Kematian di Kamar Mandi Sekolah (Part I)

5 0 0
                                    

Namaku Sita. Aku memang terlahir berbeda dari yang lain. Aku mampu melihat sesuatu yang terjadi dimasa lalu dengan mendatangi tempat atau menyentuh suatu benda yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Semua kejadian-kejadian itu hadir bagai bayangan-bayangan. Seperti potongan-potongan rubik yang harus disusun ulang sebelum akhirnya menjadi begitu jelas. Dan aku pun dapat merasakan dan sesekali melihat secara langsung makhluk-makhluk tak kasat mata, dari yang masih lengkap, hingga yang sudah tidak berbentuk lagi. Tidak banyak yang mengetahui hal ini, hanya keluarga, itupun mereka tidak terlalu peduli dengan hal itu.
Hal yang hanya aku yang tau adalah bahwa sejak kelas 1 SMP hingga kini aku sudah kelas 3 SMA, aku sudah bekerja sama dengan salah seorang detektif yang bekerja di kepolisian. Alda namanya. Kerja sama diantara kami bermula ketika aku membantunya dengan tidak sengaja saat ada kasus penculikan dan pembunuhan seorang guru disekolahku yang dilakukan oleh penjaga sekolah. Saat itu Alda masih belum resmi menjadi seorang polisi. Dia kesulitan karena segala bukti seakan lenyap. Namun aku membantunya dengan mengatakan bahwa bukti-bukti tersebut ditanam di belakang rumah penjaga sekolah tersebut. Setelah meyakinkannya dengan saat keras, dia pun percaya dan melakukan pengecekan kerumah penjaga sekolah tersebut dan benar saja bukti-bukti seperti senjata pembunuhan berupa golok yang masih berlumuran darah ada disana. Awalya penjaga sekolah tersebut mengelak, namun setalah dilakukan pemeriksaan terhadap senjata tersebut, ditemukanlah sidik jarinya disana. Sejak saat itu dia selalu mendatangiku untuk menanyakan bagaimana aku tau hal itu. Namun aku selalu menghindar. Setelah bosan karena selalu diganggu olehnya, akupun menceritakan bahwa aku dapat melihat masa lalu kepadanya. Tentu saja dia tidak percaya, namun beberapa hari kemudian dia datang lagi dan menawarkan sebuah kerja sama. Aku menolak. Namun lagi-lagi dia memaksa. Setelah berdiskusi tentang beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti tidak adanya namaku dalam laporannya, aku setuju untuk kerja sama dengannya. Dia membayarku dengan harga yang cukup lumayan untuk menambah tabunganku.
Bel waktu istirahat berbunyi. Guru bahasa Indonesia yang mengajar keluar dari ruangan setelah memberikan tugas yang akan dikumpul besok.  Ku ambil handphone ku dari saku rok dan kulihat nama Alda disana. Rupanya dia telah menghubungiku 5 kali. Segera aku menuju toilet untuk menelponnya kembali. Terlihat beberapa gadis seusiaku sedang sibuk dengan dandanan mereka sambil berbisik-bisik melihat kearahku. Ah, mereka biasa seperti itu, siapapun yang mereka lihat akan mereka gosipin. Segera aku masuk ke dalam bilik toilet dan menelepon Alda. Setelah berbunyi sebanyak 3 kali, terdengar suara dari seberang.
“Sita, aku butuh bantuanmu.” Sambarnya dengan kalimat yang selalu diucapkannya setiap akan memulai kerja sama denganku.
“Ya, aku mendengarkan.” Jawabku sebagai kode bahwa aku tidak boleh banyak bicara dan hanya akan mendengarkan penjelasannya karena kulihat kaki yang berdiri didepan bilik toilet yang sedang kugunakan. Dasar orang-orang kepo yang sangat penasaran dengan urusan orang lain.
“Aku saat ini sedang berasa di SMA Pelita Harapan. Kau tau kan tempat itu? Oke kuanggap kau sudah tau” katanya tanpa menunggu jawabanku. “Alamatnya akan kukirim nanti” lanjutnya. “ada seorang siswi yang mati di toilet sekolah ini. dugaan awal dia mati karena kahabisan napas. Dia gantung diri. Tubuhnya sudah membiru. Kemungkinan dia melakukannya semalam, namun baru ditemukan pagi ini oleh penjaga sekolah. Tetapi ada hal yang mengganggu pikiranku,karena setelah diturunkan ditubuhnya ditemukan banyak luka bekas pukulan dan sundutan rokok yang sepertinya baru saja kering. Dan hal yang paling menggangguku adalah kursi.” Alda terdiam sejenak membuat aku menunggu apa yang dia sampaikan. “Kursi yang terjatuh dikamar mandi, yang terjatuh tepat dibawah kakinya dan diduga digunakannya untuk menjangkau tali terlalu pendek walaupun dia menjinjit.” Katanya. Aku membayangkan saat ini dia sedang berpikir dan kedua alisnya sedang menyatu.  “itu membingungkan untukku. Aku berpikir ini sebenarnya adalah pembunuhan yang direncanakan dan dibuat seakan dia sedang  bunuh diri.” Lanjutnya lagi setelah lama terdiam.
“Baik, aku akan kesana nanti setelah pulang sekolah. P kau sudah mempersiapkan semuanya.” Bisikku setelah menimbang apakah hari ini aku akan ikut dengannya aku mengikuti ekskul basket. Tentu saja aku memilih ikut dengannya.
“Baik. Datanglah.” Katanya. Dia sudah tau apa yang kumaksud dengan mempersiapkan semuanya, termasuk cara untuk masuk ke area sekolah yang tentunya hanya untuk orang tertentu dan juga surat izin untuk tidak dapat mengikuti ekskul basket sore ini.
Aku segera keluar dari toilet dan kulihat gadis-gadis yang sama masih berpura-pura sibuk mematut diri di depan cermin besar yang memang ada di toilet sekolah kami. Dasar kepo, pikirku langsung keluar dan meninggalkan mereka yang berbisik-bisik membicarakanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang