"Kau tahu, Tae?..." kepulan asap nikotin berhamburan dari sela bibir tipisnya ketika Anna berujar. Menggantung sejenak kalimatnya begitu merasai ada asap yang tertelan melewati tenggorokannya hingga terasa perih. "...Aku menyesal bertemu dengan mu."
Taehyung menyamankan duduknya. Dua jarinya memutar-mutar batang rokok main-main. Kepalanya tertoleh pelan hanya untuk menemukan Anna yang tengah menelanjangi langit malam di balik bulu mata lentiknya.
Taehyung ingin bertanya kenapa?, tetapi jawaban Anna lebih dulu terucap dari pada suaranya sendiri.
"Karena kau menghancurkan segalanya."
Ada hening yang memerangkap sebagai jeda untuk keduanya. Taehyung membiarkan Anna berkecamuk dengan pikirannya. Tidak ingin menginterupsi sebab Taehyung menemukan titik yang tepat untuk memandangi wajah Anna dari satu sisi.
"Kau membuat aku tidak lagi dapat menikmati hening sendirian. Kau membuat aku membutuhkan mu lebih dari pada aku membutuhkan udara."
Maka gelak tawa Taehyung menjadi gema yang menyenangkan. Mewarnai kelamnya malam dengan warna-warna lampu malam Festival yang seperti permen.
Manis. Meriah. Candu.
"Jangan bilang kau jatuh cinta pada ku, Ann," suara Taehyung terdengar menyebalkan ketika berucap di antara sela gelaknya.
Anna mendelik Taehyung di sisinya. "Khayalan mu melampaui Firdaus**, Kim." sarkastik, sinis. Akan tetapi Taehyung tampak menikmatinya. Membuat Anna sekali lagi ingin memastikan akal sehatnya karena membiarkan pemuda seperti Kim Taehyung bersandingan dengannya.
"Lantas?," satu alis Taehyung naik. Netranya menyorot menggoda main-main sementara menghisap lagi rokoknya.
"Ini hanya seperti aku yang seorang Pluviophile* , dan kau datang menghancurkan kesenangan ku," ujar Anna pelan.
Taehyung bergumam monoton. "Bukankah itu berarti aku membuat mu sembuh?," ia membalas dengan alis yang di naikan. Meminta persetujuan.
Begitu saja Anna mendengus jengah. Menatap nyalang Taehyung. "Tidak. Kau membuat ku lebih sakit dari sebelumnya."
Taehyung memiringkan kepala. Gesturnya tenang ketika kembali menghisap candu tembakaunya. Taehyung bukan seorang Masokis, tetapi ia selalu menemukan dirinya menikmati setiap kali Anna kasar padanya; menatapnya tajam seperti ingin menelan hidup-hidup. Menggeram seperti ingin mencakar kulit-kulit wajahnya. Menggerit gigi seperti ingin merobek lapisan dermis di kulit lehernya layaknya Vampir.
"Ketika berada di antara mereka, aku bisa berdiri sendiri dengan ke dua kaki ku. Aku bisa mengulas senyum palsu sebanyak yang di butuhkan. Bisa mengangguk layaknya anak patuh untuk apapun yang Orang tua ku interuksikan. Aku bisa berada di sana dengan fokus mempertahankan topeng ku. Tetapi, Kau—" tiga detik—hanya butuh waktu tiga detik lautan kelabu pada warna kornea Taehyung mampu mematikan otaknya untuk berfikir. Sejenak rentetan frasa yang berbaris dalam isi kepala lenyap tersapu tatapan kelewat santai milik pemuda Kim.
Maka Anna mendecih, memaling pandang kemanapun selama itu tidak pada binaran bola mata Taehyung yang seperti lubang hitam di samudera Atlantik. Sebelum warasnya lepas dari kendali diri.
"—Tetapi kau merusaknya. Aku kehilangan kepercayaan diri ku, takut sewaktu-waktu tanpa sadar melepas topeng ku, takut tidak lagi mampu berdiri tegak dengan senyuman palsu milik ku. Sebab aku sering mencari-cari sosok mu di antara kerumunan mereka. Dan aku selalu ketakutan tidak menemukan diri mu di sana," sepanjang itu hanya dalam satu tarik napas yang sesak. Ada yang bergemuruh di balik dadanya. Seperti gelombang ombak yang menghantam karang. "Kau seperti Kruk untuk kaki ku yang patah. Jika kau tidak ada, aku akan jatuh."
Anna benci situasi ini. Benci mulutnya yang tidak dapat ia kendalikan seperti bukan bagian dari tubuhnya. Benci matanya yang terasa panas. Benci paru-parunya yang menyempit layaknya pesakitan Asma tidak peduli seberapa banyak ia menghirup oksigen. Benci kata-katanya sendiri yang mengikis harga diri seolah Anna begitu takut Taehyung pergi. Meskipun pada nyatanya memang begitu.
Dua jari panjang lentik yang berkilat pada permukaan kukunya, mengapit dagu Anna. Menarik wajah Anna untuk berpaling dari Akasia di depan sana demi mengadukan netra keduanya dalam garis Horizontal yang semu.
Entah bagaimana jari jemari Taehyung selalu membuat Anna iri akan kecantikannya.
Tidak kah Tuhan keliru menempatkan bagian tubuh secantik itu pada sosok bergender laki-laki?
Tidak. Tuhan tidak pernah salah. Hanya Anna yang terlalu bodoh untuk tidak menemukan tujuannya.
"Aku takut, Taehyung," lirih Anna parau. Sementara senyum Taehyung mengembang menjadikannya kini tampak seperti seorang Sadisme sinting yang menyukai binar nanar yang begitu butuh tersorot dari sepasang iris milik Anna.
Faktanya Anna mampu menjadikan Taehyung terasa seperti apapun.
Kehadiran Anna menimbulkan sensasi lain bagi diri Taehyung.
Mengikat namun menguasai.
"...Takut tidak lagi dapat memerankan peran ku sebagai anak patuh dengan baik. Aku takut tidak lagi dapat mengangguk bodoh untuk tunjukan telunjuk orang tua ku. Karena...." napasnya tercekat. Anna terdiam sejenak. Pelupuknya memberat. "...Karena aku selalu ingin menerobos kerumunan untuk menghambur ke arah mu."
Ini bukan Cinta. Taehyung tahu. Jelas tahu.
Taehyung menarik dagu Anna untuk mendongak. Merubah menjadi garis Vertikal. Memposisikan diri sebagai yang berkuasa. Senyum di sudut mengukir puas. Pun tatapan setajam elang yang menghunus pada pupil mata Anna menunjukan keangkuhannya.
Jari lentik Taehyung bergerak turun. Menelusuri rahang Anna dengan gerak lambat. Mengelus pipi dengan halus.
"...Mau berciuman lagi, Tuan putri?"
—KimmyPurple—
*Pluviophile : penyuka hujan dan kesendirian.
**Firdaus : Surga teratas, tertinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL (Taehyung)
FanfictionEthereal; bagaikan sebuah cahaya halus yang bukan bagian dari dunia ini (surga). Anna memuja sunyi lebih dari yang siapapun dapat, akan tetapi Kim Taehyung membuat dunia Anna berantakan. "Jujur pada ku, Kim." "Apa?" "Kau malaikat 'kan? Mengaku saja...