Prolog

74 7 0
                                    

Seorang lelaki tengah terduduk di ayunan sambil menikmati lantunan musik di telinganya. Ia membuka mata, lalu melirik jam di tangan kirinya menunjukkan pukul empat sore. Han beranjak dari duduknya, lalu melihat sekeliling.

"Gue kangen," lirihnya.

Lalu dia berjalan meninggalkan taman bermain yang sudah sedikit usang itu sambil tangannya dimasukkan ke dalam saku.

Dia seorang lelaki yang tak lagi bersahabat dengan sapa dan tawa. Dingin, tetapi terkadang bisa berubah menjadi hangat tanpa sebab.

Dia lelah akan semua perasaan yang menghantuinya. Dia rapuh karena seseorang yang belum tentu memikirkannya. Dia sakit karena perjuangannya berada di ambang sia-sia, atau mungkin sudah.

Sangat sulit baginya untuk melupakan, karena yang akan dilupakan justru kembali membawa luka yang lebih dalam.

🧭🧭🧭

Pencarian demi pencarian terasa hambar saat waktu hanya memiliki pilihan bahwa semua yang pernah diperjuangkan berakhir sia-sia.

Putus asa mungkin sudah cukup untuk mewakilkan segala perjalanan yang terasa memberatkan itu. Ternyata akhir memiliki wewenang besar akan rasa sakit yang dirasakannya.

Entah berakhir bahagia atau sedih, atau justru tidak pernah ada akhirnya, kita tak pernah tahu. Seluruh jagat raya berhak ikut andil memberi sedikit luka atau suka di dalamnya. Tetapi ternyata berujung memiliki banyak luka yang tidak tahu kapan sembuhnya.

Tunggu saja, mungkin sang tokoh utama sedang meringkuk kedinginan karena dinginnya kota yang ditinggalkan mengikutinya sampai ujung penantian.

🎠

Untuk ke sekian kali, lagi, dan lagi.
—ant.

PlaygroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang