Dibalik Senyuman

31 2 2
                                    

                Oleh Hasna Nabila IX.J

Aku tau setiap manusia diberikan ujian oleh Sang Pencipta. Ada yang menerimanya, ada juga yang membantahnya.
Dan bagiku, setiap ujian yang Pencipta berikan padaku, merupakan sebuah penyempurna dimasa masa hidupku.

'Brukkk'

"Awwww!" aku meringis ketika ada seseorang yang menabrakku dari belakang.

"Ehh maaf maaf. Ga sengaja" dia berbalik menghadap ke arahku, kemudian melangkahkan kakinya kembali menyusuri lorong kelas dengan tergesa-gesa.

Aku yang menyadari satu hal segera menyadarkan diri dari lamunanku.
'Ganteng' satu kata itu tiba-tiba muncul dari hatiku.

Aku kembali berjalan menuju kelasku sambil membawa sebuah buku yang ku ambil dari perpustakaan.

Aku adalah seorang gadis yang tidak terlalu menarik. Mungkin orang-orang memandangku karena aku mempunyai lensa mata coklat terang, yang terlihat menyala apabila ditimpa oleh cahaya. Cita-citaku tinggi, tetapi aku sedikit pesimis untuk menggapainya karena terhalang oleh satu hal.

'Penyakit' satu kata yang ku tahu bagi sebagian orang adalah suatu penghalang untuk semuanya. Tetapi bagiku itu adalah sebuah karunia untukku.

Disaat orang lain mungkin mengeluh karena menderita penyakit, tapi bagiku tidak. Penyakitku akan aku ubah menjadi sebuah keberhasilan dan kebanggaan untukku. Akan aku beri tahu pada semua orang bahwa penyakit bukanlah akhir dari kehidupan. Penyakitmu akan membuatmu semakin semangat dalam menjalani hari-harimu. Semakin kau rasakan rasa sakitmu, kau hanya akan membuat rasa sakitmu semakin menghantuimu.

"Deliaaaaaa!!!" teriak seorang gadis dengan rambut yang selalu ia ikat. Tak lupa kacamata selalu menghiasi matanya yang mungil. Bibir indahnya selalu memperlihatkan senyumannya dihadapanku.

Ya, dia adalah sahabatku. Dhisa. Aku selalu ingat awal mula persahabatanku dengannya. Kami bertemu saat MOS.

Sahabatku tak hanya Dhisa. Aku juga mempunyai dua sahabat lagi. Yaitu, Andin dan Aqila. Disaat orang lain justru menjauhiku dan menganggapku hanya sebagai benalu. Tapi mereka tidak, mereka datang dengan senyuman, mengajakku untuk hidup penuh kebahagiaan. Dan memberiku semangat disetiap langkahku.

Oh iya. Aku seorang anak yatim. Aku ditinggal oleh ayahku sejak aku masih berumur 5 tahun. Aku lalu hidup berdua dengan ibuku. Namun ibuku sekarang sibuk bekerja diluar kota untuk membiayaiku dan pulang setiap 5 bulan sekali. Dia hanya mengirimiku uang perbulan untuk biaya hidupku. Jadi, aku hanya hidup seorang diri di rumah.

"Del, ke kantin yuk. Laper" ajak Dhisa disela-sela kegiatannya mengerjakan tugas. Aku hanya mengangguk, meng-iya-kan ajakannya kemudian mengikutinya dari belakang sembari membawa buku diaryku.

Aku memang mempunyai buku diary kecil yang selalu aku bawa. Aku selalu mencatat setiap peristiwa bahagia yang aku alami, dimana pun aku berada.

Dhisa memesan makanannya dan kami pun duduk disalah satu meja yang ada di kantin.

"Eh. Boleh ikut makan disini ga?" ucap seseorang di depanku. Aku tak melihat siapakah orang itu dan masih sibuk membaca buku diary yang sudah ku tulis beribu-ribu kata. Aku baru mendengar suaranya.

"Boleh" suara Dhisa membalas. Aku masih saja membuka-buka halaman diaryku sebelum dia menyapaku.

"Hei. Kamu suka bawa buku diary ya?" tanya nya. Aku memberhentikan kegiatanku dan melihat seseorang yang ada dihadapanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dibalik SenyumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang