STACY
"Bangun anak jelek!" Aku menyiramnya dengan jus jeruk minuman pagi ku.
Bisa - bisanya anak sialan ini bangun kesiangan! Dia belum membereskan semuanya, dan ini sudah pukul enam pagi. "Bangun!!" Teriak ku ketika melihat dia masih saja duduk sibuk mengelap wajahnya yang basah.
"Maaf Mrs. Stacy, aku akan bergegas."
Ketika ia berjalan melewatiku, Aku menahannya dengan menjambak rambut coklatnya tersebut, "Dengar, jangan kau coba - coba berangkat ke sekolah, jika semuanya belum beres. Mengerti?"
"Tentu, Mrs. Stacy." Erangnya kesakitan.
"Bagus. Jika kau ketinggalan bus sekolah, itu adalah kebodohan mu. Lain kali bangun lah lebih pagi. Kau tahu banyak yang harus kau lakukan pagi hari kan?" Aku melepaskan rambut coklatnya yang menjijikan itu.
Rasakan! Salahnya dia begitu mirip ibunya. Semuanya. Bentuk wajah, mata, hidung, bibir, serta bentuk tubuhnya pun mirip dengan Sarah, wanita jalang perebut kekasih ku. Sehingga aku menculik anak sialannya ini untuk membalaskan dendam ku pada Sarah. Agar dia dan Paul merasakan apa yang ku rasakan. Yaitu rasa sakit saat orang yang sangat kau cintai secara paksa pergi dari mu.
Dan tentu saja, suatu saat nanti akan ku gunakan anak ini untuk mendapatkan Paul kembali padaku. Paul pasti tidak akan pernah bisa lagi menolak ku. Tapi bukan sekarang, sedikit waktu lagi. Aku belum puas menyiksa anak sialan ini. Belum cukup.
Ini bukan kesalahanku. Jika Sarah tidak merebut Paul dari ku dulu, aku tidak mungkin akan melakukan hal ini. Aku pasti akan hidup bahagia bersama Paul, cinta sejati ku. Dan mungkin Sarah juga akan menemukan jodohnya sendiri. Tapi bukan Paul, bukan pria ku, sehingga aku terperosok pada kehidupan malam dan menjadi call woman bagi para pebisnis yang mampu membayarku mahal. Ini semua karena Sarah. Hidupku hancur karena Sarah. Aku menjadi wanita panggilan pun karena Sarah.
Lihatlah putri cantik mereka sekarang. Aku membesarkan nya dengan rasa benci ku. Tidak akan ada rasa kasih sayang. Maaf saja, rasa sayang ku bukan untuk keturunan Sarah. Ia berpenampilan seperti anak aneh, memang seperti itulah yang aku inginkan. Agar orang yang berada di sekitarnya merasa jijik padanya, merasa jika kehadirannya adalah mimpi buruk. Sempurna.
Seharusnya anak ini merasa bersyukur. Aku masih memiliki toleransi untuk membiarkannya bersekolah dan keluar rumah. Tadinya aku berniat untuk menjadikannya budak ku, seumur hidup. Dia sedikit beruntung mendapatkan beasiswa sepanjang dia bersekolah sampai saat ini dan aku tidak perlu mengeluarkan untuk anak itu sepeser pun. Aku tidak mau repot - repot untuk urusan yang berhubungan dengan anak sialan itu.
Aku berjalan menuju garasi. Ini akan menjadi hari yang panjang karena pagi ini akan ada donatur panti yang ingin bertemu langsung dengan ku lalu sampai esok pagi jadwalku dirumah pelacuran sangat padat. Jangan terlalu kaget, walaupun aku menyiksa anak sialan milik Sarah sebenarnya aku adalah pecinta anak - anak dan aku mendirikan sebuah panti asuhan karena dari sanalah aku berasal.
Sebaiknya aku bergegas, jangan sampai sang donatur yang menunggu ku.