Luka Pertama

7 0 0
                                    

Agustus 10, 17:55

Sore itu, Angga, Inaya dan Reza sedang dalam perjalanan menuju gedung serbaguna kampus mereka. Reza duduk di kursi sopir, terdapat kardus berisi dekorasi di kursi penumpang depan sehingga Angga dan Inaya duduk di kursi belakanh. Hujan lebat sedikit menganggu perjalanan mereka, Reza yang baru 1 bulan memegang SIM A tak cukup berani untuk melaju kencang meskipun jalanan yang sepi. Sangat sepi mengingat lokasi kampusnya yang jauh dari pemukiman warga.

Mereka bertiga, bersama dengan teman-teman seangkatannya yang lain bermaksud untuk melakukan persiapan acara penyambutan mahasiswa angkatan baru esok hari. Gedung serbaguna hari itu baru saja dipakai oleh jurusan lain, sehingga mau tidak mau persiapan baru bisa dimulai setelahnya.

18:25

Angga, Inaya dan Reza sudah tiba di gedung serbaguna. Reza memarkirkan mobilnya menghadap membelakangi gedung, sekitar 10 meter dari pintu gedung utama, namun masih dalam keadaan mesin menyala. Tidak ada kendaraan lain, menunjukkan mereka yang pertama sampai di gedung. Mahasiswa dari jurusan lain yang menggunakan gedung sebelumnya sudah tidak ada sama sekalinya. Tong sampah di dekat parkiran terlihat dipenuhi  styrofoam dan plastik yang overload, menunjukkan dekorasi sudah banyak dicopot, dibuang dan gedung sudah dibersihkan. Mengingat hujan yang masih lebat, mereka bertiga masih berada di dalam mobil sembari menunggu teman-temannya yang lain datang, meskipun Inaya sendiri membawa payung lipat kecil yang terus dipegangnya selama perjalanan.

“ada yang sudah di gedung?” tanya seseorang di grup line angkatan.

“Reza cs sudah di depan gedung, belum masuk karena masih hujan.” jawab Reza, sedangkan yang lainnya banyak yang menjawab belum, dan tak sedikit yang no response.

Tiba-tiba listrik padam, seluruh rangkaian lampu jalan hingga lampu luar di gedung serbaguna yang biasanya menyala selepas maghrib padam dalam sekejap. Sedangkan hujan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Suhu yang dingin ditambah gemuruh halilintar membuat ketiganya sedikit gelisah, namun Reza berusaha mencairkan suasana degan sedikit candaan.

Sesaat kemudian Angga melihat sekelibat cahaya dari dalam gedung melalui kaca jendela. cahaya yang menurutnya seperti senter atau lampu flash smartphone. Reza dan Inaya tak melihatnya, dan Inaya mengatakan mungkin yang dilihat Angga hanyalah refleksi dari kilat di jendela gedung.

Petir menyambar, dan suara halilintar yang amat memekik mengagetkan Reza, membuatnya menekan klakson mobil dalam waktu panjang secara tidak sengaja. Inaya menertawakan sifat Reza yang mudah panik seperti itu. Namun angga masih penasaran dengan cahaya yang dilihatnya tadi. Saat menengok kembali ke gedung, Angga terkejut melihat seseorang keluar dari gedung. Inaya ikut menoleh dan melihat orang tersebut, sedangkan Reza melihatnya melalui kaca spion.

Dari kejauhan seperti seorang perempuan, namun keadaan yang gelap membuat sulit untuk melihat mukanya dari dalam mobil. perempuan itu berdiri di depan dan terlihat memanggil orang lain di dalam gedung untuk beberapa detik. Kemudian datang lagi seseorang dari dalam gedung. kali ini seorang laki-laki. saat itu mereka terlihat sedang beradu mulut tentang sesuatu yang tak bisa didengar dari dalam mobil. Mereka yang di mobil merasa yakin mengenal dua orang di depan pintu gedung, sepertinya salah satu teman satu angkatan mereka.

Reza berinisiatif menekan klakson mobil dua kali untuk memanggil mereka, saat kemudian dua orang laki-laki dan perempuan tersebut berhenti beradu mulut, menoleh ke arah mobil. Saat tiba-tiba petir kembali menyambar dan suaranya memekikkan telinga, mengagetkan mereka yany di mobil untuk memejamkan mata dan menutup telinga karena kerasnya suara petir tersebut.

Ketika Angga kembali menoleh ke arah gedung, dua orang yang tadi berada di depan pintu gedng sudah tidak ada. Angga berfikir mungkin mereka juga terkejut dengan petir yang baru saja menyambar. Tanpa pikir panjang, Angga keluar dari mobil untuk menemui dua orang tadi yang meskipun hujan yang masih mengguyur. Inaya ikut keluar menyusul Angga dengan membawa payungnya, meninggalkan Reza sendirian di mobil.

19:40

Angga dan Inaya masuk ke dalam gedung dalam keadaan basah kuyup. memanggil-manggil siapapun yang ia lihat beberapa saat yang lalu. namun tak ada jawaban sama sekali. Angga berfikir mungkin mereka ada di toilet atau ruang persiapan yang ada di sisi lain gedung, ia lalu mengambil smartphone di kantongnya untuk menyalakan lampu flash. Angga menyuruh Inaya untuk menunggu dan meninggalkannya menyusuri gedung. Inaya yang baru sadar apabila dirinya takut dengan ruangan gelap menyuruh Angga untuk cepat.

Petir menyambar dengan suara memekik seperti sebelumnya dan sesaat kemudian Inaya mendengar suara klakson. Ketakutan, Inaya keluar gedung dan memanggil-manggil Angga untuk segera keluar. beberapa saat kemudian Angga datang. Angga mengatakan kepada Inaya kalau dia tak menemukan siapapun di dalam gedung dan mereka terlihat beradu mulut sesaat.

Terdengar dua kali klakson mobil. Angga dan Inaya tiba-tiba berhenti berbicara untuk beberapa detik sebelum akhirnya menoleh ke arah mobil. Melihat apa yang tidak seharusnya mereka lihat; wajah mereka berdua di balik kaca belakang mobil.

19:45

Petir memekik kembali dan ketika selesai, Angga dan Inaya tidak melihat siapapun selain Reza di dalam mobil dan kedua pintu belakang mobil terbuka namun tidak ada siapa-siapa di dalamnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Luka WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang