Surat 2

8 0 0
                                    

Dear September,

Hallo apa kabarmu? Jangan bosan ya jika aku bertanya tentang kabarmu. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja. Well, I'm fine. Tidak usah mencemaskan kabarku, lagi pula kamu tidak pernah mencemaskan kabarku bukan?

Baiklah ini adalah surat ke dua yang aku tulis untukmu. Semoga kamu berkenan untuk membacanya.
Hari itu usiaku genap 15 tahun berbarengan dengan pergantian tahun ajaran baru. Berat rasanya saat aku harus menerima kenyataan bahwa aku harus sekolah ditempat ini. Entah mimpiku yang terlalu jauh mungkin, tapi nilai NEMku saat itu memuaskan bahkan menjamin untuk masuk SMA favorit dikotaku. Namun karena kondisi keuangan keluarga yang tak memungkingkan membuatku harus berada disekolah ini. Rencana Allah memang tak bisa disangka-sangka. Aku baru bisa bersyukur bisa berada disekolah ini saat aku sudah lulus. Tragis memang selama sekolah aku memang jarang bersyukur :(

Sekolah aku dan kamu memang sekolah sederhana, tapi cerita yang ada jauh dari kata sederhana, complicated bagiku. Entah bagimu. Dan sekolah kita tidak menerima murid yang banyak. Bahkan untuk angkatan aku dan kamu hanya berjumlah 24 orang.

Sebagai murid baru diawal pelajaran setelah pekan orientasi kami masih menggunakan seragam SMP masing-masing. Karena baju seragam baru kami masih berada ditukang jahit. Aku ingat betul saat pertama kalinya aku menyapa kamu.

Saat itu keadaan sedang istirahat. Kelas yang kosong dan aku beserta teman-temanku baru sampai dari kantin. Selang tak lama kamu masuk dengan seragam putih-biru melewati kami yang sedang duduk dibawah lantai sambil menikmati makanan yang kami beli. Beberapa teman-temanku berbisik,

"Tuh itu. Cakep banget!" bisik temanku saat itu.

"Kenapa ya kok dia sendiri?" bisik temanku yang lain. Jengah mendengar bisikan teman-teman maka secara spontan,

"Kamu enggak istirahat?" tanyaku. Saat itu aku belum terlalu kenal denganmu. Kamu merasa dipanggil maka langkahmu terhenti lalu menoleh ke arahku,

"Enggak." Jawabmu datar sambil menggelengkan kepala.

"Enggak jajan gitu sama temen yang lain?" Tanyaku lagi dan saat itu kamu hendak melanjutkan langkahmu.

"Enggak." Jawabmu lagi dengan expresi yang sama, datar.

Lalu teman-temanku menjerit histeris tertahan sambil mencubit pahaku.

"Aw!" Kataku sakit.

"Keren banget dia. Cool."

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Cool, cool. Kulkas yang ada." Jawabku ketus.

Saat itu aku tidak menyadari bahwa akan ada hal-hal lain yang sebenarnya sedang menantiku.

Kamu ingat itu tidak? Saat teman-temanku satu kelas menaksirmu, aku justru menganggapmu biasa saja. Sampai waktu yang menuntunku hingga akhirnya aku jatuh hati padamu dengan cara-cara yang tak pernah kuduga.

Salam,

Annisa

Perasaan Yang Ingin DisampaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang