Tanpa judul bagian 1

12 0 0
                                    

Pagi itu di bulan September 2012, aku berkeliling ke tetangga-tetangga untuk meminta maaf, meminta restu dan izin karena aku mau merantau ke batam, maklum kan persaudaraan di kampung itu masih erat. Terakhir aku masuk ke rumahku. Mama sudah berdiri di dekat pintu sambil berpegangan, karena saat itu memang kondisi mama sudah mulai memburuk. Aku mencium tangannya, meminta maaf. Mama memelukku "kakak jaga diri baik-baik disana, jangan ngelawan, rajin-rajin ya". Air mataku memang sudah banjir waktu itu, mama mencium kedua pipiku, rasanya begitu berat ingin melepaskan pelukanku dengan mama, meninggalkan mama dengan kondisi seperti itu. Tapi aku tau, mama punya begitu banyak keinginan yang ingin aku wujudkan. Aku memang harus merantau.

Aku pergi keluar rumah, dengan kaki yang begitu berat untuk melangkah. Aku tak berani lagi menoleh ke belakang, aku pasti tak akan kuat melihat wajah mama yang basah dengan air mata melepasku merantau.

Di batam, aku memang tidak begitu lama menganggur. Gaji pertamaku waktu itu cuma 300 ribu, karena memang belum full satu bulan bekerja. Aku kirim untuk orang tua ku 100 ribu, yang ternyata dibagi dua, papa 50 ribu, mama 50 ribu. Mama menangis mandapatkan uang dariku, yang cuma 50 ribu. Mendengarnya aku semakin semangat untuk segera mewujudkan keinginan mama yang lain. Aku benar-benar ingin membahagiakannya.

Gajian berikutnya, aku sudah mendapatkan gaji full. Bulan itu aku ingin membelikan mama masin cuci. Aku minta tolong ibu untuk menanyakan harganya ke toko. Ibu menjanjikan senin akan pergi ke toko itu.

Senin, 5 November 2012 jam 7.30 aku berangkat kerja seperti biasa, karena aku masuk kerjanya emang jam 8. Di perjalan ke PT aku tak sabar ibu menelfonku memberitahukan harga mesin cucinya, dan aku akan kirim uang untuk itu. Aku sudah membanyangkan wajah mama yang senang karena aku belikan mesin cuci. Karena mama sudah lama ingin punya mesin cuci.

Di PT sekitar jam 9 kurang aku dipanggil leader ku, katanya ada yang menjemputku dibawah. Jelas aku bertanya-tanya, siapa yang menjemputku? Sesampainya dibawah, ternyata kakak yang menjemputku untuk pulang ke rumah. Katanya mamaku sakit parah. Air mataku jatuh tanpa bisa aku tahan, aku tau kakak pasti bohong.

Sampai dirumah ibu memang menelfonku dari kampung, tapi bukan untuk memberitahu berapa harga mesin cucinya. Tapi memberitahu kalau mama udah gak ada, mama udah pergi, untuk selamanya. Lidahku kelu, aku tak bisa ngomong apa-apa, aku hanya menangis dipelukan kakak.

Ternyata pelukanku 1,5 bulan lalu, itu adalah pelukan terakhirku untuk mama. Ternyata ciuman mama 1,5 bulan lalu itu juga ciuman terakhir mama untuk ku. Mama pergi sebelum aku bisa mewujudkan keinginan-keinginan mama yang selalu diucapkannya sebelum aku merantau. Sebelum membelikan mesin cuci untuk mama, Ternyata mama cuma bisa mencoba 50 ribu dari kerja kerasku. Aku terus menangis, membayangkan tak ada lagi lengan mama yang selalu jadi bantal ternyamanku saat tidur siang.

Malamnya aku sampai dirumah di kampung, itu pulang kampung pertama sebagai anak rantau, dalam keadaan berduka. Tak ada lagi mama dirumah, yang seharusnya tersenyum melihat anaknya pulang. Bahkan untuk pulang kampung-pulang kampung berikutnya, tak akan ada mama yang akan memeluk anaknya sampai di pintu, yang akan menyiapkan masakan-masakan kesukaan anaknya, yang akan meminta dibawakan ini itu saat anaknya mau pulang.

Namun memang, ikhlas adalah yang bisa menyelamatkan dari kesedihan yang teramat dalam, karena akan selalu ada kelapangan dibalik keikhlasan.

Dan sekarang aku ikhlas ma....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 17, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MESIN CUCI UNTUK MAMAWhere stories live. Discover now