Chapter I - Hari Jumat

17.8K 1.5K 47
                                    

Di dalam satu minggu, Jumat adalah hari yang spesial. Spesial karena waktu istirahat akan datang lebih cepat, karena waktu shalat di hari itu sangat spesial. Hanya di satu hari itulah para lelaki muslim akan turun lebih awal untuk menjalankan ibadah shalat Jumat. Hari Jumat juga spesial karena hari itu adalah hari terakhir para budak korporat bekerja di minggu tersebut, sebelum akhirnya mereka bertemu dengan akhir pekan. Jalanan Jakarta terutama area central business district di jalan Jendral Sudirman akan sedikit lebih lengang di pagi hari dan macet nggak karuan di malam hari selepas pulang kantor. Susah dapat taksi, mall-mall sekitar Senayan atau Kasablanka dan cafe-cafe di sepanjang jalan Senopati akan ramai sekali, bahkan kalau mau makan di Kintan Buffet, nggak jarang harus reserved tempat satu hari sebelumnya. Ya, reserved restoran hanya untuk makan buffet yang waktu makannya dibatasi hanya sampai satu setengah jam!

Ya, kalau mengikuti kehidupan hedonis anak Jakarta, tentu saja hari Jumat akan jadi hari yang super menyenangkan. Lima atau empat tahun yang lalu sih Ambar selalu suka hari Jumat. Hari dimana dia berkumpul dengan teman-temannya (kadang teman kantor atau sahabat-sahabat lain di luar kerjaan) after office hour. Sekadar makan malam di mall atau ngopi-ngopi lucu di cafe. Kalau masih kuat, nonton acara musik di Pallas, SCBD.

Ekspektasinya kerja nggak perlu berat-berat, sisakan saja semua kerjaan itu untuk hari Senin. Karena hari Jumat ini hitungannya nggak akan efektif satu hari penuh, padahal waktu yang terbuang hanya setengah jam lebih awal untuk istirahat shalat Jumat dan makan siang. Tapi hari Jumat memang spesial, selalu dihitung seperti setengah hari. Kenyataannya? Jumat selalu jadi hari yang super hectic. Karena Jumat adalah penutup minggu, maka seringkali beberapa pekerjaan harus diselesaikan di hari Jumat. Karena itulah, di hari Jumat selalu ada undangan meeting tanpa henti. Mulai dari weekly meeting department, weekly update project ina-inu, meeting dengan user soal update requirement ba-bi-bu. Huh, apa kabar nongkrong-nongkrong di cafe after office hour? Boro-boro mau nonton acara musik di Pallas, bisa cepat turun lift ke lantai dasar abis Maghrib aja udah bersyukur banget!

Karena hari Jumat itu hari yang 'spesial', maka di hari itu pula Ambar mencetak surat resign yang sudah di-draft sejak malam tadi. Bukan, bukan karena dia sudah lelah dengan rutinitas Jumat yang super hectic dan merindukan nongkrong-nongkrong di Pallas, tapi karena ada perusahaan lain yang memberikan penawaran menarik padanya. Kenapa juga harus dia tolak? Gajinya sedikit lebih besar dan gradenya naik. Belum lagi ada insentif-insentif lain selain gaji, seperti jumlah bonus tahunan, benefit health insurance yang lebih baik dan jelas akan terpakai seperti vaksin yang dicover asuransi tanpa harus ada keluhan terlebih dahulu, cuti yang bisa diuangkan kalau tidak terpakai selama satu tahun. Di perusahaan yang sekarang, cuti tahunan harus habis diambil dan tidak bisa diuangkan, hanya bisa di carry over ke tahun depan. Tujuannya sih supaya karyawannya meluangkan waktu untuk istirahat.

Udah gitu, karirnya di Azure Life sekarang ya gitu-gitu aja. Dia bosan, promosi terakhir tiga tahun lalu. Jadi assistant manager itu posisi tengah-tengah yang bikin capek. Kerjaannya di-push mulu dari atas karena sudah termasuk team leader di timnya, diharapkan harus bisa ngatur banyak hal dari resource sampai timeline bisnis, tapi tetap belum punya 'gigi' buat pengambilan keputusan dan benefit yang didapat tetap kayak cungpret. (kacung kampret, fyi)

Anyway, akhirnya Jumat itu Ambar membuat surat resign dan berniat untuk menyerahkan surat itu ke atasannya, Pak Julius.

Waktu Ambar sampai di depan ruangan Pak Julius, pintu ruangan Pak Julius sudah terbuka lebar. Orangnya sendiri ada di dalam sedang berkutat di depan layar LCD 23 inch yang dihubungkan ke laptop dengan layar 13 inch. Yang artinya beliau lagi nggak sibuk dan bisa diganggu.

"Permisi, Pak!" sapa Ambar pelan dengan sungkan di ambang pintu sebelum masuk.

Pak Julius menghentikan pekerjaannya sejenak dan melirik ke arah pintu. "Hei, Ambar! Masuk, masuk!" Ambar pun masuk dan duduk di kursi yang berseberangan dengan tempat duduk Pak Julius.

Two Hearts DevelopmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang