FOR(GET) | 4

2 0 0
                                    

Jemputan mobil mereka sudah datang 30 menit yang lalu. Mereka sudah hampir sampai di rumah yang akan ditempati selama mereka di Jogja.

Keheningan di dalam mobil membuat Felma bosan dan mengantuk. Ia menyandarkan kepalanya di bahu kakaknya yang bertukar tempat dengan mamanya yang duduk di depan.

"Selamat datang di Jogja dek. Semoga betah disini, ya." Bisik Diego dan mendekatkan bibirnya di puncak kepala Felma.

"Pak, apa perjalanan masih jauh?" Tanya Ny. Hamdi pada supir suruhan suaminya.

"Sekitar 15 menit lagi, Bu. Ini saya juga sudah cari jalan pintas, kok." Jawab pria itu dengan sopan.

Monita mengangguk. Wanita itu mengarahkan matanya keluar jendela. Jogja begitu tenang, tak begitu ramai seperti Jakarta. Juga dengan kepopuleran akan penduduknya yang amat sangat ramah.

"Mama," Panggil Diego dari belakang.

"Kenapa, Nak?"

"Diego kan udah janji sama Felma kalo Diego bakal bawa dia keliling Jogja dan beliin apa aja yang dia minta."

"Lalu?"

"Yah, mama kan tau, rekening Diego udah menipis. Jadi, mama ya tau lah apa maksud Diego."

"Kamu tu sukanya kalau bicara nggak dipikir panjang sih." Ledek mamanya.

"Ah mama, ini kan usaha biar Felma nggak lagi mikirin si Deon, itu."

Kepala Felma bergerak di bahu kakaknya. Diego berusaha menahan kepala itu agar tak jatuh terkatuk bangku di depannya. Namun kondisi itu malah membuat Felma membuka matanya.

"Emmh.." Gadis itu menggeliat dan menguap. Tangan Diego dengan sigap membekap mulut Felma.

"Kalau nguap ditutupin. Entar setannya ikutan masuk." Ucap Diego seraya menarik tangannya.

Felma tak marah. Jika biasanya saat Diego menegurnya ia akan marah, tapi gadis itu malah tersenyum dan bergelayut manja di lengan kakaknya.

"Felma sayaaang bangeeet sama kakak."

"Kenapa kamu tu?" Tanya Diego menoyor kepala Felma namun tak mempan.

"Kakak selalu berusaha bikin Felma seneng."

"Maksudnya?"

"Kakak sampe bela-belain bakal ngehabisin uang kakak buat traktirin aku apa aja asal aku lupain Deon."

Diego menarik tangan yang dipeluk Felma dan melingkarkannya di bahu adik satu-satunya.

"Kamu itu mutiara kakak. Dan kakak nggak bisa liat mutiara kakak redup karena hatinya lagi sedih. Dan kalau itu terjadi, kakak bakal lakuin apapun supaya mutiara kakak bakal bersinar lagi." Jelas Diego dan kembali mencium kening Felma.

"Kakak emang kakak ter-the best sedunia." Ucap Felma dan memeluk pinggang kakaknya.

"Tapi janji ya, jangan sedih lagi. Kakak nggak mau itu terjadi."

"Heem." Dehem Felma.

Mobil yang mereka naiki sudah memasuki area perumahan elite dan mobil mereka tepat berhenti di depan rumah bernomor pagar 108.

"Kita sudah sampai, Bu, mas dan juga mbak."

"Ini rumah kita, Ma?" Tanya Diego.

"Iya sayang. Rumah kita disini malah lebih besar dari rumah kita di Jakarta."

Dilihat dari luar, rumah itu berlantai dua. Di sampingnya ada garasi mobil dan juga sebuah taman kecil di dekatnya.

Nuansa abu-abu tua dipadukan dengan warna kusen jendela yang berwarna putih, seperti bertemakan monokrom membuat kesan damai tercipta disana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

F O R (G E T)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang