Aku terdiam tidak percaya apa yang kulihat.
Begitu cepat bahkan sensor kami tidak bisa mendeteksi arah datangnya serangan itu.
Aku berkeling ke seluruh area untuk memastikan ada yang selamat sambilku tekan luka di tangan kiriku dengan pembalut dalam kotak P3K yang kutemukan direruntuhan bangunan tadi.
Ayah, Ibu, Kakak, dan juga seluruh teman - temanku semuanya telah tewas.
"Kenapa hanya aku yang masih hidup!!!",
Pikirku tak ada salahnya merenungi kejadian seperti ini dan yang ada dalam pikiranku sekarang hanyalah bertahan hidup.
Tempat petama yang aku datangi adalah gudang penyimpanan, karena hanya bangunan ini yang masih berdiri di sekitar sini.
Aku lihat dinding bengunan ini terdapat banyak sekali retakan-retakan bahkan langit-langitnya banyak yang berlubang.
Aku berharap semoga ada yang bisaku temukan terutama makanan.
Aku buka semua lemari yang ada, tetapi yang ada hanyalah tas ransel, senjata, amunisi dan sebuah alat perangkap tikus.
Walaupun saat ini senjata dan amunisi tidak terlalu berguna, tetapi ini sudah cukup untuk menahan serangan dari makhluk itu.
Lagi pula aku mendapatkan sebuah alat perangkap tikus, mungkin ini akan berguna untuk mengisi perutku yang lapar.
Saat ini lebih baik aku istirahatkan tubuhku dari pada aku memaksakan tubuh ini berjalan seharian.
Besar harapanku akan perangkap tikus yang sudah aku letakkan di dalam saluran pembuangan air sambilku tutup bagian atasnya dengan daun-daun kering.
Biasanya malam hari tidak setenang dan sepanas ini
"hahaha.... Mungkin malam ini akan datang hujan deras"
itu adalah kalimat yang sering diucapkan teman-temanku entah dari mana teman-temanku dapat kalimat seperti itu, tapi yang jelas hal ini pasti akan terjadi.
Dan memang benar malam ini terjadi hujan deras.
Aku terlalap saat mendengarkan irama hujan yang teratur di antara lantai, jendela, dan langit-langit.
Ketika aku membuka mata, cahaya pagi membuatku bangkit dengan waspada.
Aku ambil senapan yang berada disamping kananku dan ku arahkan ke setiap sudut.
"Huh... masih aman",
Sangat menakutkan jika langsung disambut dengan serangan makhluk itu.
Aku berjalan keluar secara hati-hati dengan senjata yang siapku tarik pelatuknya.
Aku tempelkan tubuhku ke dinding sambil memperhatikan setiap sudut area luar.
"Aman", ucapku dengan hati lega.
Segera aku ambil perangkap tikus yang telah kuletakkan di dalam pembuangan air yang tertutup daun-daun kering.
Saat ku angkat terdengar suara decitan tikus yang sepertinya minta untuk keluar.
"Lumayan juga tikus ini, sepertinya tubuh ini dapat tambahan energi",
ucapku sambil mencuci bersih tikus dan membakar di dalam bangunan itu.
Sangat berbahaya jika menyalakan api di luar terutama saat sedang membakar daging bukan hanya dari asapnya saja, tetapi bau dari daging tikus yang terbakar dapat menarik makhluk itu untuk datang kemari.
Walaupun asap dan bau dari daging tikus telah menyelimuti seluruh ruangan dalam bangunan.
Ini sudah cukup untuk menahan agar tidak menyebar terbawa angin atau pun terlihat dari luar.
Kugigit dan ku kunyah ke dalam mulutku.
Gurih, dengan sedikit rasa pahit di bagian pinggirnya, karena aku terlalu gosong saat memasaknya.
"Cukup lezat, tapi sepertinya tidak akan menyebabkan kematian."
Hanya itu yang terbaik yang dapat aku lakukan dalam hal makanan, tapi tadi aku juga menemukan beberapa peralatan di dalam lemari.
Aku membawa senjata rifle jenis SS1-R5 Raider yang hanya memiliki berat 3,37 kg dan memiliki rotasi tembakan 650-700 rpm jarak terjauh efektif 375 meter.
Beberapa amunisi yang aku masukan ke dalam tas ransel dan dua pistol jenis G2 yang memiliki berat 0.95 kg yang jarak tembaknya 50 meter yang aku selipkan di kedua saku samping celanaku.
Hari semakin siang aku meninggalkan gudang penyimpanan itu.
Aku ambil kompas di dalam saku celana kiri dan aku harus menuju ke arah selatan dimana tempat perlindungan populasi manusia berada.
Jalan licin, belumpur, dan banyak kubangan air akibat hujan semalam. Langit cerah berawan
"sepertinya tidak akan turun hujan, ini cuaca yang bagus".
Aku berjalan dari hutan hingga tiba di tanah gersang Ropol
"panas dan berpasir",
itulah yang bisa aku ungkapkan untuk tempat yang dulunya disebut sebagai kota paling sejuk.
Tak butuh waktu yang lama hingga aku menemukan jasad pertama.
Seorang pria tergeletak di jalan yang hanya menyisahkan tubuh bagian atasnya.
Kepala pria ini masih utuh karena memakai helm bagian lainnya sudah tersobek-sobek.
Dilihat dari darah yang masih merah terang aku yakin ini terjadi belum lama yang jelas pria ini terjebak di jalan buntu saat berusaha menyelamatkan diri.
"Tak ada jalan lain aku harus melewati daerah ini, hmm",
jika pria tadi memakai helm pasti dia datang dengan mengendarai motor.
Tak salah lagi, aku melihat sebuah motor tergeletak di dekat puing-puing bangunan yang runtuh.
Aku angkat dan kubuka tangki bahan bakarnya
"masih ada... ini cukup untuk menempuh perjalanan beberapa km",
ucapku dengan senang dan merasa beruntung aku nyalakan motor ini.
Terdengar raungan keras dari arah samping kiriku, aku melihat tiga makhluk itu berlari datang ke arahku siap menerjang.
Mereka belum pernah kutemui, sepertinya itu jenis baru bentuknya hampir mirip seperti reptile.
Masing-masing mempunyai jumlah mata yang berbeda-beda hanya makhluk di sisi tengah yang mempunyai empat mata, sedangkan yang lainya hanya dua mata.
Mereka mumpunyai sepasang tanduk di bagian dahi atas dan bawah mulut yang sepertinya itu digunakan untuk menghancurkan segalanya.
Segera aku putar motor dan tancap gas untuk menghindar jauh dari makhluk itu, namun kecepatan dari makhluk itu tak bisa dianggap remeh.
"Grrraaachhh... Crrraak",
sebuah serangan dari makhluk itu mengenai bagian belakang motorku yang hampir membuatku kehilangan keseimbangan.
Hasilnya serangan itu berhasil merobek joke dan mengiris lampu belakang motorku.
"Jika saja tadi telat beberapa detik, mungkin akan sangat fatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
War Horizon
FantasyManusia selalu merusak alam tanpa ada pembaruan, maka alam mulai murka dan ingin memusnahkan peradaban manusia.