Nugi

30 1 1
                                    

"Pergi!!!" Teriak laki-laki itu kepadaku. Dia menatapku penuh dengan amarah dan tatapan tidak senang. "Loe gak perlu disini! Gue gak butuh loe disini!" Bentaknya padaku. Dia tak senang aku berada dekat dengannya. Dia tampak membenciku. "Gue bilang pergi!" Dia melemparkan benda-benda yang berada dekat dengannya kepadaku.

"Mungkin loe gak suka gue disini, tapi ini udah jadi tugas gue." Ujarku yang membereskan semua benda-benda yang telah di lemparnya.

"Gue gak butuh loe! Jadi loe pergi sekarang!" Bentaknya padaku. "Loe disini karena loe pikir gue lemah kan? Gue gak perlu dikasihanin. Gue gak butuh kasihan dari loe." Ujarnya tanpa bentakkan yang keluar dari mulutnya seperti tadi.

Aku hanya bias menerima bentakkan dari laki-laki yang tempramental itu, karena aku sangat membutuhkan pekerjaan. Hari ini aku bekerja di rumahnya, untuk merawatnya. Namun sambutan dihari pertama bekerja sungguh sangat tidak menyenangkan, harus menerima bentakkan dari laki-laki yang berbeda umur berkisar dua tahun denganku.

Laki-laki itu bernama Nugi. Dia berparas tampan, berkulit putih, namun badannya terlihat kurus dan wajahnya sangat pucat. Dia terlihat dalam kondisi yang tidak baik.

Dia duduk di kursi roda akibat kecelakaan mobil yang dialaminya satu tahun yang lalu. Dia menglami lumpuh di kedua kakinya. Semenjak kecelakaan yang menimpanya, Nugi menjadi orang yang sangat temperamental. Dia selalu membentak dan menyuruh semua orang untuk pergi dari kamarnya. Dia selalu berpikir orang-orang hanya melihatnya sebagai orang cacat yang patut dikasihani serta lemah tak berdaya. Sampai sekarang Nugi belum bias menerima keadaannya. Dan dia juga selalu mengurung diri di kamarnya, mengasingkan diri dari orang-orang di sekitarnya.

"Gue bilang, gue mau loe pergi dari sini!" Ujarnya. Dia melemparkan sebuah buku yang tebal kearahku.

"Auuww!" Teriakku. Kepalaku terkena.

"Makanya... Pergi loe sekarang!" Ujarnya. Namun aku menatapnya tidak senang. Kulemparkan kembali buku itu padanya. "Auuww!" Buku itu mengenai perutnya.

"Kalau gue punya banyak duit, gue juga gak sudi kerja disini!" Bentakku padanya. "Loe mungkin gak tau penderitaan gue di luar sana, karena loe udah hidup enak disini sebagai anak orang kaya. Semua kebutuhan loe udah sangat tercukupi. Tapi beda sama loe, gue harus banting tulang hanya untuk sesuap nasi." Ujarku padanya. Dia hanya terdiam. Akupun membereskan benda-benda di kamarnya.

"Maaf." Ujarnya setelah hening beberapa saat. Aku menatapnya kaget. Apa kata itu benar-benar keluar dari mulut orang yang telah membentakku tadi. "ngapain loe lihat-lihat gue? Cepet kerja!" Bentaknya padaku. Dia kembali seperti sejak awal. Akupun hanya dapat mengumpat dalam hatiku saja. Dia memang tuan muda yang temperamental.

***

Pagi-pagi sekali aku sudah berada di rumahnya. Aku langsung menuju kamarnya. Kulihat dia yang masih tertidur di ranjangnya, dia terlihat lebih manis. Dia terlihat malaikat yang turun ke bumi. Aku baru sadar jika dia adalah laki-laki yang tampan namun orang yang rapuh. Aku melihat wajahnya. Entah perasaan apa yang kurasakan ini. perasaan kasihankah? Aku ingin mengelus wajahnya, namun aku takut dia terbangun. Aku takut mengganggu tidurnya yang nyenyak. Dan yang kurasakan ini mungkinkah......... ah, tidak mungkin! aku langsung menepisnya. Kemudian aku melihatnya kembali. Perasaanku begitu nyaman melihatnya, aku lebih suka dia saat tidur dari pada terbangun, karena jika dia bangun dia selalu membentak-bentakku. Tapi tak terasa seminggu sudah aku bekerja merawatnya. Dan Dia tetap berperilaku sebagai tuan muda yang galak padaku.

"Tuan muda, selamat pagi." Sapaku padanya setelah membuka gorden kamarnya. Dia masih tertidur. Dia sepertinya enggan untuk bangun. Dia menarik selimutnya dan membenamkan wajahnya. "Tuan muda, bangun sudah siang." Ujarku.

Not PerfectWhere stories live. Discover now