Prologue : A New Job Arrived

46 0 0
                                    

Seorang laki laki yang usianya sekitar 15 tahun turun dari sebuh mobil yang sedang diparkir di halaman sebuah hotel bintang lima yang terletak di Jakarta Selatan. Laki laki itu mengenakan sehelai kaus berwarna hitam dan jaket berbahan parasut yang juga berwarna hitam. Pemandangan yang sangat kontras melihat kulitnya yang putih bersih dan rambutnya yang berwarna merah menyala. Laki laki itu tidak buang buang waktu. Dengan langkahnya yang sangat panjang-karena tubuhnya yang jangkung-ia menyusuri lapangan tempat parkir untuk menuju ke pintu masuk utama hotel itu. Tidak butuh waktu lama untuk melakukannya. Dalam hitungan detik, ia sudah berada di dalam gedung itu. Laki laki itu mengeluarkan smartphone-nya dari kantung celana jins yang dipakainya, lalu melihat daftar pesan masuk.

"Café... dia bilang dia ada di café, dan ia tidak bilang café yang mana! Orang ini tidak pernah berubah." Gumamnya.

Laki laki itu berpikir sejenak sebelum melanjutkan perjalanannya. Tidak lama kemudian ia sudah kembali berjalan. Kali ini tujuannya adalah café yang terdekat dengan pintu masuk. Dengan tinggi badannya yang kelewat tinggi untuk orang seusianya, ia dapat dengan mudah mencari diatas kepala orang orang yang belalu lalang.

"Hayato! Disini!" teriak seseorang yang memanggil laki laki itu dengan suara lantang dari meja yang berada di dekat jendela yang mengarah pada kolam renang. Laki laki yang memanggil itu memakai setelan jas lengkap berwarna abu abu. Laki laki yang dipanggil Hayato itu segera mendekati meja itu dengan langkah cepat dan langsung duduk begitu mencapainya.

"Kau memang tidak pernah berubah, ya? Kau mengatakan kalau kau berada di dalam café sedang kau tidak memberitahuku nama café-nya!" rutuk Hayato dengan bahasa indonesia yang masih memiliki aksen barat.

"Sudahlah... aku tahu gelagatmu yang tidak pernah suka untuk berjalan jauh, jadi aku memilih café yang paling dekat dengan pintu masuk."

Mendengarnya, Hayato hanya bisa diam.

"Oke, sekarang, Mr. Kasim... ada kepentingan apa anda memanggil saya kemari?"

"Hey, hey, sabarlah... pesan saja makanan dan aku yang akan membayarnya. Waktu kita masih banyak."

"WaktuMU yang banyak. Aku tidak pernah punya banyak waktu untuk urusan seperti ini."

"Baiklah... jika itu maumu. Kami punya misi untukmu."

"Aku sudah tahu itu, Baka-sim! Kau tidak mungkin memanggilku hanya untuk mentraktirku makan, kan?" mendengar nama panggilan yang dibuatkan untuknya, Kasim hanya bisa menghela nafas.

"Oke oke... tapi tugas kali ini berbeda. Untuknya, kau harus pindah sekolah dan kebangsaan untuk beberapa bulan."

"Bulan?? Aku tidak mau."

"Kau tidak punya pilihan, Hayato. Kau HANYA punya pilihan saat kau belum menjadi agen CIA. Dan... tugas ini juga akan sangat mendongkak reputasimu."

"Aku tidak peduli tentang reputasi 'agen'-ku. Tidak pernah dan tidak akan."

"Terserahlah..." Kasim menyerahkan sebuah tablet pada Hayato. "Semua misi yang harus kau lakukan ada di dalam situ. Dan oh, ya..." Sekarang Kasim menyerahkan sebuah tas pinggang kecil berwarna hitam dari kulit pada Hayato. "Semua dokumenmu sudah diurus.

Hayato menghela nafas. "Kau tahu, aku tidak pernah ingin mendapatkan pekerjaan ini."

"Semua orang di markas besar tahu. Tapi, sebagai yang terbaik diantara surhumain, ini pasti sangat menyangkut prestasimu yang belum pernah gagal dalam suatu misi. Ya, kan?"

Ucapan Kasim hanya dibalas pelototan oleh Hayato.

"Dan... jangan khawatir, aku sudah menyiapkan partner untukmu. Misi kali ini dipegang oleh The Oracle, yaitu dirimu. Dan partnermu, The Pathfinder."

"The Pathfinder? Aku punya dua keluhan. Yang pertama, aku tidak kenal dia. Dan... untuk apa aku membutuhkan pencari jalan? Kenapa kau tidak menyuruh The Trackfinder?"

"Dia sudah terlalu berumur. Lagipula, selain dirimu, hanya ada satu orang yang cocok untuk misi ini dalam hal umur."

Hayato tidak bertanya lagi. Ia sibuk membaca data dari tablet yang tadi diberikan oleh Kasim. Dalam data itu sudah lengkap disebutkan tentang misi yang akan diemban oleh Hayato dan si Pathfinder ini.

"Jadi, intinya aku harus melindungi target dari ancaman yang sudah pasti datang selama 3 bulan sekaligus mencari tahu tentang ancamannya itu?"

"Ya... cukup mudah, kan? Apalagi, targetnya kali ini sama sama kaum kita."

"Maksudmu, dia juga seorang surhumain?"

"Yap. Dan ia sudah bisa menggunakan kekuatannya dengan baik. Padahal dia masih belum tahu siapa sebenarnya dia."

"Hmm... untuk ukuran seorang gadis ingusan, dia lumayan juga."

"Hey, janganlah meremehkan orang lain. Kalau dari kemampuan, bisa dibilang dia itu sama denganmu, kau tahu?"

"Aku tahu... baiklah... jika hanya itu, aku akan pergi sekarang." Hayato bangkit dari kursinya.

"Hati hati... kali ini lawanmu akan berat."

"Apa kau meragukanku?"

"Aku bukannya meragukanmu. Hanya saja, aku melihat adanya sesuatu yang tidak baik."

"Baiklah... aku akan berhati hati."

Setelah mengucapkan itu, Hayato segera kembali ke mobilnya. Didalam mobilnya, ia tidak langsung jalan. Ia melihat kembali tablet itu. Lalu ia menghela nafas.

"Setidaknya mereka sudah mengumpulkan begitu banyak infirmasi tentang mereka. Targetku 3 orang... pasti merepotkan."

Hayato menaruh tablet itu di kursi di sampingnya tanpa mematikannya. Ia meliriknya sebentar sebelum menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu.

Target:

1. The Esper

2. The Database

3. The Recaller

SurhumainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang