L berkali-kali mendengus tak suka. Laki-laki itu duduk berjongkok di atas sofa ruang kerja rumahnya, di depan dua bawahannya yang beberapa saat lalu bertugas dengannya untuk menangkap seorang penjahat. L memicing dengan lollipop yang bertengger manis di bibirnya. Ke dua anak buah L menelan ludah mereka paksa saat seorang detektif nyentrik yang sayangnya adalah atasan mereka memandang mereka intens. Mereka tahu jika kini atasan nyentrik mereka tengah marah."Saya tidak suka jika kalian membuat rencana tanpa sepengetahuan saya."
Ucap L.
"Ma-maaf, L-san. Watari-san bilang untuk tidak mengatakan apapun pada anda."
"Sebenarnya, atasan kalian itu saya ataukah Watari-san?"
L memberengut.
"A-anda, L-san."
"Jika begitu, harusnya kalian memberitahu saya."
"Maaf."
"Sudahlah, L."
Suara dalam seorang laki-laki mengalihkan atensi L. Dia menoleh sekilas sebelum kembali menghadap dua bawahannya yang tengah menunduk.
"Kalian pergilah. Anak ini biar aku saja yang urus."
"Hai', Watari-san!"
Kedua bawahan L serempak membungkuk lalu meninggalkan ayah-anak itu dengan perasaan lega.
"Apa kau marah?"
"Tidak. Saya hanya merasa tidak suka saja."
Watari menggelengkan kepalanya maklum akan tingkah merajuk anak angkatnya. Watari mendekat lalu menepuk pelan bahu L.
"Sebaiknya kau segera menghampiri Hyuga-san yang tengah pingsan dengan banyak luka sayatan juga lebam. Dia belum mendapatkan pertolongan pertama semenjak kau mengatakan tidak ada yang boleh menyentuhnya kecuali dirimu."
"Ayah memang pandai mengalihkan suasana. Saya tetap akan meminta penjelasan nantinya."
L berdiri, tubuh tinggi yang dibalut oleh kaos putih itu berjalan menjauh tanpa menoleh sedikit saja pada Watari.
Watari tidak keberatan, laki-laki tua itu tahu bagaimana sikap acuh anak angkatnya sendiri. Dia tersenyum tulus setelah L menutup pintu berdaun dua di ruangan tersebut. Manik tajam Watari mendapati sesuatu yang akhir-akhir ini mulai akrab dengan wajah L, semburat merah muda manis.
"Akhirnya kau bisa terlihat seperti yang lainnya, nak."
.
..
...
..
.L menatap sosok mungil seorang gadis yang berada di atas ranjangnya. Laki-laki itu duduk berjongkok di atas kursi yang dia letakkan tepat di samping ranjang. Mata panda bermanik hitam itu menatap intens wajah tidur Hinata yang tetap saja terlihat manis baginya. Tiba-tiba saja, semburat merah muda menghiasi wajah pucat L saat dia mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
Laki-laki itu lalu menggelengkan kepalanya pelan. Memukul ringan dahinya yang tertutup poni hitam sebelum tersenyum lucu.
"Maafkan ketidak sopanan saya, Hinata-san."
Tangan dengan jemari panjang itu terjulur guna memberi elusan lembut penuh kasih sayang pada pipi Hinata yang ranum.
Sepertinya, elusan yang dilakukan L membuat Hinata terbangun, terbukti dari kelopak mata gadis itu yang mulai terbuka perlahan. Bukannya menarik kembali tangannya, L malah pura-pura tak peduli.
L menampilkan senyumannya yang telah dia latih sejak laki-laki itu bertemu dengan Hinata. Dia tahu jika senyumnya lebih mirip patung tapi biarlah, lagi-lagi dia tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Sweet
FanfictionBukan suatu kebiasaan bagi L jika harus meluangkan waktu berjam-jam hanya untuk duduk diam di dalam cafe bernuansa tradisional tanpa melakukan apa-apa. Terkadang, laki-laki itu bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya dia lakukan? Saat otaknya terus men...