12 Oktober 2010

579 89 8
                                    

Peristiwa itu masih segar di otak Jongin walaupun sudah lama waktu berlalu. Saat itu hari Rabu, pertengahan musim gugur, 5 tahun yang lalu.

Jongin selalu sadar kalau ia memiliki permasalahan untuk bangun pagi. Lebih seperti bangun tidur sebenarnya, tidak peduli apakah hari masih pagi atau sudah siang bolong. Wajar saja teman-temannya selalu memanggilnya 'beruang' karena kemampuannya untuk tidur kapan dan dimana saja.

Bangun telat bukan hal yang baru bagi Jongin. Setiap hari ia harus berlari sejauh satu kilometer dari rumahnya menuju halte bus sekolah terdekat. Omelan dan ancaman dari sang supir tidak berpengaruh apa-apa pada masalah bangun tidurnya.

"Besok saat kau telat lagi, akan saya tinggal!"

Begitulah kata pria parubaya itu setiap Jongin naik ke dalam bus sekolah. Tapi tetap saja setiap Jongin sampai di halte bus, bus sekolahnya masih berhenti disana. Menunggunya. Dalam hati, Jongin selalu berterima kasih pada pria itu yang rela menunggunya yang kelewat lama sehingga ia tidak perlu berlari 3 kilometer jauhnya ke sekolah.

Jongin mendudukan dirinya di kursi yang biasa ia duduki, barisan paling belakang sebelah kiri. Ia selalu memilih duduk menempel pada jendela agar bisa melihat pemandangan orang berlalu-lalang diluar. Setelah melepas ranselnya dan meletakkannya di depan, ia mengelap keringat di dahi dan pelipisnya dengan lengan baju seragam kuningnya sembari menormalkan napasnya yang masih terengah-engah.

Ia menempelkan kepalanya ke jendela, memperhatikan mobil-mobil yang lewat. Jongin tidak terlalu pandai bergaul sehingga tidak memiliki banyak teman untuk diajak mengobrol di bus. Teman dekatnya, Taemin dan Moonkyu, berangkat menggunakan sepeda sehingga ia diam saja selama di dalam bus. Anak-anak lain juga tidak mau mengajaknya bicara. Ia pernah mendengar dari Taemin kalau murid lain takut padanya, entah karena apa. Tapi ia tidak terlalu peduli pada hal itu.

Sepuluh menit kemudian, ia merasakan kelopak matanya memberat lalu menguap sekali. Jongin kadang heran pada dirinya sendiri kenapa bisa mengantuk secepat itu. Baru kurang lebih satu jam yang lalu ia bangun dan sekarang sudah mengantuk lagi, padahal ia selalu tidur awal setiap malamnya. Tapi bukan Jongin namanya kalau tidak bisa tidur dimana saja. Ia menutup matanya dan segera kembali ke alam mimpi.

--o0o--
I

a terbangun saat seseorang menepuk-nepuk bahu kanannya. Dengan malas ia membuka kedua matanya dan bertanya dengan suara serak pada siapapun yang membangunkannya tadi. "Ada apa?"

Jongin melirik orang yang duduk di sampingnya. Seorang anak laki-laki, seusianya dan memakai seragam sekolah berwarna putih dengan garis hitam di lengan dan kerahnya. Ramah, itu kesan pertama Jongin saat melihat wajahnya. Dua mata bulat besar dengan bibir tipis yang tersenyum canggung padanya. Rambutnya sudah sedikit terlalu panjang untuk standar anak sekolah, dan dua telinga besar mengintip dari rambut hitamnya. Ia bertanya Jongin bersekolah dimana. Dalam hati, Jongin memutar bola matanya. Memangnya sekolah mana lagi yang memiliki seragam kuning terang seperti yang ia kenakan selain sekolahnya? Tapi Jongin tetap menjawab, bersamaan dengan bus yang berhenti di halte selanjutnya.

Jongin menyipitkan matanya, mencoba membaca tulisan di halte tersebut lalu matanya membulat saat tau dihalte mana ia sekarang. Lelaki bermata besar itu mengatakan tentang halte sekolahnya yang sudah jauh terlewat tapi Jongin dengan cepat bangkit dan berlari melewati lelaki itu keluar bus. Ia melihat jam dinding yang terpaku di dinding halte lalu mendesis. Ia sudah terlambat sekarang. Terlintas di kepalanya untuk pulang saja daripada mendapat hukuman di sekolah nanti, tapi ia langsung teringat tentang Sehun. Sepupu sialannya itu pasti akan mengadu pada orang tuanya kalau Jongin tidak masuk sekolah. Pilihannya antara dimarahi di sekolah oleh gurunya atau dimarahi di rumah oleh ibunya yang tidak kalah galak. Setelah dipikir-pikir, sepertinya ia lebih memilih pilihan yang pertama. Paling tidak uang jajannya tidak akan dipotong.

Jadi saat bus selanjutnya tiba, ia dengan cepat masuk dan kembali ke sekolahnya.

  --o0o--

Benar saja. Lima kali lari memutari lapangan sekolahnya menjadi hadiah sambutannya saat tiba di sekolah. Mulai hari itu, Jongin berniat untuk tidak pernah lagi tidur di bus, terutama saat akan pergi ke sekolah.

Pulangnya, ia kembali bertemu dengan lelaki bermata besar yang membangunkannya tadi. Setelah Jongin berterima kasih padanya tentang kejadian tadi pagi, mereka berkenalan. Namanya Chanyeol, satu tahun beberapa bulan lebih tua dari Jongin dan tahun ini akan lulus. Mereka mengobrol selama perjalanan pulang. Lelaki itu cukup cerewet dan senang memulai pembicaraan jadi tidak sulit baginya untuk mengobrol dengan orang pendiam seperti Jongin. Yang Jongin lakukan hanyalah mendengarkan cerita Chanyeol dan menjawab pertanyaan yang ia tanyakan. Tak terasa mereka sudah sampai di halte tujuannya Chanyeol. Lelaki itu melambaikan tangan padanya dari halte dan Jongin membalas. Baru pertama kali sejak waktu yang lama, Jongin tidak memperhatikan pemandangan diluar jendela.

--o0o--

Mereka selalu bertemu setelah itu. Jongin heran mengapa ia tidak pernah melihat Chanyeol sebelumnya, padahal mereka selalu menaiki bus yang sama. Mungkin karena dia yang terlalu fokus pada jendela sehingga tidak memperhatikan keadaan di sekitarnya.

Hanya dalam waktu beberapa bulan, mereka sudah menjadi sangat dekat. Chanyeol bercerita tentang banyak hal. Tentang hobinya memainkan alat musik dan menulis lagu, tentang musang garis-garis peliharaannya yang selalu ia belikan mainan dari sisa uang sakunya, tentang kakak perempuannya yang selalu ia ikuti kemanapun dan sangat ia sayangi, dan masih banyak lagi.

Jongin lama-kelamaan juga mulai terbuka pada lelaki yang lebih tua itu. Ia menceritakan tentang kecintaannya pada menari sehingga kedua orang tuanya memasukannya ke SOPA, tentang sahabat-sahabat kecilnya- Taemin dan Moonkyu -yang selalu menemaninya latihan di sekolah, tentang tiga anjing peliharaan keluarganya yang setiap hari Sabtu sore ia ajak jalan-jalan mengelilingi taman, juga betapa melelahkannya memiliki dua kakak perempuan yang selalu menggodanya. Cerita-cerita itu keluar begitu saja dan Jongin tidak pernah merasa seterbuka ini pada seseorang yang belum lama ia kenal. Ada sesuatu dalam diri Chanyeol yang membuatnya merasa nyaman, dan ia sangat menyukai perasaan itu.

Jongin menjadi bersemangat untuk berangkat ke sekolah setiap harinya. Ia tidak lagi bangun telat dan berlari-lari menuju halte bus. Ia juga tidak pernah lagi mendengar omelan dari supir bus. Menatap jalanan diluar bukan lagi menjadi kebiasaan Jongin setiap hari. Tidak lagi, karna Chanyeol akan selalu mengobrol dengannya.

Bulan demi bulan berlalu dan tak terasa tahun ajaran akan segera berakhir, dan Chanyeol akan segera lulus SMA. Jongin sangat mengingat hari yang berat itu. Hari itu hari terakhir Chanyeol pergi ke sekolah sebelum kelulusannya. Saat berangkat ke sekolah, mereka masih mengobrol seperti biasanya. Menceritakan tentang pertemuan pertama mereka dan saling menertawakan candaan satu sama lain. Tapi saat dalam perjalanan pulang, Jongin tidak dapat membendung air matanya.

Jongin takut. Selain di dalam bus sekolah ini, ia tidak pernah bertemu dengan Chanyeol. Jongin tidak memiliki ponsel, begitu juga dengan Chanyeol sehingga mereka tidak bisa berhubungan lewat internet. Dan jika Chanyeol tidak akan menaiki bus ini lagi, dimana mereka akan bertemu?

Chanyeol membulatkan matanya kaget saat melihat lelaki di sampingnya mulai menangis tapi tak lama ekspresi terkejutnya berubah melembut. Ia menyentuh kelopak mata Jongin dan mengelap air matanya dengan ibu jarinya. Perlahan ia menarik lelaki yang lebih muda itu ke pelukannya dan mengusap punggungnya. Chanyeol berkata dengan pelan agar Jongin tidak boleh menangis dan kata-kata menenangkan lainnya.

Dengan berat hati, Chanyeol melepas pelukannya saat bus sudah hampir sampai di halte pemberhentiannya. Ia mengusap rambut lembut Jongin, mengucapkan selamat tinggal, lalu berjalan turun dari bus.

Dari jendela, Jongin bisa melihat Chanyeol yang mendongak menatapnya. Ia tersenyum lebar lalu melambaikan tangannya pada Jongin. Sambil tersenyum simpul, Jongin membalas lambaian tangan Chanyeol sebelum pintu bus tertutup dan kendaraan itu bergerak menjauhi Chanyeol.

Chanyeol tidak pernah berjanji akan bertemu lagi dengan Jongin suatu hari nanti.

School Bus [ChanKai] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang