.

Sayangnya cerita ini bukanlah kisah tentang seseorang yang tewas terbunuh dan menjadi hantu—lalu bergentayangan menghantui orang-orang yang membunuhnya—meskipun sejujurnya terlambat beberapa menit saja mungkin hal itu yang akan terjadi. Tadi aku menulis bahwa aku dinyatakan tewas dua tahun yang lalu, dan itu memang benar. Hanya saja, aku tidak benar-benar mati. Membingungkan? Dua bulan setelah kejadian naas malam itu, saat aku membuka mata untuk pertama kalinya di sebuah ruang rawat intensif. Dikelilingi kabel dan aroma menyengat khas rumah sakit, aku benar-benar tidak ingat apa yang terjadi padaku atau mengapa sekujur tubuhku terasa kaku dan nyeri. Bahkan ketika beberapa orang dokter dan perawat datang dan memeriksaku, termasuk mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak dapat kujawab, aku semakin bertambah bingung.

Butuh waktu beberapa jam bagiku sebelum menyadari apa yang telah terjadi. Beberapa orang dengan setelan jas dan seragam kepolisian datang dan mengabarkan bahwa tunanganku tewas terbunuh dan aku adalah satu-satunya saksi yang bisa menguak kasus ini. Aku menatap kosong ke arah orang-orang asing itu sambil mendengarkan hal yang sangat sulit kumengerti—bahkan dalam kondisi sehat pun aku tidak yakin kalau aku bisa menerima penjelasan mereka dengan lapang dada, apalagi saat aku baru saja tersadar dari koma dengan beberapa selang tertancap di tubuhku dan luka jahitan yang belum sembuh total. Aku ingat bagaimana aku memicingkan mataku ke arah mereka dengan tatapan menuduh setelah mereka selesai menjelaskan semuanya kepadaku.

Tunanganku tewas terbunuh, itu adalah satu fakta yang menyakitkan, tapi bahkan fakta tersebut kalah mengejutkannya dibandingkan dengan hal lain yang mereka sampaikan setelahnya. Kalau saja aku tidak tengah terbaring di ruang rawat intensif dan dijaga ketat oleh beberapa orang agen federal sekaligus, dengan kondisi lemah sehabis tersadar dari koma, mungkin semua itu akan tampak seperti sebuah lelucon besar. Mungkin itu memang sebuah lelucon, maksudku, bagaimana mungkin tunanganku yang telah kukenal selama beberapa tahun dan beberapa bulan lagi seharusnya menjadi suamiku ternyata bukanlah seseorang yang aku kira? Bagaimana mungkin aku bisa menerima kenyataan bahwa rupanya tunanganku adalah seorang agen federal yang tengah menyamar dan menyelidiki sebuah kelompok mafia—dan kemudian tewas dibunuh oleh orang kiriman kelompok tersebut?

Aku mengalami pukulan hebat saat itu dan tidak hanya kehilangan ingatan tentang apa yang sebenarnya terjadi malam itu, ketika aku tertembak dan tunanganku terbunuh, aku juga kehilangan sebagian besar ingatanku tentang apa saja yang terjadi setelah aku mengenal tunanganku. Ini tentu saja cukup merepotkan para agen yang berniat menggali informasi dariku mengenai apa saja hal yang aku ketahui mengenai hasil penyelidikan tunanganku itu. Aku mencoba untuk mengingat kembali apa saja hal aneh yang pernah terjadi selama aku mengenal tunanganku itu, tapi aku bahkan tidak dapat mengingat wajahnya dengan jelas. Trauma atas kejadian itu membuatku nyaris gila, tapi tidak cukup dengan itu saja, agen yang rajin datang mengunjungiku itu memberitahu sebuah hal baru yang tidak kalah mengejutkan di kunjungan keempatnya ke ruanganku. Ia mengabarkan tentang kematianku.

Tentu saja aku tidak benar-benar mati, tapi secara hukum, aku telah dinyatakan mati. Diriku yang dulu telah mati dan kini sosokku yang terbaring di atas ranjang rumah sakit ini hanyalah seorang wanita berusia pertengahan dua puluh tahunan tanpa identitas. Tanganku bergetar saat aku disodori sebuah koran—bertanggal dua bulan yang lalu—yang mengabarkan kematianku sebagai korban perampokan bersama dengan tunanganku. Itulah pertama kali aku melihat wajah tunanganku setelah aku kehilangan ingatanku, wajahnya dalam foto hitam putih yang terpampang di koran tampak asing bagiku.

Salah seorang pria yang mengunjungiku hari itu menjelaskan bahwa statusku sebagai seorang saksi kunci sebuah kasus besar membuatku dalam bahaya. Karena itulah aku pun dinyatakan tewas di dalam insiden malam itu dan mendapatkan identitas baru. Aku akan berada dalam pengawasan dan perlindungan mereka selama kasus ini belum diselesaikan. Tentu saja mereka juga mengharapkan agar aku bisa mendapatkan kembali ingatanku, terutama apa saja yang terkait dengan penyelidikan yang dilakukan tunanganku tersebut.

Nama baru, kartu identitas baru, tempat tinggal baru, pekerjaan baru, penampilan baru, dan satu hal baru lainnya: seorang suami.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 27, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

REDWhere stories live. Discover now